BAB 3
HUKUM TERMODINAMIKA II
3.1 Siklus Reversibel


 








            Siklus reversibel adalah serangkaian proses reversibel yang berlangsung pada suatu sistem yang akhirnya mengembalikan keadaan sistem ke keadaan semula, misalnya pada Gambar 3.1. Apabila proses siklus berlangsung pada sistem gas maka proses itu melibatkan pula proses kompresi-ekspansi gas. Apabila sistem gas tersebut berada di dalam suatu silinder yang dilengkapi dengan piston, maka proses kompresi-ekspansi gas menyebabkan gerakan bolak-balik dari piston tersebut. Gerakan piston ini kemudian dapat diteruskan menjadi gerakan suatu mesin. Jadi, prinsip kerja suatu mesin dapat digambarkan sebagai suatu proses siklus. Prinsip kerja suatu mesin ideal digambarkan oleh suatu proses siklus yang reversibel.

            Pada setiap proses siklus dapat terjadi peristiwa penyerapan dan pelepasan kalor oleh sistem. Banyaknya kalor yang diserap atau dilepaskan itu bergantung pada jenis-jenis proses di dalam rangkaian proses siklus tersebut. Agar terjadi proses siklus yang berulang-ulang, diperlukan suatu tandon (reservoir) kalor. Tandon kalor adalah suatu sistem yang temperaturnya dapat dikatakan tidak pernah berubah meskipun sistem tersebut terus-menerus melepaskan atau menyerap kalor. Tandon yang berfungsi sebagai pemberi kalor disebut tandon panas, dan tandon yang berfungsi sebagai penyerap kalor disebut tandon dingin.

            Selain peristiwa penyerapan dan pelepasan kalor, pada setiap proses siklus terjadi pula kerja, yaitu kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan dan sebaliknya. Besarnya kerja sistem juga bergantung pada jenis-jenis proses di dalam rangkaian proses siklus tersebut. Di dalam suatu mesin, kerja sistem gas ini kemudian diubah menjadi kerja mekanik mesin tersebut.

            Di dalam setiap proses siklus selalu terjadi kerja netto dan kalor netto. Kerja netto adalah selisih kerja yang dilakukan oleh sistem dan yang dilakukan terhadap sistem. Kalor netto adalah selisih kalor yang diserap oleh sistem dan yang dilepaskan oleh sistem. Kita dapat membuat suatu proses siklus reversibel dimana energi dalam totalnya tidak berubah sehingga kerja nettonya menjadi sama dengan kalor nettonya. Siklus seperti ini dapat dijumpai, antara lain pada siklus carnot, siklus stirling, siklus otto dan siklus diesel. Siklus-siklus tersebut mendasari prinsip kerja mesin kalor, yaitu mesin yang bekerjanya berdasarkan konversi energi kalor menjadi energi mekanik.

            Untuk mesin-mesin yang prinsip kerjanya berdasarkan siklus reversibel, dimana pada proses siklusnya diserap kalor sebesar  dan dilepaskan kalor sebesar  serta terjadi kerja netto sebesar W, maka efisiensi termal mesin tersebut dinyatakan dengan,
Simbol ɛ menyatakan efisiensi termal dan tanda  menyatakan harga mutlak. Kerja W adalah output dari mesin tersebut dan  adalah inputnya. Untuk mesin-mesin seperti mesin Carnot, mesin Stirling, mesin Otto dan mesin Diesel, kerja W dapat dinyatakan sebagai:
Sehingga efisiensi termalnya:

3.2 Siklus Carnot
            Siklus Carnot adalah suatu siklus yang terdiri atas dua buah proses isotermal reversibel dan dua buah proses adiabatik reversibel. Siklus carnot digambarkan pada diagram PV di bawah:



 








Gambar 3.2 Siklus Carnot pada diagram PV

            Mesin yang prinsip kerjanya berdasarkan siklus Carnot disebut mesin Carnot. Efisiensi mesin Carnot dapat dinyatakan sebagai:
Simbol  menyatakan temperatur minimum dan  menyatakan temperatur maksimum yang dicapai oleh gas di dalam satu proses siklus.  tidak lain adalah temperatur tandon dingin dan  adalah temperatur tandon panas.

3.3 Temperatur Termodinamika    
            Lord Kelvin (1824-1907) setelah menganalisa siklus Carnot kemudian mengemukakan suatu skala temperatur yang tidak bergantung pada sifat termometrik zat yang dipergunakan pada termometer. Skala temperatur tersebut kemudian disebut temperatur termodinamika atau temperatur Kelvin. Di dalam analisisnya, Kelvin mengandaikan bahwa kalor yang diserap dan kalor yang dilepaskan (di dalam siklus Carnot) merupakan fungsi dari suatu temperatur empiris θ yang tidak bergantung pada sifat termometrik zat. Jadi, kalor Q dapat dituliskan sebagai fungsi θ.
Atau,
Kemudian, didefenisikan suatu temperatur T sebagai fungsi dari temperatur θ dalam bentuk:
Dengan C adalah suatu konstanta.
Misalnya, untuk , dan untuk  , maka dapat dituliskan,
Dan,
Jika untuk  diambil sembarang harga temperatur, , dan untuk  diambil titik tripel air, , maka berlaku:
Atau,
Temperatur T kemudian disebut temperatur termodinamika atau temperatur Kelvin, dan besarnya T hanya bergantung pada banyaknya kalor yang diserap (mengalir ke dalam sistem) tidak bergantung pada sistem pengukurannya.
Skala temperatur kelvin ternyata sesuai dengan skala temperatur gas ideal sehingga dengan temperatur kelvin titik tripel air berharga,  Kelvin. Karena harga   pada persamaan diatas selalu positif maka harga T juga selalu positif sehingga harga T terendah, yaitu T=0 Kelvin, merupakan harga nol mutlak (absolut zero) karena tidak ada lagi harga temperatur yang lebih kecil (lebih rendah) dari nol kelvin.

3.4 Entropi
            Istilah entropi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf J.E Clausius (1822-1888) pada pertengahan abad ke- 19. Entropi adalah besaran termodinamika yang digolongkan sebagai sifat sistem, artinya besaran entropi merupakan fungsi keadaan saja. Besarnya perubahan entropi karena suatu proses yang reversibel hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir saja, tidak bergantung pada macam prosesnya.
Besaran entropi diberi simbol S dan dalam bentuk diferensial, didefenisikan sebagai:
Simbol dS atau  merupakan bentuk diferensial eksak meskipun δQ bukan bentuk diferensial eksak. Karena dS merupakan diferensial eksak maka S tergolong sebagai sifat sistem seperti halnya P, V, T, dan U.
Karena entropi merupakan fungsi keadaan maka perubahan entropi suatu sistem akibat proses yang reversibel dapat dinyatakan dengan:
Simbol  adalah entropi sistem pada keadaan setimbang 1 dan  adalah entropi sistem pada keadaan setimbang 2. Untuk suatu proses siklus reversibel dapat dianggap tidak ada perubahan entropi, atau:

Perubahan Entropi Proses Adiabatik
            Pada proses adiabatik reversibel δQ=0 sehingga ∆S=0. Pada proses adiabatik tak reversibel δQ ≠ 0, dan dari kenyataan yang ada di alam didapatkan bahwa untuk setiap proses adiabatik yang tak reversibel selalu δQ > 0 sehingga ∆S > 0. Jadi, perubahan entropi untuk proses adiabatik dapat dinyatakan dengan:
Pernyataan ∆S = 0 berlaku untuk proses adiabatik reversibel dan ∆S > 0 berlaku untuk proses adiabatik tak reversibel. Persamaan diatas dikenal sebagai hukum termodinamika II.
Beberapa contoh peristiwa adiabatik tak reversibel:
a)        Suatu sistem yang temperaturnya mula-mulanya  disentuhkan dengan tandon kalor yang temperaturnya . Mislanya,  sehingga akan terjadi aliran kalor dari tandon ke sistem dan menyebabkan kenaikan temperatur sistem.


 











Gambar 3.3

Keadaan akhir yang dicapai adalah temperatur sistem menjadi sama dengan temperatur tandon (). Selama bersentuhan dengan tandon, sistem tidak dapat kembali ke keadaannya semula. Artinya sistem tersebut tidak dapat menurunkan sendiri temperaturnya menjadi  sambil melepaskan kalor ke tandon. Jadi, proses perubahan keadaan sistem gabungan ini (tandon + sistem) adalah proses adiabatik tak reversibel (dengan menganggap sistem gabungan ini terisolasi dari lingkungan luar). Perubahan entropi sistem gabungan ini dapat dinyatakan dengan:
Mislanya, sistem mempunyai kapasitas panas  yang konstan, maka kalor yang diserap sistem tersebut dapat dinyatakan dengan,
Dan kalor yang dilepaskan oleh tandon sama besar dengan kalor yang diserap oleh sistem hanya tandonnya berlawanan,
Karena temperatur tandon selalu konstan maka ∆S tandon dapat dinyatakan dengan:
Pada sistem tersebut karena mengalami perubahan temperatur dari  menjadi , maka akan terjadi perubahan entropi sebesar,
Jadi, perubahan entropi sistem gabungan tersebut:
Dan untuk  akan didapatkan harga ∆ > 0.

b)        Suatu ruangan yang volumenya terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mempunyai volume  berisi gas nyata dengan temperatur yang sama dengan temperatur lingkungan. Bagian kedua dnegan volume  merupakan ruang vakum. Kedua bagian ruangan tersebut terpisah oleh sebuah sekat.


 












Gambar 3.4

Jika sekatnya sangat ringan maka gas akan berekspansi bebas untuk memenuhi ruangan tersebut. Akibat ekspansi ini temperatur gas menjadi menjadi turun dan menjadi lebih rendah dari temperatur lingkungannya sehingga terjadi aliran kalor dari lingkungan ke gas sistem tersebut. Aliran kalor akan berhenti setelah temperatur gas kembali menjadi sama dengan temperatur lingkungan. Keadaan gas ini tidak dapat dikembalikan ke keadaannya semula, sebab gas tersebut tidak mungkin dengan sendirinya menyusut sehingga volumenya kembali menjadi  dan menyebabkan bagian ruang yang lain (dengan volume ) menjadi vakum.
Jadi, ekspansi bebas gas tersebut merupakan proses yang tak reversibel. Apabila sistem gas dan lingkungannya membentuk sistem yang terisolasi, maka proses yang terjadi di dalam sistem yang terisolasi tersebut (termasuk proses perpindahan kalor dari lingkungan ke gas) dpat dianggap sebagai proses adiabatik tak reversibel.
Perubahan entropi sistem terisolasi tersebut dpaat dihitung dengan cara yang sama seperti contoh a), dan akan didapatkan harga ∆S > 0.


 







Gambar 3.5 Siklus Carnot pada diagram TS

            Proses adiabatik reversibel disebut juga proses isentropik, yaitu proses yang tidak menyebabkan perubahan entropi sistem. Kurva isentropik ditunjukkan oleh Gambar 3.5 yang menggambarkan siklus carnot pada diagram TS.
            Suatu sistem dengan lingkungannya dapat dianggap sebagai sistem (baru) yang terisolasi dan membentuk sistem semesta (universe). Segala macam proses didalam sistem terisolasi ini dapat dianggap sebagai proses adiabatik dan perubahan entropi semesta dinyatakan dengan:
Dimana,

            Alam semesta dianggap sebagai sistem yang terisolasi, dan dapat dikatakan bahwa entropi alam semesta ini selalu bertambah. Pertambahan entropi ini disebabkan oleh proses-proses tak reversibel yang terjadi di alam semesta.

Prinsip Kenaikan Entropi
            Persamaan sebelumnya menyatakan suatu kaidah alam yang dikenal sebagai prinsip kenaikan entropi dan merupakan salah satu bentuk perumusan (formulasi) dari Hukum Termodinamika II, yang berbunyi:
Di dalam sistem terisolasi, tidak ada satu proses pun yang dapat berlangsung yang menyebabkan berkurangnya entropi sistem tersebut.
Atau,
Entropi suatu sistem yang terisolasi hanya dapat bertambah atau konstan apabila terjadi proses di dalam sistem tersebut.

Menentukan Besarnya Entropi Sistem pada Temperatur Tertentu
            Berdasarkan definisi yang diberikan oleh persamaan sebelumnya, maka besarnya entropi pada temperatur T dihitung dengan cara mengintegrasikan persamaan sebelumnya dari T = 0 samapai T = T.
Dan diapatkan:
Simbol  menyatakan besarnya entropi sistem pada temperatur T dan  menyatakan besarnya entropi pada T = 0 K. Harga  pada dasarnya sulit ditentukan sehingga dalam setiap persoalan cukup dihitung harga perubahan entropinya saja (∆S).

Entropi dan Kesetimbangan
            Apabila suatu sistem berada dalam keadaan tidak setimbang maka sistem tersebut akan mengalami proses menuju ke keadaan setimbang. Selama proses itu berlangsung, entropi sistem akan terus bertambah atau konstan sehingga pada saat tercapai keadaan setimbang entropi sistem mencapai harga maksimum. Jadi, keadaan setimbang adalah keadaan dengan entropi maksimum. Di dalam mekanika statistik keadaan setimbang digambarkan sebagai keadaan yang paling rambang (acak). Jadi, entropi sistem berhubungan dengan kerambangan sistem tersebut. Oleh karena itu, entropi juga disebut sebagai ukuran kerambangan sistem.

3.5 Mesin Kalor







Gambar 3.6 Diagram Lambang Mesin Kalor

            Diagram lambang mesin kalor digambarkan oleh Gambar (3.2). Beberapa contoh mesin kalor, selain mesin Carnot, yang kan ditunjukkan berikut ini adalah mesin Stirling, mesin Otto (motor bakar), dan mesin Diesel. Mesin-mesin tersebut secara ideal mempunyai efisiensi yang besarnya dinyatakan oleh persamaan berikut:

Mesin Stirling
            Mesin stirling diciptakan sekitar tahun 1816 oleh seorang pendeta gereja Skotlandia yang bernama Robert Stirling. Proses kompresi-ekspansi gas (udara) pada mesin Stirling beserta siklus Stirling ditunjukkan oleh Gambar 3.7.






Gambar 3.7 a. Gerakan piston dalam satu siklus mesin Stirling (R=regenerator, penyekat daerah panas dan dingin).
b. Siklus Stirling (ideal) pada diagram PV.
c. Siklus Stirling (ideal) pada diagram TS.

Efisiensi termal mesin stirling dinyatakan dengan:

Mesin Otto
            Mesin otto disebut juga motor bakar karena menggunakan reaksi pembakaran kimiawi sebagai sumber kalornya. Mesin tersebut ditemukan pada tahun 1876 oleh seorang insinyur Jerman bernama Nicholas Otto. Siklus kerja mesin otto ditunjukkan pada Gambar 3.8.


 











Gambar 3.8 a) Proses kompensi ekspansi gas pada mesin otto.
b) Siklus otto pada diagram PV.
c) Siklus otto pada diagram TS.    

Efisiensi termal mesin Otto dapat juga dinyatakan dengan:
atau,
dengan adalah compression ratio,




Mesin Diesel
            Mesin diesel ditemukan oleh Rudolf Diesel (1858-1913). Prinsip kerja mesin diesel menyerupai mesin otto, tetapi pembakaran gas pada mesin diesel berlangsung pada tekanan konstan. Siklus diesel ditunjukkan oleh Gambar 3.9.










Gambar 3.9 a. Siklus diesel pada diagram PV.
b. Siklus diesel pada diagram TS.

Efisiensi termal meisn diesel ideal (untuk siklus tertutup) dapat dinyatakan dengan,
atau,
dengan,
Dan   disebut cutoff ratio.

3.6 Pernyataan Clausius dan Pernyataan Kelvin-Planck tentang Hukum Termodinamika II
            Beberapa orang ahli,seperti Clausius,Lord Kelvin,dan Marx Plack,pada pertengahan sampai akhir abad ke -19 membuat suatu analisa terhadap prinsip dasar bekernya mesin kalor,khusunya terhadap mesin (siklus)carnot. Di antara hasil analisa mereka adalah dikembangkan suatu konsep tentang termodinamika oleh Lord Kelvin,seperti yang sudah dibicarkan sebelum ini. Hasil analisa lainya adalah dikemukakannya peryataan-peryataan yang mengungkapkan adanya suatu hukun alam berlaku pada peristiwa pengalihan energi. Hukum alam yang berlaku tersebut kemudian disebut sebagai Hukum Termodinamika II . bunyi peryataan tersebut,antara lain:

Peryataan Clausius :
Tidak ada suatu proses (siklus) pun yang mungkin berlangsung yang hasil satu-satunya berupa pemindahan kalor dari suatu sistem yang temperaturnya lebih rendah ke sistem lain yang temperaturnya lebih tinggi.

Peryataan Kelvin-Plack :
Tidak ada proses  (siklus) pun mungkin berlangsung yang hasilnya satu-satunya berupa penyerapan kalor dari satu tadon kalor dan kalor tersebut kemudian dikonversikan seluruhnya menjadi kerja.

            Peryataan Clausius pada dasarnya menerangkan bahwa untuk memindahkan kalor dari tandon dingin ke tandon panas diperlukan kerja oleh “ sistem perantara”. Dengan demikian,besarnya kalor yang diberikan ke tadon panas tidak sama dengan besarnya kalor yang diambil dari tadon dingin karena sebagian dari kalor tersebut sudah dikonveksikan menjadi sistem perantara.
            Peryataan Kelvi-Planck pada dasarnya menerangkan bahwa konveksi kalor kerja tidak dapat terjadi  100%. Jadi,selalu ada kalorsisa dan diperlukan tadon kalor yang lain (tadon dingin) sebagai tempat pembuangan kalor sisa tersebut.

3.7 Pesawat Pendingin ( Refrigerator )


 






Gambar 3.10 Diagram lambang pesawat pendingin

Siklus kerja pesawat pendingin adalah kebalikan dari siklus kerja mesin kalor. Oleh karena itu, diagram lambang pesawat pendingin diperlihatkan seperti Gambar 3.10.
Pada pesawat pendingin didefenisikan koefisien kinerja (coeficient of performance) N sebagai:

 











Gambar 3.11 Pesawat pendingin Carnot

Gambar 3.11 menunjukkan siklus kerja dari pesawat pendingin Carnot. Koefisien kinerja untuk pesawat pendingin Carnot dapat dinyatakan dengan:
Persamaan diatas juga berlaku untuk pesawat pendingin Stirling.

3.8 Kombinasi Hukum Termodinamika I dan II; Persamaan T dS
Untuk proses yang reversibel hukum termodinamika I dinyatakan dengan:
untuk sistem hidrostatik, dW = PdV sehingga dapat dituliskan:
dan hukum termodinamika II dinyatakan dengan:
sehingga kombinasi hukum termodinamika I dan II menghasilkan persamaan:
Persamaan diatas disebut persamaan T dS dalam bentuk.

Persamaan T dS dengan T dan V sebagai Variabel Bebas
Dengan T dan V sebagai variabel bebas maka U dapat dinyatakan dengan,
Dan,
dan persamaan sebelumnya dapat dituliskan sebagai,
Dengan menggunakan kaidah diferensial eksak dapat diperlihatkan bahwa:
Dan subsitusi persamaan diatas ke dalam persamaan sebelumnya dan dengan menggunakan persamaan , didapatkan persamaan:
Persamaan diatas berlaku untuk sistem hidrostatik dengan T dan V sebagai variabel bebas.

Persamaan T dS dengan T dan P sebagai Variabel Bebas
Dengan menggunakan besaran entalpi, H = U + PV, dapat dituliskanbentuk diferensial:
atau,
dan jika persaman diatas disubsitusikan ke dalam persamaan sebelumnya, didapatkan persamaan:
Dengan H = H(T,P) maka dH dapat dituliskan sebagai:
sehingga persamaan diatas dapat dituliskan sebagai:
Dan juga dengan kaidah diferensial eksak dapat diperlihatkan bahwa:
Dan kemudian disubsitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan sebelumnya dan diganti  dengan sehingga dihasilkan persamaan:
Persamaan diatas berlaku untuk sistem hidrostatik dengan T dan P sebagai variabel bebas.

Persamaan T dS dengan P dan V sebagai Variabel Bebas
Dengan P dan V sebagai variabel bebas maka dapat dituliskan,
sehingga persamaan sebelumnya menjadi:
Dapat dituliskan  sebagai:
Dan juga  dapat dituliskan sebagai:
Subsitusi persamaan diatas ke persamaan sebelumnya dan menghasilkan persamaan:
Persamaan diatas berlaku untuk sistem hidrostatik dengan P dan V sebagai variabel independen.

Post a Comment

 
Top