I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
pengukuran panjang gelombang kita dapat melakukannya dengan membuat
interferensi. Untuk mendapatkan pola interferensi tersebut adalah menggunakan
alat yaitu interferometer Michelson. Pada tahun 1852 sampai 1931 seorang
fisikawan Amerika Serikat, A.A. Michelson menemukan alat tersebut. Cara untuk
mendapatkan pola interferensi tersebut adalah dengan memisahkan cahaya ke dua
bagian dan selanjutnya direkombinasikan untuk membentuk pola interferensi.
Dengan adanya beam splitter pada alat interferometer
Michelson, maka berkas akan terpisah menjadi dua. Kedua berkas tersebut akan
berjalan pada lintasan satu dan dua. Setelah terpantul dari masing-masing
cermin bergerak dan juga cermin tetap maka kedua sinar itu akan bergabung dan
menghasilkan pola interferensi yang diamati pada layar. Hasilnya berupa deretan
cincin-cincin lingkaran terang dan gelap. Apabila kedua sinar berinteferensi
saling menghancurkan, maka akan terjadi lingkaran gelap di pusat pola. Dan jika
saling menguatkan, maka akan memberikan lingkaran terang di pertengahan.
B.
Tujuan Percobaan
Adapun
tujuan dari Eksperimen Interferometer Michelson adalah
1. Untuk mengukur
panjang gelombang cahaya dengan menggunakan interferometer Michelson.
2. Untuk mengetahui indeks refraksi
udara.
3. Untuk mempelajari
kugunaan pada pola interferensi yang dihasilkan interferometer Michelson.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sejarah Interferometer
Michelson terpesona dengan
masalah mengukur kecepatan cahaya pada khususnya. Sementara di Annapolis, ia melakukan percobaan pertama dari kecepatan cahaya, sebagai bagian dari sebuah kelas demonstrasi pada 1877, saat itu Michelson mulai merencanakan penyempurnaan dari
cermin berputar metode
Leo Foucoult untuk mengukur kecepatan cahaya, menggunakan optik ditingkatkan dan dasar yang lebih panjang. Dia melakukan beberapa
pengukuran awal menggunakan sebagian besar
peralatan seadanya pada tahun 1878 tentang waktu yang karyanya sampai pada
perhatian Simon Newcomb, direktur Kantor Nautical Almanac yang sudah maju dalam perencanaan
studi sendiri. Michelson menerbitkan hasil 299.910±50 km/s pada tahun 1879 sebelum bergabung Newcomb di
Washington DC untuk membantu pengukuran
di sana. Jadi memulai karir profesional dengan kerjasama panjang dan persahabatan antara keduanya.
Pada 1887 ia dan Edward Morley dilaksanakan
yang terkenal percobaan Michelson-Morley yang tampaknya mengesampingkan keberadaan
ether. Percobaan mereka untuk gerakan
yang diharapkan Bumi relatif terhadap aether, hipotetis cahaya
medium yang seharusnya perjalanan, menghasilkan hasil null. Terkejut, Michelson mengulangi
percobaan dengan ketepatan yang lebih besar dan lebih besar selama bertahun-tahun,
namun tetap tidak menemukan kemampuan untuk mengukur ether. Michelson-Morley
yang hasilnya sangat berpengaruh dalam komunitas fisika, Hendrik Lorentz
terkemuka untuk merancang miliknya sekarang terkenal kontraksi Lorentz
persamaan sebagai sarana untuk menjelaskan hasil nol. Dia kemudian pindah ke astronomi menggunakan interferometer dalam pengukuran
bintang, dalam mengukur diameternya dan pemisahan bintang biner. Dia melakukan pengukuran awal dari kecepatan
cahaya yang luar biasadan pada 1881 ia menemukan interferometer untuk tujuan menemukan efek
dari gerakan
bumi pada kecepatan yang diamati. Michelson bersama Profesor EWMorley
menggunakan interferometer, ditunjukkan bahwa cahaya berjalan pada kecepatan
konstan dalam semua sistem inersia acuan. Instrumen juga memungkinkan jarak yang akan diukur dengan akurasi
yang lebih besardengan menggunakan panjang gelombang cahaya. Michelson menjadi lebih tertarik pada astronomi
dan pada tahun 1920, dengan menggunakan interferensi cahaya dan versi
yang sangat berkembang darialat sebelumnya,
ia mengukur diameter bintang Betelgeuse: ini adalah pertama penentuan
ukuran bintang yang dapat dianggap sebagai akurat. Dari tahun
1920dan ke 1921 Michelson dan Francis G. Pease menjadi orang pertama
untuk mengukur diameter bintang selain Matahari. Mereka
menggunakan interferometer astronomi di Observatorium GunungWilson untuk mengukur diameter bintang super-raksasa Betelgeuse.
Sebuah pengaturan periskop digunakan untuk mendapatkan murid di
densifiedinterferometer, sebuah metode kemudian diselidiki secara rinci oleh
AntoineEmile Henry Labeyrie untuk digunakan dalam "Hypertelescopes"
untuk pengukuran diameter bintang dan pemisahan bintang-bintang
biner (Anonim A, 2012).
B.
Proses
Terjadinya Interferensi
Interferensi
adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu
pada satu titik di ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat
digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan
ketebalan bahan. Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada
prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang
tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola
interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus
berasal dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering
dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau
lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi
(Tipler, 1991). Secara prinsip,
interferensi merupakan proses superposisi gelombang/cahaya. Interferensi
terjadi apabila dua atau lebih gelombang bertemu dalam ruang dan waktu. Satu
tempat terjadinya interferensi adalah pada satu daerah ruang dimana gelombang
pantul dan gelombang datang bertemu. Ada syarat yang harus dipenuhi agar
terjadi interferensi, yaitu :
a. Kedua sumber cahaya harus
koheren. Yaitu kedua sumber cahaya memiliki beda fase yang selalu tetap.
Sehingga kedua sumber cahaya harus memiliki frekuensi yang sama. Beda fase dari
kedua sumber cahaya ini bisa nol ,tetapi tidak harus nol.
b. Kedua sumber cahaya harus
memiliki amplitudo yang hampir sama, jika tidak interferensi yang dihasilkan
kurang mencolok (Anonim B, 2012).
C.
Macam-macam
Interferensi
Suatu
alat yang dirancang untuk menghasilkan interferensi dan pola-polanya yang
dihasilkan dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optik.
Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka
gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang,
muka gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi dua, sehingga
menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar
akan membentuk pola interferensi yang berwujud frinji gelap terang
berselang-seling. Pola terang terjadi apabila gelombang-gelombang dari kedua
berkas sinar sefase sewaktu tiba di layar (interferensi konstruktif).
Sebaliknya pola gelap terjadi apabila gelombang-gelombang dari kedua berkas
sinar berlawanan fase sewaktu tiba di layar (interferensi destruktif). Agar pola
interferensi nyata, tempat garis-garis gelap terang itu harus tetap sepanjang
waktu yang berarti beda fase antara gelombang-gelombang dari kedua celah harus tidak
berubah-ubah dan hal ini hanya mungkin apabila kedua gelombang tersebut
koheren, yaitu identik bentuknya (Soedojo, 2001). Namun ada juga yang
menyatakan pembagian interferensi menjadi lebih sederhana yang menyatakan bahwa
Interferensi destruktif adalah pelemahan maksimum dua gelombang cahaya yang
mengalami interferensi sehingga menghasilkan garis gelap. Dua gelombang ini
mengalami interferensi dsetruktif jika beda fasenya Δφ = π, 3 π, 5 π rad atau
kelipatan ganjil dari π. Beda fase ini dinyatakan dengan persamaan
Δφ = (2n-1) π, n =
1,2,3,......................................................................................1
beda
fase ini menunjukkan beda lintasan panjang setengah gelombang (0,5 λ) dengan
demikian interferensi konstruktif terjadi jika beda lintasannya adalah
kelipatan genap dari setengah panjang gelombang. Dan Interferensi konstruktif
adalah penguatan maksimum dua gelombang cahaya yang mengalami interferensi
sehingga menghasilkan garis terang. Dua gelombang ini mengalami interferensi
konstruktif jika beda fasenya Δφ = 0, 2π, 4 π, 6 π rad atau kelipatan genap
dari π. Beda fase ini dinyatakan dengan persamaan
Δφ
= (2n) π, n = 0,1,2,..........................................................................................2
beda
fase ini menunjukkan beda lintasan panjang setengah gelombang (0,5 λ) dengan
demikian interferensi konstruktif terjadi jika beda lintasannya adalah
kelipatan genap dari setengah panjang gelombang (Anonim C, 2012).
D.
Aplikasi
dari Interferometer
Salah
satu aplikasi Interferometer Michelson yang paling umum adalah pembuktian teori
relativitas khusus. Aplikasi lainnya adalah untuk mendeteksi gelombang
gravitasi, sebagai core dari spektroskopi transformasi fourier. Aplikasi lain
yang menarik adalah sebagai instrumen untuk mendeteksi keberadaan planet di
sekitar bintang. Aplikasi lebih lanjut digunakan untuk menghasilkan delay
line interferometer misalnya sebuah demulator DPSK optis yang mengkonversi
modulasi fase menjadi modulasi amplitudo dalam jaringan DWDM. Beberapa aplikasi
membutuhkan sumber cahaya yang memiliki koherensi waktu dan koherensi ruang
yang sangat tinggi. Aplikasi ini banyak digunakan untuk interferometri,
holografi, dan beberapa tipe sensor optik (Halliday, 1999 ). Untuk aplikasi
lain dengan tingkat koherensi yang lebih kecil, contohnya koherensi waktu yang
rendah (tetapi dikombinasikan dengan koherensi ruang yang tinggi) diperlukan
untuk tomografi (optical coherence tomography), dimana tampilannya
dihasilkan oleh interferometri dan resolusi tinggi yang memerlukan koherensi
waktu rendah. Derajat koherensi juga sesuai untuk tampilan laser proyeksi, aplikasi
gambar dan pointer (Paschotta, 2006).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
A.
Alat dan Bahan
Pada
percobaan Interferensi Michelson ini digunakan alat dan bahan adalah sebagai
berikut:
Gambar
3.1 Interferometer
Gambar
3.2 Layar
Gambar 3.3 Laser
B.
Prosedur Percobaan
Ada pun prosedur pada percobaan ini
adalah sebagai berikut :
a.
Pengukuran Panjang Gelombang
1. Mengatur laser dan interferometer
sehingga dapat melihat dengan jelas fringes melingkar.
2. Mengatur knob mikrometer sehingga
lengan levernya kira-kira parallel dengan sisi dasar introferometer. Dalam
posisi ini hubungan antara rotasi knob dan pergerakan cermin mendekati linear.
3. Memutar knob micrometer satu putaran
penuh arah counterclockwise. Memutar hingga angka nol pada knob terarah dengan
tanda indeks. Mengabaikan backlash yang terjadi ketika memutar reverse.
4. Menandai
rujukan pada kertas diantara dua fringes.
5. Memutar pelan knob mikrometer counterclockwise. Menghitung jumlah
fringes yang melewati tanda rujukan tadi. Menghitung hingga 20 fringes.
6. Mencatat berapa jarak pergeseran
cermin yang bergerak kea rah beam-splitter dari knob micrometer, kita
menyebutnya dm.
7. Mencatat
jumlah fringes yang melewati rujukan tadi, kita menyebutnya m.
8. Menghitung panjang gelombang laser
dengan rumus λ = 2dm/m .
Menghitung error percobaan.
9. Menghitung persentasi perbedaan
panjang gelombang antara pengukuran dengan laser yang tertera dalam spesifikasi
alat.
b. Pengukuran
Indeks Refraksi Udara
1. Mengatur
laser dan interferometer seperti sebelumnya.
2. Mengatur setup percobaan. Memutar
hose udara dari pompa vacuum melalui keluaran lubang udara untuk mengosongkan
chamber. Memasukkan plug berbentuk pisang dari vacuum chamber ke dalam lubang
di dasar interferometer, yaitu antara cermin tetap dan beam-splitter.
3. Mengatur baut pengarah dari cermin
tetap sehingga pusat pola interferensi jelas kelihatan pada layar. Pola fringe
kadang terganggu oleh ketidakteraturan dalam ujung gelas chamber.
4. Mengusahakan vacuum chamber tegak
lurus terhadap berkas laser. Memutar chamber
pelan-pelan dan mengamati efek pada fringes interferensi.
5. Menekan chamber yang kosong, kemudian
membiarkan udara masuk sedikit demi sedikit sambil diadakan pengukuran.
6. Mencatat P1 (cm Hg) yaitu
pembacaan pompa vacuum mula-mula. Pi dan Pf harus tekanan
absolute yaitu Pabsolut = 76cmHg – Ppompa
7. Menandai titik rujukan anatar
sepanjang fringes pada layar pengamatan. Memompa pelan-pelan udara keluar dari
chamber ke suatu tekanan tertentu. Mencatat Δm, juga mencatat tekanan akhir popmpa Pf.
C. SKETSA ALAT
IV.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Adapun
data pengamatan pada percobaan ini ditunjukkan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Data pengamatan percobaan
interferometer michelson
|
|
𝝀x
|
||
20
|
6,9
|
0,69
|
||
20
|
6,4
|
0,64
|
||
20
|
7,6
|
0,76
|
||
20
|
6,0
|
0,60
|
||
20
|
6,8
|
0,68
|
||
B.
Pembahasan
Dalam
percobaan interferometer Michelson ini, digunakan sebuah alat yang dinamakan
dengan interferometer yang berguna untuk mengukur panjang gelombang. Dalam
beberapa pemakaian scientific dan
industri dengan interferomer, sumber cahaya yang sudah diketahui sebelumnya,
panjang gelombangnya dipakai untuk mengukur pergeseran yang relatif kecil. Interferometer Michelson adalah
salah satu jenis dari alat interferometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk
menghasilkan suatu pola interferensi.
Interferometer Michelson
merupakan alat yang paling umum digunakan dalam mengukur pola interferensi untuk
bidang optik yang ditemukan oleh Albert Abraham Michelson. Prinsip
yang digunakan pada interferometer Michelson adalah pembagian amplitudo atau
pemantulan sebagian dan transmisi sebagian. Kemudian, berkas-berkas yang
dipantulkan akan ditransmisikan (dibiaskan) dan dipantulkan lagi oleh
cermin-cermin sehingga bertemu lagi dan berinterferensi. Seperti
halnya celah ganda young, interferometer michelson mengambil cahaya monokromatik
yang berasal dari sebuah sumber tunggal dan membaginya ke dalam dua gelombang
yang mengikuti lintasan-lintasan yang berbeda.
Michelson terpesona dengan
masalah mengukur kecepatan cahaya pada khususnya. Sementara di Annapolis, ia melakukan percobaan pertama dari kecepatan cahaya, sebagai bagian dari sebuah kelas demonstrasi pada 1877, saat itu Michelson mulai merencanakan penyempurnaan dari
cermin berputar metode
Leo Foucoult untuk mengukur kecepatan cahaya, menggunakan optik ditingkatkan dan dasar yang lebih panjang. Dia melakukan beberapa
pengukuran awal menggunakan sebagian besar
peralatan seadanya pada tahun 1878 tentang waktu yang karyanya sampai pada
perhatian Simon Newcomb, direktur Kantor Nautical Almanac yang sudah maju dalam perencanaan
studi sendiri. Michelson menerbitkan hasil 299.910±50 km/s pada tahun 1879 sebelum bergabung Newcomb di
Washington DC untuk membantu pengukuran
di sana. Jadi memulai karir profesional dengan kerjasama panjang dan persahabatan antara keduanya.
Pada 1887 ia dan Edward Morley dilaksanakan
yang terkenal percobaan Michelson-Morley yang tampaknya mengesampingkan keberadaan
ether. Percobaan mereka untuk gerakan
yang diharapkan Bumi relatif terhadap aether, hipotetis cahaya
medium yang seharusnya perjalanan, menghasilkan hasil null. Terkejut, Michelson mengulangi
percobaan dengan ketepatan yang lebih besar dan lebih besar selama bertahun-tahun,
namun tetap tidak menemukan kemampuan untuk mengukur ether. Michelson-Morley
yang hasilnya sangat berpengaruh dalam komunitas fisika, Hendrik Lorentz
terkemuka untuk merancang miliknya sekarang terkenal kontraksi Lorentz
persamaan sebagai sarana untuk menjelaskan hasil nol. Dia kemudian pindah ke astronomi menggunakan interferometer dalam pengukuran
bintang, dalam mengukur diameternya dan pemisahan bintang biner. Dia melakukan pengukuran awal dari kecepatan
cahaya yang luar biasadan pada 1881 ia menemukan interferometer untuk tujuan menemukan efek
dari gerakan
bumi pada kecepatan yang diamati. Michelson bersama Profesor E.W Morley
menggunakan interferometer, ditunjukkan bahwa cahaya berjalan pada kecepatan
konstan dalam semua sistem inersia acuan. Instrumen juga memungkinkan jarak yang akan diukur dengan akurasi
yang lebih besardengan menggunakan panjang gelombang cahaya. Michelson menjadi lebih tertarik pada astronomi
dan pada tahun 1920, dengan menggunakan interferensi cahaya dan versi
yang sangat berkembang darialat sebelumnya,
ia mengukur diameter bintang Betelgeuse: ini adalah pertama penentuan
ukuran bintang yang dapat dianggap sebagai akurat. Dari tahun
1920dan ke 1921 Michelson dan Francis G. Pease menjadi orang pertama
untuk mengukur diameter bintang selain Matahari. Mereka
menggunakan interferometer astronomi di Observatorium Gunung Wilson untuk mengukur diameter bintang super-raksasa Betelgeuse.
Sebuah pengaturan periskop digunakan untuk mendapatkan murid di
densifiedinterferometer, sebuah metode kemudian diselidiki secara rinci oleh
AntoineEmile Henry Labeyrie untuk digunakan dalam "Hypertelescopes"
untuk pengukuran diameter bintang dan pemisahan bintang-bintang
biner.
Interferensi
adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu
pada satu titik di ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat
digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan
ketebalan bahan. Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada
prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang
tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola
interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus
berasal dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering
dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau
lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi.
Secara
prinsip, interferensi merupakan proses
superposisi gelombang atau cahaya. Interferensi terjadi apabila dua atau lebih
gelombang bertemu dalam ruang dan waktu. Satu tempat terjadinya interferensi
adalah pada satu daerah ruang dimana gelombang pantul dan gelombang datang
bertemu. Ada syarat yang harus dipenuhi agar terjadi interferensi, yaitu kedua
sumber cahaya harus koheren. Artinya kedua sumber cahaya memiliki beda fase
yang selalu tetap. Sehingga kedua sumber cahaya harus memiliki frekuensi yang
sama. Beda fase dari kedua sumber cahaya ini bisa nol ,tetapi tidak harus nol.
Dan kedua sumber cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama, jika tidak interferensi
yang dihasilkan kurang mencolok
Pada hasil percobaan yang telah kami
lakukan, dapat diketahui tentang beberapa sifat dasar cahaya, serta
penglihatan. Merambat artinya sama dengan menjalar atau mengalir. Jadi, cahaya
merambat dari satu tempat dari sumber ke tempat lain misalnya cahaya metahari
yang merambat dari keseluruhan ruang disekitarnya termasuk bumi. Cahaya lampu
di dalam kamar merambat keseluruh kamar, pemantulan cahaya akan merambat lurus
bila ada benda yang menghalangi perambatannya, sehingga perambatan berhenti
kecuali jika benda yang menghalangi itu tembus cahaya seperti halnya kaca
jendela. Jika benda yang menghalangi itu tidak tembus cahaya, cahaya tidak
dapat merambat ke belakang benda, cahaya tidak dapat disebut bayangan benda.
Pada saat menghidupkan laser, sinar
laser tersebut akan terpantulkan menuju beam-splitter,
jarak antara laser dan interferometer sekitar 20 cm. Pada saat cahaya laser
mengenai beam-splitter, baut yang ada pada beam-splitter
dilonggarkan sehingga sinar laser tidak mengenai beam-splitter secara tepat.
Dan mengatur baut yang ada pada cermin M2 sampai pada sudut sekitar 45o
supaya sinar yang terpantul langsung memantul kembali ke aperture laser. Setelah itu terlihat cahaya dua spot laser pada
layar yang bersesuaian dengan dua lintasan. Setiap lintasan akan menghasilkan
lebih darri satu spot laser karena pemantulan ganda yang diperoleh dari beam-splitter. Sinar yang terpantul pada
layar selanjutnya kita tempatkan pada satu titik supaya bertumpuk pada titik
yang paling terang, caranya dengan mengatur cermin tetap. Pengaturan dilakukan
sampai terlihat pola gelap-terang yang menunjukkan bahwa interferensi sudah
terbentuk pada layar. Kemudian untuk menghitung jumlah fringers, knob micrometer counterclockwise
diputar pelan-pelan hingga hitungan sekitar 20 fringers. Setelah itu mencatat jarak pergesaran cermin yang
bergerak ke arah beam-splitter.
Pola interferensi yang diperoleh
dari percobaan ini berupa pola interferensi gelap terang. Mirip dengan deretan
cincin-cincin lingkaran terang dan gelap. Pola interferensinya terdapat
lingkaran gelap di pusat bola, ini menandakan kedua sinar yang terinferensi
saling menghancurkan. Panjang gelombang dari sumber cahaya laser setelah
mendapatkan pengukuran dari jarak perpindahan cermin (dm) diperoleh panjang
gelombang (sinar laser) rata-rata sebesar 0,67.10-6 m. Jika
dibandingkan dengan teori yang sebenarnya panjang gelombang sinar laser itu
sendiri 0,6328.10-6 m sehingga hampir mendekati dengan nilai teori
tersebut.
Dari hasil percobaan juga didapat
nilai dm yang berbeda-beda dengan dm rata-rata sebesar 6,74.10-6 m.
Hal ini terjadi karena jarak perpindahan cermin kita ubah-ubah sebelumnya
dengan melonggarkan bautnya serta nilai dm itu berubah-ubah disebabkan efek
dari knob mikrometer counterclock wise
yang telah diputar-putar secara perlahan hanya untuk menghitung jumlah fringers
sebanyak 20 fringers. Semakin besar nilai dm maka semakin besar juga nilai
panjang gelombangnya, dan sebaliknya. Semakin kecil nilai dm maka semakin kecil
juga nilai panjang gelombangya.
V. KESIMPULAN
Dari
percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Percobaan
yang telah dilakukan kurang berhasil karena memiliki nilai KR 10%, karena
seharusnya suatu percobaan dikatakan berhasil apabila nilai KR nya kurang dari
10%.
2. Nilai
panjang gelombang yang diperoleh dari hasil percobaan jauh berbeda berbeda
dengan nilai panjang gelombang pada teori yaitu 400 nm banding 632,8 nm, hal
ini dikarenakan kurangnya ketelitian saat melakukan praktikum.
3. Semakin
besar nilai dm maka semakin besar juga nilai panjang gelombangnya, dan
sebaliknya semakin kecil nilai dm maka semakin kecil juga nilai panjang gelombangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2012.
http://www.scribd.com/doc/564320/Sejarah Interferometer. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2012 pukul
15.30 WIB.
Anonim
C. 2012. Http//wikipedia.com/.
Diakses pada tanggal 31 Oktober 2012 pukul 15.40 WIB.
Halliday,
D., dan Resnick, R. 1999. Physics(terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto)
Jilid 2 Edisi 3. Jakarta:Erlangga.
Paschotta, R.2006. Encyclopedia of Laser Physics and Technology.www.rpphotonics.
com/coherence_length.html. Diakses pada tanggal 31/10/2012 pukul 15.10 WIB.
Soedojo,
P. 2001. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern.Yogyakarta: Gadjah
Mada
University PressTipler, P.1991. Fisika Untuk Teknik dan Sains. Jakarta:
Erlangga.
Post a Comment