I.            PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Kita sering melihat benda-benda bercahaya seperti matahari atau benda lainnya atau bola lampu listrik yang dapat memancarkan spektrum luas yang terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang-panjang gelombang itu yang berhubungan dengan cahaya tampak adalah mampu untuk mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya menyebabkan kesan-kesan subyektif dari penglihatan. Tetapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak di luar daerah di mana mata peka, dan kita mengatakan tentang daerah-daerah ultranya (ultra ungu) dan spektrum yang terletak di kedua sisi sinar tampak.
    
Spektrometer merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengamati spektrum cahaya yang terurai setelah melewati suatu medium. Susunan dari spektrometer terdiri dari komponen-komponen kolimator, teleskop dan meja spektrometer. Kolimator adalah sebuah tabung yang dilengkapi dengan lensa akromatik di mana satu ujungnya (yang menghadap prisma) dan sebuah celah S. Fungsi dari lensa kolimator adalah untuk mensejajarkan berkas sinar yang keluar dari celah. Lebar celah dapat diatur dengan menggunakan sekrup pengatur di ujung teropong teleskop (PC). Teleskop yang digunakan terdiri dari lensa obyektif dan lensa okuler. Posisi lensa okuler terhadap lensa obyektif dapat diatur dengan sekrup PF. Untuk menentukan posisi celah dengan tepat, digunakan benang silang sebagai rujukan. Meja spektrometer merupakan tempat untuk meletakan prisma.



B. Tujuan Percobaan

     Adapun tujuan dari percobaaan ini adalah:
     1. Dapat mengungkapkan dasar kerja spektrometer.
     2. Mengatur komponen spektrometer.
     3. Dapat menentukan indeks bias bahan prisma dengan cara deviasi minimum.




                                                                                                                                    II.            TINJAUAN PUSTAKA


A.    Dispersi Cahaya
Dispersi cahaya adalah penguraian cahaya polikromatik (cahaya putih) menjadi cahaya monokromatik (merah, jingga, kuing, hijau, biru nila, ungu) lewat pembiasan atau pembelokan. Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah dapat mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi), pelenturan (difraksi), diserap arah getarnya (polarisasi), dan diuraikan (dispersi). Dispersi yaitu peristiwa terurainya cahaya putih menjadi cahaya yang berwarna-warni. Suatu cahaya putih terdiri atas beberapa spektrum warna yang terbagi berdasarkan panjang gelombang masing-masing. Saat suatu sinar cahaya melewati suatu medium yang transparan maka akan mengalami pembiasan akibat perbedaan indeks bias medium yang dilewatinya. Cahaya putih yang dapat terurai menjadi cahaya yang berwarna-warni disebut cahaya polikromatik sedangkan cahaya tunggal yang tidak bisa diuraikan lagi disebut cahaya monokromatik. Peristiwa dispersi juga terjadi apabila seberkas cahaya putih dilewatkan pada suatu prisma sehingga membentuk spektrum cahaya.Spektrum ini dapat diamati melalui spectrometer (Sears, Zemansky. 2001).



B.     Prisma
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca.Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semula.
Sudut yang dibentuk antara arah sinar datang dengan arah sinar yang meninggalkan prisma disebut sudut deviasi diberi lambang D. Besarnya sudut deviasi tergantung pada sudut datangnya sinar.

Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (Dm) jika sudut datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma itu menjadi segitiga sama kaki, sehingga berlaku i1 = r2 = i (dengan i = sudut datang), dan i2 = r1 = r (dengan r = sudut bias) (Beiser, 1987).


C.    Spektrometer
Spektrometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengamati spektrum cahaya yang terurai setelah melewati suatu medium sehingga membentuk suatu spektrum. Dalam astronomi dan beberapa cabang kimia, spektrometer adalah alat optik untuk menghasilkan garis spektral dan mengukur panjang gelombang dan intensitasnya. Metoda penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri. Variabel  yang paling sering diukur adalah lampu. Dalam spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang gelombangnya secara kontinyu. Hasil percobaan diungkapkan dalam spektrum dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan gelombang atau frekuensi) sinar datang dan kordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel (Artoto, 2007).
Spektrometer terdiri dari lima bagian utama yaitu, celah masuk, kolimator, pendispersi, lensa, detektor. Terdapat dua jenis spektrometer jika ditinjau dari bagian pendispersi, yaitu dengan prisma dan kisi. Pada spektrometer berbasis prisma, prisma memiliki keuntungan menghasilkan satu spektrum cahaya yang jelas (terang), tapi nilainya tidak linear. Dispersi akan berkurang secara signifikan di daerah panjang gelombang merah, dan analisis spektral selanjutnya memerlukan tiga referensi (pengukuran ulang) untuk kalibrasinya. Sedangkan pada kisi mempunyai kemampuan untuk memberikan resolusi yang sangat baik, tapi grating  juga akan mendispersikan spektrum visibel pada gambar. Ini berarti tidak semua spektrum cocok dibidang kamera, mungkin diperlukan beberapa  eksposur untuk menangkap gambar (Soedojo, 1985).

D.    Hukum Snellius
Hukum refleksi dan hukum refraksi mengenai arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada antar muka yang halus diantara dua material optik ialah. Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan dan normal terhadap permukaan semuanya terletak pada bidang yang sama. Sudut refleksi θr sama dengan sudut masuk θa untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material. Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antar muka itu, rasio dari sinus sudut θa dan θb, dimana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi. Persamaan ini dinamakan hukum refraksi atau hukum Snellius. Persamaan ini memperlihatkan bahwa apabila sebuah sinar lewat dari satu material (a) ke dalam material lain (b) yang mempunyai indeks refraksi yang lebih besar (nb> na) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih lambat, maka sudut θb, dengan normal lebih kecil dalam material kedua dari pada sudut θa dalam material pertama, maka sianr itu dibelokkan mendekati normal. Apabila material kedua itu mempunyai indeks refraksi yang lebih kecil dari pada material pertama (nb< na) dan karena itu maka laju gelombang dalam material itu lebih cepat , maka sinar itu dibelokkan menjauhi normal (Zemansky, 2001).


E.     Spektrum Kasat Mata
Spektrum kasat mata adalah bagian dari spektrum optik; mata normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380 sampai 780 nm (frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik. Warna pencampuran seperti pink atau ungu, tidak terdapat dalam spektrum ini karena warna-warna tersebut hanya akan didapatkan dengan mencampurkan beberapa panjang gelombang.

Panjang gelombang yang kasat mata didefinisikan oleh jangkauan spektral jendela optik, wilayah spektrum elektromagnetik yang melewati atmosfer Bumi hampir tanpa mengalami pengurangan intensitas atau sangat sedikit sekali (meskipun cahaya biru dipencarkan lebih banyak dari cahaya merah, salah satu alasan menggapai langit berwarna biru). Radiasi elektromagnetik di luar jangkauan panjang gelombang optik, atau jendela transmisi lainnya, hampir seluruhnya diserap oleh atmosfer. Dikatakan jendela optik karena manusia tidak bisa menjangkau wilayah di luar spektrum optik. Inframerah terletak sedikit di luar jendela optik, namun tidak dapat dilihat oleh mata manusia.

Banyak spesies yang dapat melihat panjang gelombang di luar jendela optik. Lebah dan serangga lainnya dapat melihat cahaya ultraviolet, yang membantu mereka mencari nektar di bunga. Spesies tanaman bergantung pada penyerbukan yang dilakukan oleh serangga sehingga yang berkontribusi besar pada keberhasilan reproduksi mereka adalah keberadaan cahaya ultraviolet, bukan warna yang bunga perlihatkan kepada manusia. Burung juga dapat melihat ultraviolet (300-400 nm).
Tabel 2.1 Warna-warna di dalam spektrum
Warna
Panjang gelombang (nm)
Ungu
380-450
Biru
450-495
Hijau
495-570
Kuning
570-590
Jingga
590-620
Merah
620-750
Pink
1000-10.000

Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya.

                                                                                             IV.            HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



A.    Data Pengamatan
Adapun data yang diperoleh dari percobaaan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Untuk Sumber Cahaya Lampu Hg
   No.
Warna
i
r
δmin
n
1.
Ungu
306,6
345,2
380
1,5
2.
Biru
306,6
344,1
380
1,5
3.
Hijau
306,6
343,4
560
 1,69
4
Kuning
306,6
344,5
540
 1,67
5
Merah
306,6’
343,1’



 Table 4.2. Hasil Pengamatan Untuk Sumber Cahaya Lampu Na
   No.
Warna
i
r
δmin
n
1.
Merah
306,2
253,1
380
1,5
2.
Kuning
306,2
254,1
380
1,5
3.
Hijau
306,2
254,2
560
 1,69
4
Orange
306,2
254,4
540
 1,67
5
Kuning
306,2’
253,6’


6
Biru
306,2’
252,1’


7
Ungu
306,2’
251,3’




B.       Pembahasan
Cahaya polikromatik dapat terdispersi menjadi cahaya monokromatik bila dilewatkan pada sebuah prisma. Spektrum-spektrum warna yang terbentuk dapat diamati melalui spektrofotometer. Dengan mengetahui skala kedudukan teropong (sudut deviasi minimum) dan sudut bias prisma, maka secara matematis indeks bias prisma dapat diketahui. Pembacaan skala kedudukan teropong (Dmin) dilakukan dua kali, dari sisi kanan dan sisi kiri. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesalahan pembacaan skala. Dengan pembacaan dua sisi diharapkan ketelitian dalam membaca skala sehingga di dapat data yang akurat.

Pertama-tama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu peralatan dirangkai seperti pada Gambar (3.2) kemudian lampu Hg dipasang pada sistem tegangan tinggi. Lalu setelah lampu terpasang barulah rangkaian disambungkan ke PLN. Kemudian letak lampu diatur dibelakang kolimator hingga sinar dari lampu dapat sampai ke prisma. Kemudian fokus teropong diatur agar dapat melihat benda di tak terhingga. Lalu posisi dari kolimator diatur agar spektrum cahaya yang terlihat pada celah kolimator dengan cukup tajam dan spektrum tampak bersama-sama dengan pembagian skala. Lalu ditentukan besar sudut pelurus pada kolimator yang ditunjukkan pada skala vernier dengan teleskop. Kemudian ditentukan besar sudut deviasi yang ditunjukkan pada skala vernier pada setiap warna yang terlihat. Setelah itu dilakukan percobaan serupa dengan menggunakan variasi lampu Na dengan urutan langkah kerja yang sama.        

Spektrum cahaya pada prisma terjadi akibat dari pembelokan cahaya oleh prisma. Prisma terdiri dari dua bidang datar, pembias I dan pembias II. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca. Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semula dan terbentuklah spektrum warna.

Kolimator berfungsi untuk mengubah sinar atau cahaya menjadi berkas yang sejajar. Sinar yang berasal dari sumber merupakan berkas sinar baur (memancar kesegala arah). Kalimator sinar baur tersebut diubah menjadi berkas sinar yang sejajar sebelum dilewatkan ke prisma.

Adapun mekanisme lampu gas baik Hg maupun Na memancarkan cahaya polikromatik. Pada saat sistem dihubungkan dengan sumber tegangan PLN, maka lampu gas akan mengalami pemanasan oleh tegangan listrik. Besarnya nilai tegangan ini diperoleh dari transformator step up yang memperbesar nilai tegangan sumber PLN. Pemanasan ini mengakibatkan elektron yang berada pada atom-atom lampu gas baik Hg maupun Na menjadi tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi disebabkan elektron-elektron ini mendapat energi tambahan akibat pemanasan tersebut. Eksitasi elektron ini bisa terjadi dari tingkat energi terendah ke satu tingkat energi di atasnya ataupun ke dua tingkat energi di atasnya dan seterusnya. Ketika elektron mengalami eksitasi maka elektron tersebut akan menjadi tidak stabil. Hal ini akan membuat elektron kembali ke tingkat energi asalnya. Loncatan dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi rendah akan mengakibatkan elektron memancarkan energi dalam bentuk foton. Foton inilah yang bertindak sebagai cahaya. Karena adanya variasi eksitasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka foton memiliki variasi energi yang berbanding terbalik dengan nilai panjang gelombangnya. Variasi inilah yang menyebabkan timbulnya cahaya polikromatik dari lampu gas baik Hg maupun Na.

Dari data hasil percobaan pada Tabel 4.1, maka dapat diketahui bahwa cahaya dari lampu Hg yang sifatnya polikromatik diuraikan menjadi cahaya monokromatik, yaitu ungu biru, hijau, kuning, dan merah. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Pada saat cahaya dari lampu Hg telah disejajarkan dengan pengaturan pada letak dan celah kolimator, lalu cahaya diarahkan ke prisma yang terletak di dalam spektrometer. Kemudian cahaya mengalami pembiasan dari medium udara ke kaca prisma lalu ke udara yang ada di dalam prisma. Setelah itu, cahaya akan mengalami penguraian cahaya dengan sudut deviasi terkecil dialami oleh cahaya dengan panjang gelombang terbesar yaitu cahaya merah dan sudut deviasi terbesar dialami oleh cahaya dengan panjang gelombang terbesar yaitu cahaya warna ungu. Dari teleskop pada spektrometer, penguraian cahaya ini dapat dilihat dalam bentuk diskret cahaya dimana tiap warna memiliki cahaya uraian yang lebih halus yang dinamakan duplet (dua cahaya halus) dalam percobaan ini warna orange, kuning, hijau, ungu dan triplet (3 cahaya halus) dalam percobaan ini merah dan biru.

Error juga dapat terjadi pada percobaan spektrometer menggunakan gas helium ini. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai error spektrum warna merah sangat besar yaitu 54.02 %. Hal tersebut terjadi karena fokus dari teropong mengalami pergeseran atau tidak terlalu fokus pada spektrum warna merah, sehingga sudut deviasi yang didapatkan terlalu besar, akibatnya nilai errornya menjadi besar. Hal ini juga dapat terjadi karena letak dan celah kolimator yang semula sudah diatur dengan benar mengalami pergeseran, jika terjadi pergeseran sedikit saja pada kolimator dapat mempengaruhi sudut deviasi yang terbentuk, karena sudut pelurus dari kolimator sudah berubah. Faktor lain adalah pengaruh cahaya yang lainnya, seperti cahaya matahari atau cahaya lampu. Pengaruh cahaya dari luar dapat mempengaruhi spektrum warna yang terbentuk dari penguraian warna gas hidrogen, cahaya tersebut dapat membuat spektrum warna menjadi tidak terlalu jelas. Sehingga sudut yang terbentuk kurang begitu akurat.

Percobaan spektrometer ini didapatkan beberapa data yaitu sudut pelurus kolimator, sudut puncak prisma, sudut deviasi, dan spektrum warna yang terbentuk dari gas gas helium dan lampu gas nitrogen. Dari percobaan, diketahui sudut puncak prisma adalah 60° dan sudut pelurus kolimator adalah 290°. Data yang diperoleh dari percobaan ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan 4.2. Berikut ini gambar spektrum warna dari lampu gas helium dan nitrogen (gambar 4.1 dan 4.2).

Berdasarkan Gambar dapat dilihat bahwa semakin menuju ke warna ungu sudut deviasi yang terbentuk semakin besar. Warna merah dibelokkan lebih kecil daripada warna ungu yang dibelokkan lebih besar. Hal ini disebabkan karena warna merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada warna ungu. Semakin besar panjang gelombang yang dimiliki oleh spektrum warna maka spektrum warna yang terbentuk akan dibelokkan lebih sedikit.

Dari hasil percobaan, dapat dilihat bahwa indeks bias prisma memberikan nilai yang berbeda pada masing-masing panjang gelombang. Hal ini dapat disebabkan karena masing-masing spektrum warna menghasilkan sudut deviasi minimum yang berbeda. Dengan mengetahui indeks bias prisma pada masing-masing panjang gelombang, maka daya dispersi prisma dapat diketahui. Daya dispersi fraunhofer pada prisma sama sisi adalah sebesar 0,0058 sedangkan pada prisma sama kaki daya dispersi fraunhofer 0,0146. Hal ini dapat menunjukan bahwa prisma sama kaki memiliki kemampuan menguraikan cahaya lebih besar dibandingkan dengan prisma sama sisi.


                                                                                                                                                       V.            KESIMPULAN



1.      Spektrum cahaya yang terbentuk dari cahaya lampu gas helium ialah merah, kuning, hijau, biru, dan ungu dan lampu gas neon adalah merah, orange, kuning, biru dan ungu. Indeks bias spektrum warna pada lampu gas Hg dari warna merah, kuning, hijau, biru, dan ungu adalah 1.877, 1.883, 1.890, 1.895, 1.899
2.      Pada lampu gas Na yaitu merah, orange, kuning, biru dan ungu, berurutan sebesar 1,874, 1,879, 1,880, 1,885, 1,894. Panjang gelombang masing-masing spektrum cahaya merah, kuning, hijau, biru, dan ungu berturut-turut pada gas helium sebesar 367,34 nm, 299,92 nm, 287,10 nm, 278,51 nm, dan 272,33 nm serta pada lampu gas neon dari merah, orange, kuning, biru dan ungu berturut-turutyaitu 647,94 nm, 570,94 nm, 558,52 nm, 510,15 nm, dan 444,30 nm.
3.      Prisma yang diletakkan dimeja spektrometer membuat cahaya putih berubah menjadi cahaya dengan warna tertentu sesuai dengan lampu yang digunakan.
4.      Intensitas cahaya dari dari masing-masing spektrum cahaya yang dihasilkan mempengaruhi hasil besar sudut bias (r) yang diperoleh.
5.      Besar sudut bias (r) untuk masing-masing spektrum warna cenderung semakin besar, dan untuk besar sudut deviasi minimum (δmin) yang diperoleh cenderung semakin besar juga namun perubahannya kurang teratur.

 





Post a Comment

 
Top