I.        PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik, dan sebagainya. Tansduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optik (radiasi) atau thermal (panas).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama dibidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan, dimana sebelumnya banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan mesin, berikutnya dengan electro-mechanic (semiotomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS) dan Computerized Integrated Manufacture (CIM). Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung kepada sensor maupun transduser yang digunakan. Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara

otomatis. Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis, dan sebagainya.

Sensor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu sensor optik, sensor temperatur, sensor magnetik, sensor sonik, dan sensor mekanik. Pada percobaan ini yang digunakan adalah sensor optik. Elemen-elemen sensitif cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.

Sensor optik adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya yang mengenai benda atau ruangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jati dan Mulyana (2009) yang berjudul  “Pembuatan Sistem Monitor Intensitas Cahaya Terkomputerisasi Menggunakan Sensor LDR”. Penelitiannya bertujuan untuk membuat alat pengukur intensitas cahaya dengan bahasa pemrograman delphi 7.0 dan sensor LDR. Untuk mengetahui lebih jelasnya karakteristik sensor optik maka dilakukan percobaan ini.

B.     Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat memahami karakteristik sensor optik : LDR dan photodioda
2.      Mampu mengkalibrasi tanggapan LDR dan photodioda
3.      Mahasiswa memahami rangkaian pengkondisi sinyal tahap awal dari LDR dan photodioda.





II.     TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Sensor

Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Sensor mempunyai fungsi mengubah besaran fisis tertentu agar dapat diukur. Sedangkan transduser merupakan sebuah alat yang bila terkena suatu bentuk energi dapat mengubahnya menjadi bentuk energi yang lain (Warsito, 2010). Elemen sensor diklasifikasikan berdasarkan sinyal outputnya, elektrik atau mekanik. Elemen dengan output elektrik dibagi lagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Peralatan pasif membutuhkan suplai power dari luar dengan tujuan untuk memberikan sinyal output berupa tegangan ataupun arus sedangkan peralatan aktif tidak membutuhkan suplai power dari luar. Sensor dengan output mekanik umumnya digunakan sebagai elemen sensor primer dalam sistem pengukuran untuk variabel mekanik seperti gaya atau laju aliran. Untuk memperoleh sinyal elektrik, elemen sensor primer ini diikuti oleh elemen sensor sekunder dengan sinyal output elektrik.

Dalam sistem pengukuran dikenal tiga jenis sensor yaitu sensor Thermal, sensor Mekanik, dan sensor Optik. Namun dalam laporan ini hanya akan dibahas mengenai sensor optik. Sensor optik merupakan sensor yang bekerja berdasarkan besaran fisis berupa cahaya (intensitas) yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengenai benda atau ruangan. Contohnya  photovoltaic, photodiode detector, light dependent resistant (LDR), photo cell, photo transistor, photo multiplier, pyrometer optic, dan sebagainya. Banyak alat-alat dalam dunia instrumentasi yang menggunakan sensor optik atau cahaya dan telah banyak

alat-alat yang dibuat menggunakan prinsip bahkan melibatkan sensor optik sebagai bagian dari alat yang dibuat (Anonimous A, 2009).

B.     Sensor LDR

LDR adalah suatu bentuk komponen yang mempunyai perubahan resistansi yang besarnya tergantung pada cahaya dan merupakan alat yang mengubah perlawanan mereka ketika cahaya jatuh pada mereka, bila tidak ada cahaya, itu akan memiliki ketahanan yang sangat tinggi. LDR  mempunyai dua buah elektroda pada permukaannya. Pada saat gelap atau cahaya redup, bahan dari cakram tersebut menghasilkan elektron bebas dengan jumlah yang relatif kecil. Sehingga hanya ada sedikit elektron untuk mengangkut muatan elektrik. Artinya pada saat cahaya redup LDR menjadi konduktor yang buruk, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi yang besar pada saat gelap atau cahaya redup. Pada saat cahaya terang, ada lebih banyak elektron yang lepas dari atom bahan semikonduktor tersebut. Sehingga akan ada lebih banyak elektron untuk mengangkut muatan elektrik. Artinya pada saat cahaya terang LDR menjadi konduktor yang baik, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi yang kecil pada saat cahaya terang.

Resistor peka cahaya (Light Dependent Resistor/LDR) memanfaatkan bahan semikonduktor yang karakteristik listriknya berubah-ubah sesuai dengan cahaya yang diterima. Bahan yang digunakan adalah Kadmium Sulfida (CdS) dan Kadmium Selenida (CdSe). Bahan-bahan ini paling sensitif terhadap cahaya dalam spektrum tampak, dengan puncaknya sekitar 0,6 µm untuk CdS dan 0,75 µm untuk CdSe. Sebuah LDR CdS yang typikal memiliki resistansi sekitar 1 MΩ dalam kondisi gelap gulita dan kurang dari 1 KΩ ketika ditempatkan dibawah sumber cahaya terang. Dalam perkembangannya piranti LED telah dibuat dengan desain menggunakan bahan organik yang disebut dengan OLED (Organic Light Emitting Device). Sementara itu elektrode bermuatan positif (anode) akan meng-injeksi hole untuk bergerak menuju pita valensi bahan organik. Dengan keadaan ini mengakibatkan terjadinya proses rekombinasi elektron dan hole di dalam bahan organik. Pada waktu proses rekombinasi terjadi, elektron akan turun dan bersatu dengan hole sambil memberikan kelebihan energi sebesar h dalam bentuk foton cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Prinsip dari piranti electroluminescent secara garis besar adalah piranti yang dapat mengeluarkan/memancarkan cahaya dengan warna (panjang gelombang) tertentu jika diberikan kepadanya medan listrik. Bagian penting dari piranti OLED adalah lapisan tipis (thin film) yang tersusun dari molekul-molekul organik / polimer yang berfungsi sebagai emitter (pemancar) cahaya dan lapisan elektrode yang disusun secara sandwich seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.1  berikut:
 



Gambar 2.1 Struktur piranti OLED satu warna

Mekanisme dari piranti OLED adalah jika pada elektrode diberikan medan listrik, fungsi kerja dari elektrode negatif (katode) tersebut akan turun yang menjadikan elektron - elektron dari katode bergerak menuju pita konduksi di bahan organik. Keadaan ini mengakibatkan munculnya hole di pita valensi (Budiharto, 2006).

Karakteristik LDR terdiri dari dua macam yaitu Laju Recovery dan Respon Spektral:
1.      Laju Recovery yaitu bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya tertentu kedalam suatu ruangan yang gelap, maka bisa kita amati bahwa nilai resistansi dari LDR tidak akan segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan gelap tersebut. Namun LDR tersebut hanya akan bisa mencapai harga di kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju recovery merupakan suatu ukuaran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu tertentu. Harga ini ditulis dalam K /detik, untuk LDR type arus harganya lebih besar dari 200 K /detik (selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan tersebut akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke tempat terang yang memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai resistansi yang sesuai dengan level cahaya 400 lux.

2.      Respon Spektral ; LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang gelombang cahaya yang jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan sebagai penghantar arus listrik yaitu tembaga, alumunium, baja, emas, dan perak. Dari kelima bahan tersebut tembaga merupakan penghantar yang paling banyak digunakan karena mempunyai daya hantar yang baik (Anonimous B, 2011).

Lambang dari LDR dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Simbol sensor LDR
Sedangkan bentuk dari sensor LDR dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bentuk sensor LDR

C.    Sensor Photodioda

Photo dioda berfungsi sebagai sensor cahaya. Photodioda adalah dioda yang bekerja berdasarkan intensitas cahaya, dimana jika photodioda terkena cahaya maka photodioda bekerja seperti dioda pada umumnya, tetapi jika tidak mendapat cahaya maka photodioda akan berperan seperti resistor dengan nilai tahanan yang besar sehingga arus listrik tidak dapat mengalir.

Photodioda merupakan sambungan substrat tipe N dan substrat tipe P yang dirancang untuk beroperasi bila dibiaskan dalam arah terbalik. Dengan pemberian tegangan mundur ini akan memperluas daerah pengosongan. Perubahan pada daerah pengosongan ini merupakan prinsip kerja dari photodioda. Ketika energi cahaya (photon) yang jatuh pada daerah pengosongan photodioda lebih besar dari tegangan barrier silikon yaitu 1,12 eV dan menembus daerah katoda, energi cahaya ini dapat menyebabkan elektron keluar dari pita valensi (valence band) dan masuk ke pita konduksi (conduction band) kemudian meninggalkan hole pada pita konduksi. Dengan kata lain elektron dan hole menempati daerah masing-masing (photovoltaic effect). Dengan kondisi diatas maka energi cahaya yang jatuh pada daerah pengosongan akan meniadakan sambungan. Daerah pengosongan yang semula menyekat arus ini akan berubah menghasilkan aliran arus elektron-hole. Jika photodioda tidak terkena cahaya, maka nilai resistansinya akan besar atau dapat kita asumsikan tak hingga. Sehingga arus yang mengalir pada komparator sangat kecil atau dapat diasumsikan dengan logika 0. Jika photodioda terkena cahaya, maka photo dioda akan bersifat sebagai sumber tegangan dan nilai resistansinya akan menjadi kecil, sehingga akan ada arus yang mengalir ke komparator dan berlogika 1. Lambang photodioda dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4.

 

Gambar 2.4 Simbol photodioda

Sedangkan bentuk dari photodioda dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Bentuk photodioda
Cahaya-cahaya yang dapat diditeksi oleh photodiode adalah cahaya-cahaya peka seperti cahaya inframerah,cahaya tampak, ultra ungu, sampai dengan sinar-X. photo dioda banyak digunakan dalam apalikasi seperti bidang medis,perhitungan kendaraan dijalanan umum secara otomatis, pengukuran cahaya pada kamera. Serta photo dioda dapat berfungsi sebagai resiver,sebagai sensor lalulintas yang mana photodiode menangkap cahaya dari LED inframerah. Beberapa karakteristik Photodioda:
a.       Arus bergantung linier pada intensitas cahaya
b.      Respons frekuensi bergantung pada bahan (Si 900 nm, GaAs 150 nm, Ge 2000 nm)
c.       Digunakan sebagai sumber arus (Anonimous C, 2010).















III.      PROSEDUR PERCOBAAN

A.   Prosedur Percobaan Sensor LDR

Adapun prosedur dari percobaan ini sebagai berikut :
1.    Menyiapkan LED dan rangkaiannya dengan cara men-seri-nya dengan R 1 kΩ dan catudaya DC 5V.
2.    Menyiapkan sebuah LDR dan multimeter pada bagian ohmmeter. Mengukur nilai R nya pada keadaan gelap dengan cara menutupnya dengan jari-jari anda.
3.    Mengukur tanggapan R dari LDR sebagai fungsi jarak dari LED

B.      Prosedur Percobaan Sensor Photodioda

Adapun prosedur dari percobaan ini sebagai berikut :
1.      Menyiapkan sebuah photodioda dan multimeter pada bagian ohmmeter. Mengukur nilai R nya pada keadaan gelap.
2.      Mengukur tanggapan R dari photodioda sebagai fungsi jarak dari senter.












IV.      HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.    Sensor LDR

Percobaan sensor LDR dilakukan dua kali pengamatan, yaitu dengan penyinaran dari atas LDR dan penyinaran dari samping LDR. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh data ketika diberi cahaya dari atas permukaan sensor yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran resistansi dengan penyinaran dari atas LDR
No
Jarak LED-LDR (cm)
Resistansi LDR (ohm)
1.
1
17 x 100
2.
2
21 x 100
3.
3
26 x 100
4.
4
28 x 100
5.
5
30 x 100
6.
6
35 x 100
7.
7
37 x 100
8.
8
39 x 100
9.
9
40 x 100
10.
10
41 x 100

LDR merupakan suatu bentuk komponen yang mempunyai perubahan resistansi yang besarnya tergantung pada cahaya. Pada percobaan sensor LDR sumber cahaya yang digunakan adalah senter handphone. Percobaan dilakukan dengan menyinari bagian atas LDR dengan jarak tertentu yang semakin lama semakin menjauhi LDR dan nilai resistansinya dapat diamati dengan ohmmeter. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan seperti ditunjukkan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak penyinaran, resistansinya semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin jauh jarak penyinaran dengan LDR intensitas cahaya yang mengenai sensor LDR semakin sedikit. Hasil percobaan ini sesuai dengan teori bahwa apabila sensor

LDR diberi cahaya yang sedikit maka akan menghasilkan resistansi yang besar, demikian sebaliknya. Hal ini dikarenakan pada saat gelap atau cahaya redup, bahan dari cakram tersebut menghasilkan elektron bebas dengan jumlah yang relatif kecil. Sehingga hanya ada sedikit elektron untuk mengangkut muatan elektrik. Artinya pada saat cahaya redup LDR menjadi konduktor yang buruk, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi yang besar pada saat gelap atau cahaya redup. Pada saat cahaya terang, ada lebih banyak elektron yang lepas dari atom bahan semikonduktor tersebut. Sehingga akan ada lebih banyak elektron untuk mengangkut muatan elektrik. Artinya pada saat cahaya terang LDR menjadi konduktor yang baik, atau bisa disebut juga LDR memiliki resistansi yang kecil pada saat cahaya terang. Hubungan antara jarak penyinaran dengan resistansi ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik hubungan jarak penyinaran dan resistansi dengan LDR

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak penyinaran maka resistansi yang diperoleh semakin besar. Semakin jauh jarak penyinaran berarti intensitas cahayanya semakin kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil intensitas cahaya, resistansi yang dihasilkan semakin besar. Sehingga karakteristik dari LDR menunjukkan penurunan secara tidaklinear terhadap intensitas radiasi.

Sensor LDR termasuk dalam sensor pasif karena LDR membutuhkan catu daya dalam pemakaiannya. Karena LDR termasuk dalam sensor pasif sehingga sensor ini lebih sensitif. Selain itu, kesensitifan LDR dapat dilihat dari pemberian cahaya yang diarahkan ke LDR. Intensitas cahaya pada senter handphone lebih kecil namun resistansinya dapat dideteksi oleh LDR. Sehingga sensibilitas LDR cukup baik.

Untuk percobaan sensor LDR dengan pemberian cahaya dari samping, hasil percobaannya ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran resistansi dengan penyinaran dari samping LDR
No
Jarak LED-LDR (cm)
Resistansi LDR (ohm)
1.
1
22 x 100
2.
2
29 x 100
3.
3
34 x 100
4.
4
42 x 100
5.
5
45 x 100
6.
6
46 x 100
7.
7
47 x 100
8.
8
48 x 100
9.
9
49 x 100
10.
10
50 x 100

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa resistansi yang diperoleh dengan penyinaran yang dilakukan dari samping LDR, resistansi yang dihasilkan semakin besar apabila jarak penyinaran semakin jauh. Hal ini tidak sesuai dengan teori, karena seharusnya dengan pemberian cahaya dari samping LDR tidak memberi pengaruh pada resistansi karena LDR menghadap ke atas. Sehingga apabila penyinaran dilakukan dari samping, cahaya yang dipancarkan tidak tepat mengenai LDR. Sedangkan pada Tabel 2, semakin jauh jarak penyinaran, resistansi yang dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan kesalahan praktikan dalam melakukan penyinaran yang arahnya tidak tepat dari samping melainkan sedikit ke atas, sehingga masih ada kemungkinan cahaya mengenai LDR yang menyebabkan resistansi semakin meningkat apabila jarak penyinaran semakin jauh.

Sensor LDR dapat diaplikasikan pada rangkaian lampu otomatis yang memanfaatkan LDR sebagai sensor cahaya yang dapat membuat lampu taman menyala secara otomatis tanpa harus mematikan atau menghidupkan lampu secara manual, dimana lampu menyala berdasarkan cahaya matahari yang diterima oleh sensor LDR. Apabila cahaya matahari mengenai sensor LDR maka nilai tahanan pada LDR berubah secara sendiri. Perubahan nilai tahanan inilah yang kemudian dikirimkan ke basis transistor untuk menggerakkan relay. Penggunaan relay disini berfungsi untuk menghidupkan lampu taman yang berdaya besar. Selama LDR mendapat cahaya dari luar maka lampu akan mati. Dan sebaliknya jika LDR tidak mendapat cahaya dari luar maka lampu akan menyala secara otomatis.

B.     Sensor Photodioda

Percobaan sensor photodioda dilakukan dua kali pengamatan, yaitu dengan penyinaran dari atas photodioda dan penyinaran dari samping photodioda. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh data ketika diberi cahaya dari atas permukaan sensor yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran resistansi dengan penyinaran dari atas photodioda
No
Jarak Senter-Photodioda (cm)
Resistansi Photodioda (ohm)
1.
1
300
2.
2
120
3.
3
80
4.
4
50
5.
5
180
6.
6
170
7.
7
200
8.
8
120
9.
9
80
10.
10
50

Photodioda merupakan sambungan substrat tipe N dan substrat tipe P yang dirancang untuk beroperasi bila dibiaskan dalam arah terbalik. Dengan pemberian tegangan mundur ini akan memperluas daerah pengosongan. Perubahan pada daerah pengosongan ini merupakan prinsip kerja dari photodioda. Ketika energi cahaya (photon) yang jatuh pada daerah pengosongan photodioda lebih besar dari tegangan barrier silikon yaitu 1,12 eV dan menembus daerah katoda, energi cahaya ini dapat menyebabkan elektron keluar dari pita valensi dan masuk ke pita konduksi kemudian meninggalkan hole pada pita konduksi. Dengan kata lain elektron dan hole menempati daerah masing-masing. Dengan kondisi di atas maka energi cahaya yang jatuh pada daerah pengosongan akan meniadakan sambungan. Daerah pengosongan yang semula menyekat arus ini akan berubah menghasilkan aliran arus elektron-hole. Jika photodioda tidak terkena cahaya, maka nilai resistansinya akan besar atau dapat kita asumsikan tak hingga. Sehingga arus yang mengalir pada komparator sangat kecil. Jika photodioda terkena cahaya, maka photo dioda akan bersifat sebagai sumber tegangan dan nilai resistansinya akan menjadi kecil, sehingga akan ada arus yang mengalir ke komparator.

Pada percobaan sensor photodioda sumber cahaya yang digunakan adalah senter. Percobaan dilakukan dengan menyinari bagian atas photodioda dengan jarak tertentu yang semakin lama semakin menjauhi photodioda dan nilai resistansinya dapat diamati dengan ohmmeter. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak penyinaran, resistansi yang diperoleh .tidak beraturan. Hubungan antara jarak penyinaran dengan resistansi ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik hubungan jarak penyinaran dan resistansi dengan photodioda
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa tidak ada kelinearan antara jarak penyinaran dengan resistansi yang diperoleh dari photodioda karena resistansi yang diperoleh acak. Sedangkan berdasarkan teori, semakin jauh jarak penyinaran yang berarti intensitas cahayanya semakin kecil, maka resistansi yang dihasilkan akan semakin besar. Resistansi yang tidak beraturan ini disebabkan adanya kemungkinan kesalahan dalam pembacaan ohmmeter.

Sensor photodioda termasuk dalam sensor aktif karena photodioda tidak membutuhkan catu daya dalam pemakaiannya. Karena photodioda termasuk dalam sensor aktif sehingga kesensitifan sensor ini sedikit lemah. Lemahnya kesensitifan photodioda dapat dilihat ketika pemberian cahaya dengan senter handphone yang memiliki intensitas cahaya yang lebih kecil, resistansinya tidak dapat terbaca pada ohmmeter. Sedangkan apabila menggunakan lampu senter yang memiliki intensitas cahaya yang lebih besar, resistansinya dapat terbaca. Sehingga sensibilitas LDR lebih baik daripada photodioda.

Untuk percobaan sensor photodioda dengan pemberian cahaya dari samping, hasil percobaannya ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengukuran resistansi dengan penyinaran dari samping photodioda
No
Jarak Senter-Photodioda (cm)
Resistansi Photodioda (ohm)
1.
1
2 k
2.
2
2 k
3.
3
2 k
4.
4
2 k
5.
5
2 k
6.
6
2 k
7.
7
2 k
8.
8
2 k
9.
9
2 k
10.
10
2 k

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa resistansi yang diperoleh dengan penyinaran yang dilakukan dari samping photodioda, resistansi yang dihasilkan konstan walaupun jarak penyinaran semakin jauh. Hal ini sesuai dengan teori, karena penyinaran dari samping tidak memberi pengaruh pada resistansi karena photodioda menghadap ke atas. Sehingga apabila penyinaran dilakukan dari samping, cahaya yang dipancarkan tidak tepat mengenai photodioda. Walaupun resistansinya diperoleh, namun hasilnya akan konstan dan jarak penyinaran tidak berpengaruh.

Beberapa karakteristik Photodioda diantaranya, arus bergantung linier pada intensitas cahaya, respons frekuensi bergantung pada bahan (Si 900nm, GaAs 1500nm, Ge 2000nm), dan digunakan sebagai sumber arus.

Photodioda dapat berfungsi sebagai scanner seperti pada alat “Perancangan Scanner Pembacaan Data KRS/KPRS Berbasis Mikrokontroller AT89S52”. Photodiode pada alat ini menerima cahaya yang kemudian arus pada photodiode akan mendekati satu fasa dengan fluks cahaya. Dengan cara kerjanya kertas KPRS akan masuk, kemudian ditarik oleh motor setteper pertama menunju sensor. Lalu bulatan hitam akan dibaca dalam bit dan dikondisikan dengan rangkaian gerbang logika. Data yang terbaca selanjutnya akan dikirim ke PC melalui port serial mikrokontroller ke port serial PC dan interfacing MAX 232, pada saat KPRS/KRS yang tidak diberi tanda lingkaran hitam menutupi photodiode yang disinari dari atas dengan sumber cahaya maka photodiode masih menerima sebagai intensitas cahaya tersebut dan pada saat kertas KRS/KPRS yang diberi bulatan hitam melewati photodiode maka hanya sebagian kecil saja intensitas cahaya yang diterima photodiode.  Komponen sensor yang tersebut di atas dapat diterapkan pada berbagai peralatan misalnya alarm, pengukuran, pengendalian, dan sebagainya.











V.     KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pada percobaan sensor LDR diperoleh, semakin jauh jarak penyinaran atau intensitas cahaya yang semakin kecil, resistansi yang diperoleh semakin besar. Hasil ini sesuai dengan teori.
2.      Karakteristik LDR menunjukkan penurunan secara tidaklinear terhadap intensitas radiasi. Sehingga grafik antara intensitas cahaya dan resistansi tidak linear.
3.      Pada percobaan photodioda, resistansi yang diperoleh acak. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam pembacaan ohmmeter.
4.      Pada saat penyinaran dilakukan dari samping, resistansi yang diperoleh tetap 2 kohm dan tidak semakin besar resistansinya. Hal ini dikarenakan sinar yang diberikan tidak tepat mengenai photodioda.

Post a Comment

 
Top