1.1 Latar Belakang
Percobaan interferensi pertama kali dilakukan oleh Thomas Young pada tahun 1801. Dalam percobaan ini dijelaskan bahwa difraksi merupakan gejala penyebaran arah yang dialami oleh seberkas gelombang cahaya ketika melalui suatu celah sempit di bandingkan dengan ukuran panjang gelombangnya. Jika pada difraksi tersebut berkas gelombangnya melalui dua celah sempit maka ketika dua gelombang atau lebih tersebut bertemu atau berpadu dalam ruang, medan-medan tersebut akan saling menambahkan dengan megikuti prinsip superposisi. Pada percobaan Young hanya menjelaskan pola interferensinya saja dan dapat membuktikan bahwa cahaya merupakan gelombang.
1.2.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan
Interferometer Michelson ini adalah:
11.
Untuk mengukur panjang gelombang cahaya dengan menggunakan interferometer
Michelson.
22.
Untuk mengetahui indeks refraksi udara.
33.
Untuk mempelajari kegunaan pada pola interferensi yang
dihasilkan oleh interferometer Michelson.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah
Interferometer Michelson
Albert
Abraham Michelson ini lahir di Strelno, Polandia pada tanggal 19 Desember 1852.
Ketika baru berusia 2 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Amerika Serikat, dan
mengubah kewarganegaraan menjadi warga negara Amerika Serikat. Michelson dan
keluarganya tinggal di San Fransisco. Ia adalah Fisikawan pertama dari Amerika
Serikat yang menerima hadiah Nobel dalam bidang Sains. Michelson muda masuk
sekolah menengah di San Fransisco pada tahun 1859. Setelah lulus, ia kemudian
melanjutkan pendidikannya ke Akademi Kelautan Amerika Serikat. Pada tahun 1873
ia mengarungi Hindia Barat selama 2 tahun sebelum ia memutuskan menjadi dosen
Fisika dan Kimia di Akademi di bawah Admiral Sampson.
Pada
tahun 1879 ia ditempatkan di Kantor Penanggalan Laut, Washington. Setahun
setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Eropa. Ia masuk Universitas Berlin dan
Heidelberg College of France, dan Politeknik Ecole di Paris. Pada tahun 1883,
Michelson kembali ke Amerika Serikat dan menjadi professor di Sekolah Fisika
Terapan, Cleveland, Ohio, dan Universitas Clark, Worcester, Massachusetts pada
tahun 1890 serta dari Universitas Chicago pada tahun 1892. Di Chicago,
Michelson adalah orang pertama yang menjabat sebagai ketua jurusan.
Sepanjang
karier keilmuwannya, Michelson sudah banyak melakukan penelitian di bidang
Fisika. Salah satunya adalah keberhasilannya dalam menentukan besar kecepatan
cahaya dengan ketepatan yang tinggi menggunakan alat yang ia buat sendiri. Pada
tahun 1887, Michelson menemukan alat Interferometer yang digunakan bersama
kimiawan Amerika Edward Williams Morley. Eksperimen Michelson dan Morley
menunjukkan bahwa 2 buah berkas cahaya dalam arah terpisah dari bumi
dipantulkan dalam gelombang dengan kecepatan yang sama. Sesuai dengan teori
eter, berkas cahaya dapat dipantulkan dalam gelombang dengan kecepatan yang
berbeda dalam hubungannya dengan kecepatan bumi. Percobaan ini membuktikan
bahwa ternyata eter itu tidak ada. Hasil ini selanjutnnya digunakan untuk
perkembangan Teori Relativitas.
Banyak tanda kehormatan yang telah diterima oleh Michelson.
Di antaranya adalah Nobel Fisika yang ia dapatkan pada tahun 1907 untuk
pengembangan instrumen. Ia juga terdaftar sebagai anggota perkumpulan
cendekiawan bergengsi di beberapa universitas di Eropa dan Amerika. Ia dan
istrinya Edna dikaruniai 4 orang anak, satu laki-laki dan tiga perempuan.
Michelson tutup usia pada tanggal 9 Mei 1931 (Beiser, 1990).
Percobaan Michelson-Morley mengungkap sifat cahaya yang
merupakan percobaan yang sangat penting dalam kajian ilmu fisika. Percobaan Michelson-Morley ini
dilakukan untuk mengungkap perilaku dari cahaya. Ada banyak implikasi dari
percobaan ini, diantaranya ialah untuk membuktikan bahwa ternyata keberadaan
eter, zat alir medium cahaya tidak terbukti kebenarannya.
Percobaan
Michelson-Morley, Merupakan salah satu percobaan paling penting dan masyhur
dalam sejarah fisika. Percobaan ini dilakukan oleh Albert Michelson dan Edward
Morley
di tempat yang sekarang menjadi kampus Case Western Reserve University. Percobaan ini dianggap sebagai
petunjuk pertama terkuat untuk menyangkal keberadaan ether sebagai medium
gelombang cahaya. Percobaan ini juga telah disebut sebagai "titik tolak
untuk aspek teoretis revolusi ilmiah kedua" (Darmawan,1990).
Hasil
karya Michelson yang sangat penting ini diperolehnya pada tahun 1887 sebagai
hasil kerja sama dengan Edward Morley, yaitu eksperimen pengukuran gerak bumi
melalui “eter”, suatu medium hipotesis yang memenuhi alam semesta ini sehingga
cahaya dapat merambat. Pengertian eter merupakan warisan dari zaman sebelum
gelombang cahaya dikenal sebagai gelombang elektromagnetik, tetapi pada waktu
itu tidak ada seorangpun yang mau menyingkirkan bahwa cahaya menjalar relatif
terhadap semacam kerangka acuan universal. eksperimen Michelson-Morley yang
sangat peka tidak mendapatkan gerak bumi terhadap eter. Ini berarti tidak
mungkin ada eter dan tidak ada pengertian “gerak absolut”. Setiap gerak adalah
relatif terhadap kerangka acuan khusus yang bukan merupakan kerangka acuan
universal. Pada eksperimen yang pada hakekatnya membandingkan kelajuan cahaya
sejajar dengan dan tegak lurus terhadap kelajuan bumi mengelilingi matahari,
juga eksperimen ini memperlihatkan bahwa kelajuan cahaya sama bagi setiap
pengamat, suatu hal yang tidak benar bagi gelombang memerlukan medium material
untuk merambat (seperti gelombnag bunyi dan air). Eksperimen Michelson-Morley
telah meletakan dasar bagi teori relativitas khusus Einstein yang dikemukakan
pada tahun 1905, suatu teori yang sukar diterima waktu itu, bahkan Michelson
sendiri enggan untuk menerimanya. Michelson menerima hadiah Nobel dalam tahun
1907, dan merupakan ilmuan Amerika yang pertama yang menerima hadiah Nobel
(Jaeger, 1975).
Pada percobaan
Michelson dan morley, eter diasumsikan memenuhi alam semesta dan berperan sebagai
sebuah kerangka gerak. Jika seorang pengamat bergerak terhadap eter dengan
kecepatan v, maka ia akan mengukur kecepatan cahaya sebesar c¢ dengan c¢
= c + v. Kedua ilmuwan itupun akan mengamati ether wind yang memiliki kecepatan relatif sebesar v terhadap bumi.
Diasumsikan bahwa v sama besar dengan kecepatan bumi mengorbit matahari yaitu
sebesar 30 km/s, maka Michelson merancang sebuah inferometer optik dengan
sensitivitas tinggi untuk dapat mendeteksi keberadaan eter ini.
Michelson
dan Morley melakukan percobaan dengan menggunakan sebuah interferometer yang di
harapkan dapat menghasilkan pola interferensi. Interferensi terjadi ketika dua
gelombang datang bersama pada suatu tempat, agar hasil interferensi dapat
diamati maka syarat yang harus dipenuhi adalah dua sumber cahaya harus koheren
keduanya memiliki beda fase yang selalu tetap (memiliki frekuensi dan amplitudo
harus sama).
Untuk
mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian
sangat tinggi berdasarkan interferensi digunakana alat interferometer
Michelson. Interferometer Michelson digunakan untuk mengukur panjang gelombang
berdasarkan pergeseran salah satu cermin yang berhubungan dengan perubahan pola
interferensi yang terjadi (Krane, 1992).
B. Interferensi Cahaya
Dua
gelombang dapat melalui satu titik yang sama tanpa saling mempengaruhi. Kedua
gelombang - gelombang itu memiliki efek gabungan yang diperoleh dengan
menjumlahkan simpangannya. Interferensi
adalah paduan dua gelombang atau lebih menjadi satu gelombang baru. Jika kedua
gelombang yang terpadu sefase, maka terjadi interferensi konstruktif (saling
menguatkan). Gelombang resultan memiliki amplitudo maksimum (Suprapto, 1987).
Jika
kedua gelombang yang terpadu berlawanan fase, maka terjadi interferensi
destruktif (saling melemahkan). Gelombang resultan memiliki amplitudo nol.
Setiap orang dengan menggunakan sebuah baskom air dapat melihat bagaimana
interferensi antara dua gelombang permukaan air dapat menghasilkan pola-pola
bervariasi yang dapat dilihat dengan jelas. Dua orang yang bersenandung dengan
nada-nada dasar yang frekuensinya berbeda sedikit akan mendengar layangan
(penguatan dan pelemahan bunyi) sebagai hasi interferensi, warna-warni pelangi
menunjukkan bahwa sinar matahari adalah gabungan dari berbagai macam warna dari
spektrum kasat mata. Di lain pihak, warna pada gelombang sabun, lapisan minyak,
warna bulu burung merah, dan burung kalibri bukan disebabkan oleh pembiasan.
Hal ini terjadi karena interferensi konstruktif dan destruktif dari sinar yang
dipantulkan oleh suatu lapisan tipis. Adanya gejala interferensi ini bukti yang
paling meyakinkan bahwa cahaya itu adalah gelombang. Interferensi cahaya bisa
terjadi jika ada dua atau lebih berkas sinar yang bergabung. Jika cahayanya
tidak berupa berkas sinar, maka interferensinya sulit diamati. Interferensi
cahaya sulit diamati karena dua alasan:
a. Panjang gelombang cahaya sangat
pendek, kira-kira 1% dari lebar rambut.
b. Setiap sumber alamiah cahaya
memancarkan gelombang cahaya yang fasenya sembarang (random) sehingga
interferensi yang terjadi hanya dalam waktu sangat singkat.
Jadi,
interferensi cahaya tidaklah senyata seperti interferensi pada gelombang air
atau gelombang bunyi. Interferensi terjadi jika terpenuhi dua syarat berikut
ini:
a. Kedua gelombang cahaya harus
koheren, dalam arti bahwa kedua gelombang cahaya harus memiliki beda fase yang
selalu tetap, oleh sebab itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama.
b. Kedua gelombang cahaya harus memiliki
amplitude yang hampir sama.
c. Terjadi dan tidak terjadinya
interferensi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1.
C.
Teori
Cahaya
Gelombang
elektromagnetik dapat digambarkan sebagai dua buah gelombang yang merambat
secara transversal pada dua buah bidang tegak lurus yaitu medan magnetik dan
medan listrik. Merambatnya gelombang magnet akan mendorong gelombang listrik,
dan sebaliknya, saat merambat, gelombang listrik akan mendorong gelombang
magnet.
Cahaya
adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang
gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi
elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak.
Cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi di atas adalah
sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme
gelombang-partikel" (Suratman, 1996).
Paket
cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera
penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika,
merupakan area riset yang penting pada fisika modern. Studi mengenai cahaya
dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik
seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fasa
cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan
pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan
sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi.
Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris dan
optika fisis.
Pada
puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik
dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran. Pada pada tahun 1924 percobaan
oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas
partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang. Albert
Einstein pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa
cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas
yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel
masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik
yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr,
Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli,
David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain. Era ini kemudian disebut era optika
modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang transversal
elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton. Kecepatan cahaya adalah
299,792,458 meter per detik. Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Matahari adalah sumber cahaya utama di Bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya
untuk membuat makanan. Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua
arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala
penjuru dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang
dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok. Namun
cahaya dapat dipantulkan (Sutrisno, 1986).
III.
PROSEDUR
PERCOBAAN
A.
Alat
dan Bahan
Pada
percobaan Interferometer Michelson ini digunakan alat dan bahan adalah sebagai
berikut:
1. Interferometer
2. Layar
3. Laser
B. Prosedur Percobaan
Ada
pun prosedur pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran
Panjang Gelombang
1. Mengatur laser dan interferometer
sehingga dapat melihat dengan jelas fringes melingkar.
2. Mengatur knob mikrometer sehingga
lengan levernya kira-kira parallel dengan sisi dasar introferometer. Dalam
posisi ini hubungan antara rotasi knob dan pergerakan cermin mendekati linear.
3. Memutar knob micrometer satu putaran
penuh arah counterclockwise. Memutar hingga angka nol pada knob terarah dengan
tanda indeks. Mengabaikan backlash yang terjadi ketika memutar reverse.
4. Menandai
rujukan pada kertas diantara dua fringes.
5. Memutar pelan knob mikrometer counterclockwise. Menghitung jumlah
fringes yang melewati tanda rujukan tadi. Menghitung hingga 20 fringes.
6. Mencatat berapa jarak pergeseran
cermin yang bergerak kea rah beam-splitter dari knob micrometer, kita
menyebutnya dm.
7. Mencatat
jumlah fringes yang melewati rujukan tadi, kita menyebutnya m.
8. Menghitung panjang gelombang laser
dengan rumus .
Menghitung error percobaan.
9. Menghitung persentasi perbedaan
panjang gelombang antara pengukuran dengan laser yang tertera dalam spesifikasi
alat.
b. Pengukuran
Indeks Refraksi Udara
1. Mengatur
laser dan interferometer seperti sebelumnya.
2. Mengatur setup percobaan. Memutar
hose udara dari pompa vacuum melalui keluaran lubang udara untuk mengosongkan
chamber. Memasukkan plug berbentuk pisang dari vacuum chamber ke dalam lubang
di dasar interferometer, yaitu antara cermin tetap dan beam-splitter.
3. Mengatur baut pengarah dari cermin
tetap sehingga pusat pola interferensi jelas kelihatan pada layar. Pola fringe
kadang terganggu oleh ketidakteraturan dalam ujung gelas chamber.
4. Mengusahakan vacuum chamber tegak
lurus terhadap berkas laser. Memutar
chamber pelan-pelan dan mengamati efek pada fringes interferensi.
5. Menekan chamber yang kosong, kemudian
membiarkan udara masuk sedikit demi sedikit sambil diadakan pengukuran.
6. Mencatat P1 (cm Hg) yaitu
pembacaan pompa vacuum mula-mula. Pi dan Pf harus tekanan
absolute yaitu Pabsolut = 76cmHg – Ppompa
7. Menandai titik rujukan anatar
sepanjang fringes pada layar pengamatan. Memompa pelan-pelan udara keluar dari
chamber ke suatu tekanan tertentu. Mencatat Δm, juga mencatat tekanan akhir popmpa Pf.
C. SKETSA ALAT
gg
IV.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Adapun
data pengamatan pada percobaan ini ditunjukkan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Data pengamatan percobaan
interferometer michelson
m(total) dm x 10'-6m
B.
Pembahasan
Dalam
percobaan interferometer Michelson ini, digunakan sebuah alat yang dinamakan
dengan interferometer yang berguna untuk mengukur panjang gelombang. Dalam
beberapa pemakaian scientific dan
industri dengan interferomer, sumber cahaya yang sudah diketahui sebelumnya,
panjang gelombangnya dipakai untuk mengukur pergeseran yang relatif kecil. Interferometer Michelson adalah
salah satu jenis dari alat interferometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk
menghasilkan suatu pola interferensi.
Interferometer Michelson
merupakan alat yang paling umum digunakan dalam mengukur pola interferensi untuk
bidang optik yang ditemukan oleh Albert Abraham Michelson. Prinsip
yang digunakan pada interferometer Michelson adalah pembagian amplitudo atau
pemantulan sebagian dan transmisi sebagian. Kemudian, berkas-berkas yang
dipantulkan akan ditransmisikan (dibiaskan) dan dipantulkan lagi oleh
cermin-cermin sehingga bertemu lagi dan berinterferensi. Seperti
halnya celah ganda young, interferometer michelson mengambil cahaya monokromatik
yang berasal dari sebuah sumber tunggal dan membaginya ke dalam dua gelombang
yang mengikuti lintasan-lintasan yang berbeda.
Michelson terpesona dengan
masalah mengukur kecepatan cahaya pada khususnya. Sementara di Annapolis, ia melakukan percobaan pertama dari kecepatan cahaya, sebagai bagian dari sebuah kelas demonstrasi pada 1877, saat itu Michelson mulai merencanakan penyempurnaan dari
cermin berputar metode
Leo Foucoult untuk mengukur kecepatan cahaya, menggunakan optik ditingkatkan dan dasar yang lebih panjang. Dia melakukan beberapa
pengukuran awal menggunakan sebagian besar
peralatan seadanya pada tahun 1878 tentang waktu yang karyanya sampai pada
perhatian Simon Newcomb, direktur Kantor Nautical Almanac yang sudah maju dalam perencanaan
studi sendiri. Michelson menerbitkan hasil 299.910±50 km/s pada tahun 1879 sebelum bergabung Newcomb di
Washington DC untuk membantu pengukuran
di sana. Jadi memulai karir profesional dengan kerjasama panjang dan persahabatan antara keduanya.
Pada 1887 ia dan Edward Morley dilaksanakan
yang terkenal percobaan Michelson-Morley yang tampaknya mengesampingkan keberadaan
ether. Percobaan mereka untuk gerakan
yang diharapkan Bumi relatif terhadap aether, hipotetis cahaya
medium yang seharusnya perjalanan, menghasilkan hasil null. Terkejut, Michelson mengulangi
percobaan dengan ketepatan yang lebih besar dan lebih besar selama bertahun-tahun,
namun tetap tidak menemukan kemampuan untuk mengukur ether. Michelson-Morley
yang hasilnya sangat berpengaruh dalam komunitas fisika, Hendrik Lorentz
terkemuka untuk merancang miliknya sekarang terkenal kontraksi Lorentz
persamaan sebagai sarana untuk menjelaskan hasil nol. Dia kemudian pindah ke astronomi menggunakan interferometer dalam pengukuran
bintang, dalam mengukur diameternya dan pemisahan bintang biner. Dia melakukan pengukuran awal dari kecepatan
cahaya yang luar biasadan pada 1881 ia menemukan interferometer untuk tujuan menemukan efek
dari gerakan
bumi pada kecepatan yang diamati. Michelson bersama Profesor E.W Morley
menggunakan interferometer, ditunjukkan bahwa cahaya berjalan pada kecepatan
konstan dalam semua sistem inersia acuan. Instrumen juga memungkinkan jarak yang akan diukur dengan akurasi
yang lebih besardengan menggunakan panjang gelombang cahaya. Michelson menjadi lebih tertarik pada astronomi
dan pada tahun 1920, dengan menggunakan interferensi cahaya dan versi
yang sangat berkembang darialat sebelumnya,
ia mengukur diameter bintang Betelgeuse: ini adalah pertama penentuan
ukuran bintang yang dapat dianggap sebagai akurat. Dari tahun
1920dan ke 1921 Michelson dan Francis G. Pease menjadi orang pertama
untuk mengukur diameter bintang selain Matahari. Mereka
menggunakan interferometer astronomi di Observatorium Gunung Wilson untuk mengukur diameter bintang super-raksasa Betelgeuse.
Sebuah pengaturan periskop digunakan untuk mendapatkan murid di
densifiedinterferometer, sebuah metode kemudian diselidiki secara rinci oleh
AntoineEmile Henry Labeyrie untuk digunakan dalam "Hypertelescopes"
untuk pengukuran diameter bintang dan pemisahan bintang-bintang
biner.
Interferensi
adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu
pada satu titik di ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat
digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan
ketebalan bahan. Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada
prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang
tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola
interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus
berasal dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering
dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau
lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi.
Secara
prinsip, interferensi merupakan proses
superposisi gelombang atau cahaya. Interferensi terjadi apabila dua atau lebih
gelombang bertemu dalam ruang dan waktu. Satu tempat terjadinya interferensi
adalah pada satu daerah ruang dimana gelombang pantul dan gelombang datang
bertemu. Ada syarat yang harus dipenuhi agar terjadi interferensi, yaitu kedua
sumber cahaya harus koheren. Artinya kedua sumber cahaya memiliki beda fase
yang selalu tetap. Sehingga kedua sumber cahaya harus memiliki frekuensi yang
sama. Beda fase dari kedua sumber cahaya ini bisa nol ,tetapi tidak harus nol.
Dan kedua sumber cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama, jika tidak interferensi
yang dihasilkan kurang mencolok
Pada hasil percobaan yang telah kami
lakukan, dapat diketahui tentang beberapa sifat dasar cahaya, serta
penglihatan. Merambat artinya sama dengan menjalar atau mengalir. Jadi, cahaya
merambat dari satu tempat dari sumber ke tempat lain misalnya cahaya metahari
yang merambat dari keseluruhan ruang disekitarnya termasuk bumi. Cahaya lampu
di dalam kamar merambat keseluruh kamar, pemantulan cahaya akan merambat lurus
bila ada benda yang menghalangi perambatannya, sehingga perambatan berhenti
kecuali jika benda yang menghalangi itu tembus cahaya seperti halnya kaca
jendela. Jika benda yang menghalangi itu tidak tembus cahaya, cahaya tidak
dapat merambat ke belakang benda, cahaya tidak dapat disebut bayangan benda.
Pada saat menghidupkan laser, sinar
laser tersebut akan terpantulkan menuju beam-splitter,
jarak antara laser dan interferometer sekitar 20 cm. Pada saat cahaya laser
mengenai beam-splitter, baut yang ada pada beam-splitter
dilonggarkan sehingga sinar laser tidak mengenai beam-splitter secara tepat.
Dan mengatur baut yang ada pada cermin M2 sampai pada sudut sekitar 45o
supaya sinar yang terpantul langsung memantul kembali ke aperture laser. Setelah itu terlihat cahaya dua spot laser pada
layar yang bersesuaian dengan dua lintasan. Setiap lintasan akan menghasilkan
lebih darri satu spot laser karena pemantulan ganda yang diperoleh dari beam-splitter. Sinar yang terpantul pada
layar selanjutnya kita tempatkan pada satu titik supaya bertumpuk pada titik
yang paling terang, caranya dengan mengatur cermin tetap. Pengaturan dilakukan
sampai terlihat pola gelap-terang yang menunjukkan bahwa interferensi sudah
terbentuk pada layar. Kemudian untuk menghitung jumlah fringers, knob micrometer counterclockwise
diputar pelan-pelan hingga hitungan sekitar 20 fringers. Setelah itu mencatat jarak pergesaran cermin yang
bergerak ke arah beam-splitter.
Pola interferensi yang diperoleh
dari percobaan ini berupa pola interferensi gelap terang. Mirip dengan deretan
cincin-cincin lingkaran terang dan gelap. Pola interferensinya terdapat
lingkaran gelap di pusat bola, ini menandakan kedua sinar yang terinferensi
saling menghancurkan. Panjang gelombang dari sumber cahaya laser setelah
mendapatkan pengukuran dari jarak perpindahan cermin (dm) diperoleh panjang
gelombang (sinar laser) rata-rata sebesar 0,67.10-6 m. Jika
dibandingkan dengan teori yang sebenarnya panjang gelombang sinar laser itu
sendiri 0,6328.10-6 m sehingga hampir mendekati dengan nilai teori
tersebut.
Dari hasil percobaan juga didapat
nilai dm yang berbeda-beda dengan dm rata-rata sebesar 6,74.10-6 m.
Hal ini terjadi karena jarak perpindahan cermin kita ubah-ubah sebelumnya
dengan melonggarkan bautnya serta nilai dm itu berubah-ubah disebabkan efek
dari knob mikrometer counterclock wise
yang telah diputar-putar secara perlahan hanya untuk menghitung jumlah fringers
sebanyak 20 fringers. Semakin besar nilai dm maka semakin besar juga nilai
panjang gelombangnya, dan sebaliknya. Semakin kecil nilai dm maka semakin kecil
juga nilai panjang gelombangya.
V.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang telah
diperoleh dari hasil percobaan ini adalah:
1.
Kecepatan cahaya kea rah
manapun dia bergerak pada percobaan Michelson ini besarnya selalu sama.
2.
Interferensi dapat terjadi jika
kedua sumber cahaya harus koheren dan kedua gelombang cahaya harus memiliki
amplitude yang hamper sama
3.
Interferensi dapat bersifat
membangun dan merusak, bersifat membangun jika beda fase kedua gelombang sama
serta bersifat merusak jika beda fasenya 180 derajat
4.
Semakin besar nilai dm maka
semakin besar nilai panjang gelombangnya dan semakin kecil nilai dm maka
semakin kecil pula nilai panjang gelombangnya
5.
Nilai panjang gelombang sinar
laser yang diperoleh dari hasil percobaan sangat mendekati dengan nilai panjang
gelombang pada teori yaitu 0,67 x 10 berbanding 0,6328 x 10
6.
Prosentase kesalahan relative
pada percobaan ini sebesar 4,006 %, hal ini dapat dikatakan kalau percobaannya
berhasil sesuai dengan teori yang telah ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Beiser, A. 1990. Konsep Fisika Modern. Jakarta :
Erlangga.
Darmawan. 1990. Termodinamika. Bandung: Jurusan Fisika FMIPA ITB
Edi, Istiyini. 2000. Fisika Zat Padat. Yogyakarta: FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta
Jaeger R. G. 1975. “Engineering Compendium On Radiation Shielding Material Vol. II”.
IAEA. Viena.
Krane, K. 1992. Fisika Modern. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Made
IGN. 1985. Fisika Atom.
Yogyakarta: FMIPA IKIP Yogyakarta.
M. Amin Genda P. 2001. Sejarah Fisika. Yogyakarta : FMIPA-UNY
Suprapto, Brotosiswoyono. 1987. Teori Gas Kinetik dan Mekanika Statistik.
Karunika Jakarta UT
Suratman. 1996. Introduksi Proteksi Radiasi Bagi Siswa/ Mahasiswa Praktek. PPNY BATAN: Yogyakarta.
Sutrisno. 1986. Seri Fisika Dasar. Bandung : Penerbit ITB.
Waloejo, Loeksmanto. 1993. Medan Elektromagnet. Jakarta. P2TK.
Dirjen Dikti Depdikbud.
|
|
|
Post a Comment