ETIKA PROFESI GURU
Oleh : Amir Supriyanto
Etika Profesi Guru
MATERI PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN ETIKA PROFESI
GURU
Pendahuluan
Tulisan ini membahas
mengenai etika profesi guru secara umum bagi
peserta sertifikasi
guru TK.
Saudara akan
diajak
untuk memahami lebih mendalam
tentang hakikat
profesi guru. Beberapa
paparan dalam tulisan ini membahas tentang pengertian
profesi, ciri-ciri profesi,
profesi keguruan, etika kerja dan etos kerja guru serta kode etik guru yang meliputi;
tujuan kode etik,
penetapan kode etik, sanksi pelanggaran kode etik, dan kode etik guru Indonesia.
Semua kemampuan di atas sangat penting bagi semua peserta sertifikasi
guru agar
menjadi guru
yang profesional,
terutama dalam bidang pendidikan guru TK.
Pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses
pemberdayaan dan
pembudayaan individu agar mampu memenuhi
kebutuhan perkembangan dan memenuhi tuntutan sosial,
kultural, serta religius dalam lingkungan
kehidupannya. Pengertian pendidikan seperti ini mengimplikasikan bahwa upaya
apapun yang dilakukan
dalam konteks pendidikan seyogyanya terfokus pada upaya
memfasilitasi proses perkembangan
individu sesuai dengan nilai agama dan kehidupan yang dianut.
Salah
satu
upaya
yang
dapat
dilakukan untuk
memfasilitasi proses perkembangan individu
adalah dengan adanya
sumber daya manusia (SDM) yang terkait langsung dengan
dunia pendidikan yaitu guru. Salah satu ujung tombak tercapainya tujuan
pendidikan adalah adanya peran guru.
Ditangan para guru
masa depan pendidikan akan terlaksana,
karena guru merupakan salah satu unsur yang berhadapan
langsung dengan siswa
dalam proses pembelajaran secara nyata.
Satu unsur yang terkait langsung
dengan siswa dalam praktek pendidikan adalah guru TK (Taman Kanak-Kanak).
Semoga dengan tulisan ini, saudara
dapat menjadi seorang
guru TK yang benar-benar memaknai fungsi dan peran seorang guru sebagai sebuah profesi yang membanggakan.
Apakah Profesi Itu?
Dibawah ini dikemukakan
beberapa
pengertian
tentang
profesi:
Suatu jabatan atau pekerjaan yang diperoleh melalui
latihan khusus yang memadai.
(Liberman)
Suatu jabatan
atau pekerjaan yang biasanya memerlukan
persiapan yang relatif lama dan khusus pada tingkat pendidikan
tinggi yang pelaksanaannya diatur oleh kode etik tersendiri, dan menuntut
tingkat kearifan
atau kesadaran serta pertimbangan pribadi
yang tingi. {World Confederation of Organization for Teaching Profession (WCOTP)}
Suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut. (Dedi
Supriadi)
Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu
pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada
suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut
merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. (Sikun Pribadi, 1976)
Makna pengertian diatas mengisyaratkan bahwa:
1. Hakikat
profesi adalah suatu pernnyataan atau suatu janji terbuka
Suatu pernyataan
atau suatu
janji yang
dinyatakan
oleh tenaga
profesional tidak sama dengan suatu pernyataan yang
dikemukakan oleh nonprofesional. Pernyataan profesional mengandung makna terbuka
yang sungguh-sungguh, yang
keluar dart lubuk hatinya. Pernyataan demikian mengandung norma - norma atau nilai-
nilai etik. Orang yang membuat
pernyataan itu yakin dan radar bahwa pernyataan yang dibuatnya
adalah baik.
"Baik" dalam arti bermanfaat bagi orang banyak dan bagi
dirinya sendiri.
Pernyataan janji itu bukan hanya sekadar keluar
dari mulutnya, tetapi merupakan ekspresi
kepribadiannya dan tampak pada tingkah lakunya sehari- hari.
Janji yang bersifat etik itu mau tak mau akan berhadapan dengan sanksi-sanksi tertentu.
Bila dia melanggar janjinya,
dia akan
berhadapan dengan sanksi tersebut, misalnya
hukuman atau protes masyarakat, hukuman dart Tuhan, dan hukuman oleh dirinya sendiri.
Jika seseo rang telah menganut suatu profesi tertentu, dia akan berbuat
sesuai dengan
janji tersebut.
Janji- janji
itu biasanya
telah digariskan dalam kode etik
profesi bersangkutan, dalam hal ini, Profesi kependidikan.
2. Profesi mengandung unsur pengabdian
Suatu profe si bukan
bermaksud untuk mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri,
baik dalam arti ekonomis
maupun dalam arti
psikis, tetapi
untuk pengabdian
pada masyarakat. Ini berarti, bahwa profesi tidak boleh sampai
merugikan, merusak,
atau menimbulkan
malapetaka bagi orang lain dan
bagi masyarakat.
Sebaliknya, profesi itu hams berusaha
menimbulkan kebaikan, keberuntungan,
dan kesempurnaan serta kesejahteraan bagi masyarakat.
Pengabdian diri berarti
lebih mengutamakan
kepentingan orang banyak. Misalnya, profesi
dalam bidang hukum adalah
untuk kepentingan kliennya bila berhadapan dengan
pengadilan, profesi kedokteran adalah
untuk
kepentingan
pasien agar cepat sembuh penyakitnya, profesi kependidikan
adalah untuk kepentingan anak didiknya, profesi pertanian adalah
untuk meningkatkan produksi pertanian agar masyarakat lebih
sejahtera dalam
bidang
pangan,
dan sebagainya.
Dengan demikian,
pengabdian yang diberikan
oleh profesi tersebut harus
sesuai
dengan
bidang-bidang pekerjaan tertentu. Dengan
pengabdian
pada
pekerjaan
itu,
seseorang berarti mengabdikan profesinya kepada masyarakat.
3. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan
Suatu profesi erat kaitannya
dengan jabatan atau pekerjaan
tertentu sang
dengan sendirinya menuntut keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu p ula.
Dalam
pengertian profesi telah tersirat adanya suatu keharusan kompetensi agar profesi itu berfungsi
dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini,
pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, oleh sebab mempunyai
fungsi sosial, yakni pengabdian kepada masyarakat.
Kompetensi sangat diperlukan untuk melaksanakan fungsi profesi.
Dalam masyarakat yang kompleks seperti masyarakat
modem dewasa
mi, profesi menuntut kemampuan membuat keputusan yang
tepat dan kemampuan membuat kebijaksanaan
yang tepat. Untuk
itu diperlukan banyak keterangan yang lengkap agar jangan
menimbulkan kesalahan yang akan menimbulkan
kerugian, baik bagi diri sendiri
maupun bagi masyarakat. Kesalahan
dapat menimbulkan akibat yang fatal
atau malapetaka yang dahsyat.
Itu sebabnya,
kebijaksanaan, pembuatan keputusan,
perencanaan, dan penanganan harus ditangani oleh para ahlinya, yang memiliki
kompetensi profesional dalam bidangnya.
Uraian di atas
dan definisi seperti yang dikemukakan oleh Dr. Sikun Pribadi ternyata sejalan denga n definisi
yang
dikemukakan oleh Frank H. Blackington sebagai berikut :
”A profession may define most simply
as a vocation which is organized, incompletely, no doubt, but
genuinely, for the performance
offitnction. (Blackington,
1968)
Selanjutnya, Blackington
mengemukakan sepuluh kriteria untuk menjelaskan arti profesi, yang dikutipnya
dari Horton, sebagai berikut.
1. A profession
must satisfy an indispensible social need and be based
upon well established and socially
acceptable scientific principles.
2. It must demand and adequate professional and cultural
training.
3. It must demand the possession of body of specialized
and systema tized knowledge.
4. It must give evidence of needed skill that the general public
does not possess that is skills that are partly native and partly acquired.
5. It must have developed a scientific
technique that is the result of tested experience.
6. It must require the exercise of direction and judgement
as to the time and manner of the performance of duty.
7. It must be a type of beneficial work, the result of which
is not subject
to standardization in term unit
performance or time element.
8. It must have a group conciousness designed to extend scientific
knowledge in technical language.
9. It must have sufficient
self -impelling
power to retain its
member throughout life. It must not be used for a more steppingstone to other occupational.
10. It must recognize
its obligations
to society
by insisting
that its members live
up to
an established
and accepted
code of ethics.
Sebagai perbandingan dengan komponen-komponen profesi, sebagaimana digariskan
dalam definisi profesi yang telah
dikemukakan oleh Ernest Greenwood, sebagai berikut.
1. A basis or systematic theory.
2. Authority recognized by the clientele of the
professional
group.
3. Broader community sanction and approval
of this
authority.
4. A code ethics regulating relation of
professional persons with
clients and with colleagues.
5.
A professional culture sustained by formal professional
associations.
(Howard M. Vollmer and Donald L. Mills, 1966)
Berdasarkan uraian tentang
pengertian, kriteria, dan
unsur-unsur yang terkandung dalam profesi, sebenarnya profesi
itu adalah suatu lembaga yang
mempunyai otoritas yang otonom, karena didukung oleh:
1. Spesialisasi ilmu sehingga mengandung arti keahlian;
2. Kode etik
yang direalisasikan dalam melaksanakan profesi,
karena hakikatnya ialah pengabdian
kepada masyarakat demi kesejahteraan masyarakat itu sendiri;
3. Kelompok yang
tergabung dalam
profesi, yang
menjaga jabatan itu dari penyalahgunaan oleh orang-orang yang
tidak kompeten dengan pendidikan serta sertifikasi mereka yang
memenuhi syarat-syarat yang diminta;
4. Masyarakat
luas yang memanfaatkan profesi tersebut;
5. Pemerintah yang
melindungi profesi dengan
undang-
undangnya. (Dr. Sikun Pribadi, 1975).
Ciri-Ciri Profesi
Menurut Liberman
ciri-ciri profesi
adalah:
1. Jabatan
tersebut harus
merupakan suatu layanan
yang khas dan esensial serta dengan jelas
dapat dibedakan dari jabatan lain.
2. Untuk pelaksanaannya tidak
sekedar
diperlukan keterampilan (skills)
tetapi juga kemampuan intelektual.
3. Diperlukan suatu
masa studi
dan latihan
khusus yang
cukup lama.
4. Para praktisinya secara individual
atau
kelompok
memiliki otonomi dalam bidangnya.
5.
Tindakan keputusannya dapat diterima oleh para praktisi
yang bertangung jawab.
6.
Layanan tersebut
tidak
semata-mata untuk
kepentingan
ekonomi.
7.
Memiliki suatu kode etik
Menurut WCOTP ciri-ciri
profesi adalah:
1. Profesi adalah panggilan jiwa
2.
Fungsinya telah terumuskan dengan jelas
3.
Menetapkan persyaratan-persyaratan minimal untuk dapat
melakukannya (kualifikasi pendidikan, pengalaman, keterampilan)
4. Mengenakan disiplin kepada seluruh anggotanya dan biasanya bebas dari campur tangan kekuasaan luar.
5.
Berusaha meningkatkan status
ekonomi dan sosial
para
anggotanya.
6. Terbentuk dari disiplin
intelektual masyarakat terpelajar dengan anggota-anggota
dan terorganisasi
Ciri-ciri profesi :
1. Pekerjaan itu mempunyai signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat.
2. Profesi
menuntut keterampilan tertentu
yang diperoleh melalui pendidikan
dan latihan yang lama
dan intensif
serta dilakukan dalam lembaga tertentu
yang secara sosial dapat
dipertanggungjawabkan
3.
Profesi didukung ole h suatu disiplin ilmu
4. Ada kode
etik yang
menjadi pedoman
perilaku anggotanya beserta sangsi yang
jelas dan tegas terhadap pelanggar
kode etik
5. Sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikan kepada
masyarakat, maka anggota profesi secara
perorangan
ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial.
Istilah-istilah yang terkait
dengan profesi:
Profesional
|
Penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan
yang seharusnya.
Menunjuk kepada orangnya.
|
Profesionalisasi
|
Proses menjadikan seseorang sebagai profesional melalui inservice training dan atau
preservice training.
|
Profesionalisme
|
Derajat penampilan seseorang sebagai profesional.
Penampilan suatu
pekerjaan sebagai suatu
profesi; dan juga mengacu
kepada sikap dan komitmen
anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi
dan kode etik profesinya.
|
Profesi
Keguruan
Apakah pekerjaan
guru (tenaga kependidikan)
dapat disebut sebagai
suatu profesi? Pertanyaan
ini muncul karena masih
ada pihak yang
berpendapat bahwa pekerjaan kependidikan bukan suatu profesi tersendiri. Berbagai alasan
yang mereka kemukakan antara lain, bahwa setiap
orang dapat menjadi guru
asalkan
telah mengalami jenjang
pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman mengajar. Karena
itu seorang dapat saja mengajar di TK sampai dengan perguruan tinggi, jika
dia telah mengalami pendidikan tersebut dan telah memiliki pengalaman mengajar di
kelas. Selain dan itu, ada beberapa bukti bahwa pendidikan dapat saja berhasil walaupun si
pengajarnya tidak pernah belajar
ilmu pendidikan dan keguruan.
Banyak orang tua seperti pedagang,
petani, dan sebagainya
yang telah mendidik anak-anak mereka dan berhasil, padahal
dia sendiri tidak pernah mengikuti pendidikan guru dan mempelajari
ilmu mengajar. Sebaliknya, tidak sedikit guru atau tenaga
kependidikan lainnya
atau sarjana pendidikan yang tidak berhasil
mendidik anaknya. Jadi, kendati seseorang telah dididik menjadi guru, namun belum
menjadi jaminan
bahwa anaknya
akan terdidik
baik. Kritik
lain yang
sering dilontarkan
ialah, hasil
pendidikan di sekolah
tidak dapat segera dilihat
hasilnya, berbeda dengan profesi kedokteran atau teknologi pertanian misalnya.
Pandangan di atas dinilai terlalu picik.
Profesi guru hendaknya dilihat
dalam hubungan yang Luas. Sejumlah
rekomendasi dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Peranan pendidikan harus
dilihat dalam
konteks pembangunan secara menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita
bangsa. Pembangunan tidak mungkin berhasil jika
tidak melibatkan manusianya
sebagai pelaku dan sekaligus
sebagai tujuan pembangunan. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata
suatu
sistem pendidikan yang
relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan
oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya.
Tanpa keahlian
yang memadai maka pendidikan sulit
berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga pendidikan, tidak dimiliki oleh
warga masyarakat pada umumnya, melainkan
hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu yang telah menjalani
pendidikan guru secara berencana
dan sistematik.
2. Hasil pendidikan memang tak mungkin dilihat dan dirasakan
dalam waktu singkat, tetapi ban
dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungk in setelah sate generasi. Itu sebabnya
proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah kendatipun hanya sedikit saja.
Kesalahan yang dilakukan oleh orang
yang bukan ahli
dalam bidang pendidikan
dapat merusak satu generasi seterusnya dan akibatnya akan
berlanjut terus. Itu sebabnya tangan-tangan
yang mengelola sistem pendidikan dari alas
sampai ke
dalam kelas
harus
terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam
bidang pendidikan.
3. Sekolah adalah
suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan
membentuk anak didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat
dipertanggungjawabkan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan terhadap dirinya. Para
lulusan sekolah pada waktunya harus
mampu bekerja mengisi lapangan kerja
yang ada. Mereka harus dipersiapkan melalui program pendidikan
di sekolah. Para orang telah mempercayakan anak-anaknya untuk dididik
di sekolah. Mereka tidak cukup waktu untuk mendidik anaknya sebagaimana yang diharapkan. Mereka tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk diberikan kepada anaknya. Sebagian
tanggung jawab pendidikan anak-anak tersebut
terletak di
tangan para guru dan
tenaga kependidikan lainnya sebabnya para guru harus dididik dalam
profesi kependidikan, agar memiliki
kompetensi yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya secara efisien dan efektif.
Hal ini
hanya mungkin dilakukan jika kedudukan,
fungsi, dan peran guru diakui sebagai suatu profesi.
4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi yang telah
dijelaskan di muka, sudah jelas
bahwa pekerjaan guru harus dilakukan
oleh orang yang bertugas selaku
guru. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
penuh
pengabdian pada masyarakat,
dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana
seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya,
balk dalam hubungan dengan anak
didiknya maupun dalam hubungan
dengan teman sejawatnya.
5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap
guru harus memiliki kompetensi
profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan
demikian dia memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara
wajar
sesuai
dengan
fungsi
dan
tugasnya.
Dengan demikian seorang calon guru
seharusnya telah menempuh program pendidikan guru pada suatu lembaga pendidikan tertentu.
Etika Kerja Guru
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah
tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golonga n atau masyarakat.
Etika,
pada hakikatnya merupakan dasar
pertimb angan dalam pembuatan
keputusan tentang moral manusia
dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan
sebagai suatu disiplin
filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi
sesama manusia dalam memilih dan
memutuskan pola - pola perilaku
yang sebaik- baiknya
berdasarkan timbangan moral- moral yang berlaku.
Dengan adanya etika, manus ia dapat memilih dan memutuskan
perilaku yang paling
baik sesuai
dengan norma - norma moral
yang berlaku. Dengan demikian
akan
terciptanya suatu pola-pola
hubungan antar manusia
yang baik dan harmonis,
seperti saling menghormati,
saling menghargai, tolong menolong, dsb.
Sebagai acuan
pilihan perilaku,
etika bersumber
pada norma - norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar
adalah agama
sebagai sumber
keyak inan yang paling asasi,
filsafat hidup (di negara kita
adalah Pancasila), budaya masyarakat,
disiplin keilmuan
dan profesi. Dalam dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan
sebagai landasan perilaku kerja
para guru dan tenaga kependidikan
lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat
diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
Etika kerja
lazimn ya dirumuskan
ata s
kesepakatan
para pendukung
pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-
sumber dasar nilai
dan moral
tersebut di
atas. Rumusan
etika kerja yang disepakati bersama itu disebut
kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk
mewujudkan perilaku etika dalam melakukan
tugas-tugas pekerjaan. Dengan
kode etik
itu pula
perilaku etika
para pekerja akan
dikontrol., dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan.
Semua anggota harus menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dari semua kode
etik yang telah disepakati bersama. Dengan demikian
akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan merasakan adanya
perlindungan dan rasa aman dalam melakukan
tugas-tugasnya.
Secara umum,
kode etik ini diperlukan dengan
beberapa alasan, antara lain:
Untuk melindungi pekerjaan sesuai
dengan ketent uan dan kebijakan
yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan
persengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat menjaga
dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan. Melindungi para praktisi di masyarakat,
terutama dalam hal adanya kasus - kasus penyimpangan tind akan.
Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang
menyimpang dari ketentuan
yang berlaku.
Karena kode
etik itu merupakan sua tu
kesepakatan bersama dari para anggota suatu profesi, maka kode etik
ini ditetapkan
oleh organisasi yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari para anggotanya. Khus us mengenai kode etik
gur u. di Indonesia,
PGRI (Persatuan Guru Republik
Indonesia) telah
menetapkan kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organis asi sebagaimana tertuang
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PGRI.
Etos kerja Guru
Sebenarnya kata
"etos" bersumber dari pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan
keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang
tercermin melalui. unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
Dengan demikian
etos kerja lebih merupakan kondisi internal
yang mendorong dan
mengendalikan perilaku ke
arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja
banyak ditentukan oleh kualitas etos
kerja ini. Sebagai suatu kondisi internal,
etos kerja mengandung beberapa unsur
antara lain: (1) disiplin kerja (2) sikap terhadap pekerjaan, (3) kebiasaan-kebiasaan
bekerja. Dengan disiplin kerja, seorang
pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten
untuk melakukan dengan baik
sesuai dengan tuntutan dan kesanggupannya.
Disiplin yang dimaksud di sini adalah bukan disiplin yang
mati dan pasif, akan tetapi disiplin yang
hidup dan aktif yang didasari dengan penuh
pemahaman, pengertian, dan keikhlasan. Sikap terhadap pekerjaan merupakan landasan yang paling berperan, karena sikap mendasari arah dan intensitas unjuk kerja. Perwujudan
unjuk kerja yang baik, didasari oleh sikap dasar yang positif dan wajar terhadap
pekerjaannya. Mencintai pekerjaan sendiri. adalah
salah satu contoh sikap terhadap
pekerjaan. Demikian pula keinginan untuk senantiasa mengembangkan
kualitas pekerjaan dan
unjuk kerja merupakan refleksi sikap
terhadap pekerjaan. Orientasi kerja, juga termasuk ke dalam unsur
sikap seperti orientasi terhadap hasil tambah, orientasi terhadap pengembangan diri, orientasi terhadap pengabdian
pada masyarakat. Kebiasaan
kerja, merupakan pola-pola perilaku
kerja yang ditunjukkan oleh pekerja secara
konsisten. Beberapa unsur kebiasaan
kerja antara lain: kebiasaan mengatur waktu, kebiasaan pengembangan diri, disiplin kerja,
kebiasaan hubungan antar manusia, kebiasaan bekerja keras.
Dengan demikian, etos kerja merupakan
tuntutan internal
untuk berperilaku etis dalam mewujudkan
unjuk kerja yang baik dan produktif. Dengan etos kerja yang
baik dan kuat sangat diharapkan seseorang pekerja akan senantiasa melakukan
pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi pribadi yang
sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber
pada kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi,
intelektual, sosial, pribadi,
fisik, moral,
dsb. Hal itu dapat berarti
bahwa mereka yang dipandang memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat akan memiliki
keunggulan.
Kode
Etik Guru
Interpretasi tentang kode etik belum memiliki
penger tian yang sama. Berikut
ini disajikan beberapa
pengertian kode etik.
Undang-undang Nomor
8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai
Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman
sikap, tingkah laku perbuatan
di dalam
dan di
luar kedinasan". Dalam Pen-
jelasan Undang-undang
tersebut dinyatakan dengan adanya Kode
Etik ini, Pegawai Negeri Sipil
sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan
dalam pergaulan hidup
sehari- hari. Selanjutnya dalam Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip
pokok
tentang
pelaksanaan
tugas dan tanggungjawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa
kode etik merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbua tan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
Kongres PGRI ke XIII,
Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pe ngabdiaan
bekerja sebagai guru (PGRI, 1973).
Dari pendapat
ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia
terdapat dua unsur pokok
yakni: (1) sebagai landasan
moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
(UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut:
(1)
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat
guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan,
organisasi profesi guru membentuk kode etik; (2) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku
guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dari beberapa pengertian
tentang kode etik di atas,
menunjukkan bahwa kode
etik suatu profesi merupakan norma-
norma yang harus diindahkan dan diamalkan
oleh
setiap anggotanya dalam
pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup
sehari- hari di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk- petunjuk bagaimana mereka melaksanakan profesinya,
dan larangan- larangan,
tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi, tetapi
dalam pergaulan hidup sehari- hari di dalam masyarakat.
A. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya
tujuan merumuskan kode
etik dalam
suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan
organisasi.profesi itu sendir i. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
1. Menjunjung
tinggi martabat profesi.
Kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat,
agar mereka tidak memandang rendah
terhadap profesi
yang bersangkutan.
Oleh karena
itu, setiap kode
etik suatu
profesi
akan melarang berbagai
bentuk tindak- tanduk atau kelakuan
anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggotanya.
Kesejahteraan mencakup
lahir (atau material) maupun
batin (spiritual, emosional,
dan mental). Kode etik
umumnya memuat larangan- larangan
untuk
melakukan perbuatan- perbuatan yang
merugikan kesejahteraan
para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif- tarif minimum bagi hono rarium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan
tarif di bawah minimum akan dianggap tercela
dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi petunjuk petunjuk
kepada anggotanya
untuk melaksanakan profesinya.
3. Pedoman berperilaku.
Kode etik mengandung
peraturan yang membatasi tingkah
laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi
para anggota prof'esi dalam
berinteraksi dengan sesama
rekan anggota
profesi.
4. Untuk
meningkatkan pengabdian para
anggot a profesi.
Kode etik berkaitan
dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi, sehingga bagi para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggungjawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan
yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
5. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik memuat
norma norma dan
anjuran agar
para anggota
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian
para anggotanya.
6. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Kode etik
mewajibkan setiap anggotanya untuk aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi
profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat
profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi,
dan mening katkan mutu profesi dan mutu organisasi
profesi.
B. Penetapan Kode
Etik
Kode etik
hanya dapat ditetapkan
oleh suatu organisasi profesi
yang
berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya
dilakukan dalam
suatu kongres organisasi profesi. Dengan
demikian, penetap an kode etik
tidak boleh
dilakukan secara
perorangan, tetapi harus dilakukan
oleh organisasi, sehingga
orang- orang yang tidak menjadi anggota profesi,
tidak dapat dikena nkan
Kode etik hanya
akan mempunyai
pengaruh yang kuat dalam
menegakkan disiplin di tangan
profesi tersebut,
jika semua
orang yang
menjalankan pro fesi tersebut
bergabung dalam profesi yang bersangkutan.
Jika setiap
orang yang menjalankan suatu profesi secara
otomatis bergabung dalam suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni
dan baik,
karena setiap
anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
C. Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Seringkali negara mencampuri
urusan profesi,
sehingga hal- hal yang semula hanya merupakan
kode etik suatu profesi
tertentu dapat meningkat
menjad i peraturan
hukum atau undang- undang. dengan demikian, maka aturan yang mulanya
sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku meningkat menjadi
aturan yang memberikan sanksi-sanksi yang
sifatnya memaksa, baik berupa aksi perdata maupun pidana.Sebagai contoh dalam
hal ini jika seseorang anggota
profesi bersaing secara tidak jujur atau
curang
dengan
sesama
anggota
profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut
di
muka pengadilan.
Pada umumnya karena kode merupakan
landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan; sanksi
terhadap pelanggaran kode etik adalah
sanksi
moral. Barang
siapa melanggar kode etik, akan
mendapat cela dari rekan-
rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
D. Kode Etik Guru Indoensia
Kode Etik
Guru
di Indonesia dapat dirumuskan sebagai
himpunan nilai- nilai dan
norma-
norma profesi guru
yang tersusun
dengan baik, sistematik dalam suatu
sistem yang utuh. Kode Etik
Guru Indonesia berfungsi
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdiannya
sebagai guru, baik di dalam
maupun di luar sekolah
serta dalam pergaulan hidup sehari- hari di masyarakat. Dengan demikian, Kode Etik Guru Indonesia merupakan
alat
yang amat penting
untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Seperti halnya profesi
lain, Kode Etik Guru Indonesia
ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh
seluruh utusan. Cabang
dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah
air, pertama
dalam Kongres ke XIII di
Jakarta tahun 1973,
dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut.
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah
bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan negara, serta
kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab
atas terwujdunya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945.
Oleh sebab itu, Guru Indonesia
terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional.
3. Guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana
sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar- mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik
dengan orang
tua murid dan masyarakat di sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa
tanggungjawab bersama terhadap
pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah
dalam bidang
pendidikan.
(Sumber: Kongres Guru ke XVI, 1989 di Jakarta).
E. O rganisasi
Profesi Guru
Dalam Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 14
Tahun 2005
tentang Guru
dan Dosen,
dikemukakan bahwa:
"Organisasi profesi guru adalah
perkumpulan yang berbadan
hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru". Lebih lanjut dijelaskan
hal- hal
sebagai berikut.
Pasal 41
|
(1) Guru dapat membentuk organisasi profesi
yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi
untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier,
wawasan kependidikan, perlindungan profesi. kesejahteraan, dan pengabdian
kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi
anggota organisasi
profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang- undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
|
Pasal 42
|
Organisasi profesi guru mempunyai
kewenangan:
(1) menetapkan dan menegakkan kode etik
guru;
(2) memberikan bantuan hukum kepada
guru;
(3) memberikan perlindungan profesi guru;
(4) melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi guru; dan
(5) memajukan pendidikan nasional.
|
Rangkuman
Profesi, pada hakikatnya
adalah suatu
pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya
kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil
untuk menjabat pekerjaan itu.
Profesional, merujuk pada penampilan seseorang yang sesuai
dengan tuntutan yang seharusnya
dan menunjuk kepada
orangnya. Profesionalisasi, proses menjadikan
seseorang sebagai profesional
melalui inservice training
dan atau preservice training.
Profesionalisme, merujuk
pada
derajat penampila n seseorang sebagai profesional dan penampilan suatu
pekerjaan sebagai suatuprofesi; dan juga mengacu kepada
sikap dan komitmen anggota profesi
untuk bekerja berdasarkan
standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Etika dapat
diartikan sebagai suatu disiplin
filosofis yang
sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia
dalam memilih
dan memutuskan
pola - pola
perilaku yang
sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral- moral
yang
berlaku. Etos kerja merupakan
tuntutan internal untuk berperilaku
etis dalam
mewujudkan unj uk
k erja yang baik dan produktif. Kode Etik Guru
di
Indonesia dapat dirumuskan
sebagai himpunan nilai-nilai
dan norma- norma profesi guru yang tersusun dengan
baik, sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode Etik Guru Indonesia
merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota
profesi keguruan.
Tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah
untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para
anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi,
dan
meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi. Penetap an
kode etik
tidak boleh
dilakukan secara
perorangan, tetapi harus dilakukan
oleh organisasi yang berwenang
sesuai dengan profesinya.
Segala hal
yang terkait
denga n profesi
guru tertuang
dalam Undang- Undang Republik Indonesia
(UURI) Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Kepustakaan
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Hamalik, Oemar.
(2004). Pendidikan Guru
Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Aksara
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyasa, E. (2007).
Standar Kompetensi
dan Sertifikasi Guru.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Supriadi, Dedi. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru.
Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Bandung
: Yayasan Bhakti Winaya
Post a Comment