Bab 1
Sensor dan Transduser
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami pengertian
sensor dan transduser dan penggunaannya dalam sistem kendali.
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per topik dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan :
§ Dapat menyebutkan definisi dan perbedaan dari sensor, transduser dan
alat ukur
§ Mampu menyebutkan persyaratan umum
dalam memilih sensor dan transduser
§ Dapat menerangkan beberapa jenis
sensor dan transduser yang ada di industri
§ Mengerti tentang klasifikasi sensor
dan transduser secara umum.
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama dibidang otomasi
industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan, dimana sebelumnya
banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan
mesin, berikutnya dengan electro-mechanic
(semi otomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS)
dan Computerized Integrated Manufacture
(CIM) dan sebagainya.
Model apapun yang digunakan dalam
sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali
yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan
secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung
kepada sensor maupun transduser yang digunakan..
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen
yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis.
Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor
akan sangat menentukan kinerja dari sistem
pengaturan secara otomatis.
Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah
bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya.
Untuk memakaikan besaran listrik pada
sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka
biasanya besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal
listrik melalui sebuah alat yang disebut transducer
Sebelum lebih jauh kita mempelajari sensor dan
transduser ada sebuah alat lagi yang selalu melengkapi dan mengiringi
keberadaan sensor dan transduser dalam sebuah sistem pengukuran, atau sistem
manipulasi, maupun sistem pengontrolan yaitu yang disebut alat ukur.
1.1. Definisi-definisi
D Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi
gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi
seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi
mekanik dan sebagainya..
Contoh; Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor
pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.
William D.C, (1993), mengatakan transduser adalah sebuah alat yang
bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan
menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang
berlainan ke sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi ini
bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas).
Contoh; generator adalah transduser
yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser
yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.
William D.C, (1993),
mengatakan alat ukur adalah sesuatu
alat yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari
gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi.
Contoh:
voltmeter, ampermeter untuk sinyal listrik; tachometer, speedometer untuk
kecepatan gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya.
1.2.
Peryaratan Umum Sensor dan
Transduser
Dalam
memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem
yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini
: (D Sharon, dkk, 1982)
a. Linearitas
Ada
banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu
sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai
contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas
yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara
tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah
grafik. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang
berbeda. Garis lurus pada gambar 1.1(a). memperlihatkan tanggapan linier,
sedangkan pada gambar 1.1(b). adalah tanggapan non-linier.
b. Sensitivitas
Sensitivitas
akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan
dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit
perubahan masukan”. Beberepa sensor
panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”,
yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas
lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti
memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga
mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka
sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan paga gambar
1.1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang
rendah.
c. Tanggapan Waktu
Tanggapan
waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan
masukan. Sebagai
contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah
termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi
merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan
kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
Frekuensi adalah jumlah
siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz (Hz). { 1 hertz
berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik]. Pada
frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer
akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan
temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat
perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya
akan menunjukan temperatur rata-rata.
Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan
frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi
dapat pula dinyatakan dengan “decibel
(db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan
daya keluaran pada frekuensi referensi.
Yayan I.B, (1998), mengatakan ketentuan
lain yang perlu diperhatikan dalam memilih sensor yang tepat adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan
berikut ini:
a.
Apakah ukuran fisik sensor cukup memenuhi untuk dipasang pada tempat yang
diperlukan?
b.
Apakah ia cukup akurat?
c.
Apakah ia bekerja pada jangkauan yang sesuai?
d.
Apakah ia akan mempengaruhi kuantitas yang sedang diukur?.
Sebagai contoh, bila sebuah sensor panas
yang besar dicelupkan kedalam jumlah air air yang kecil, malah menimbulkan efek
memanaskan air tersebut, bukan menyensornya.
e.
Apakah ia tidak mudah rusak dalam pemakaiannya?.
f.
Apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya?
g.
Apakah biayanya terlalu mahal?
1.3.
Jenis Sensor dan Transduser
Perkembangan sensor dan transduser sangat
cepat sesuai kemajuan teknologi otomasi, semakin komplek suatu sistem otomasi
dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan.
Robotik adalah sebagai
contoh penerapan sistem otomasi yang kompleks, disini sensor yang digunakan dapat dikatagorikan
menjadi dua jenis sensor yaitu: (D Sharon, dkk, 1982)
a. Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi robot.
Sensor
internal diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai sambungan mekanik pada robot, dan
merupakan bagian dari mekanisme servo.
b. External sensor, yaitu sensor yang dipasang diluar bodi robot.
Sensor
eksternal diperlukan karena dua macam alasan yaitu:
1)
Untuk keamanan dan
2)
Untuk penuntun.
Yang dimaksud untuk keamanan” adalah
termasuk keamanan robot, yaitu perlindungan terhadap robot dari kerusakan yang
ditimbulkannya sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan
orang-orang dilingkungan dimana robot tersebut digunakan. Berikut ini adalah
dua contoh sederhana untuk mengilustrasikan kasus diatas.
Contoh pertama: andaikan sebuah robot
bergerak keposisinya yang baru dan ia menemui suatu halangan, yang dapat berupa
mesin lain misalnya. Apabila robot tidak memiliki sensor yang mampu mendeteksi
halangan tersebut, baik sebelum atau setelah terjadi kontak, maka akibatnya
akan terjadi kerusakan.
Contoh kedua: sensor untuk keamanan diilustrasikan
dengan problem robot dalam mengambil sebuah telur. Apabila pada robot dipasang
pencengkram mekanik (gripper), maka
sensor harus dapat mengukur seberapa besar tenaga yang tepat untuk mengambil
telor tersebut. Tenaga yang terlalu besar akan menyebabkan pecahnya telur,
sedangkan apabila terlalu kecil telur akan jatuh terlepas.
Kini bagaimana dengan sensor untuk penuntun
atau pemandu?. Katogori ini sangatlah luas, tetapi contoh berikut akan
memberikan pertimbangan.
Contoh pertama: komponen yang terletak diatas ban berjalan tiba di depan
robot yang diprogram untuk menyemprotnya. Apa yang akan terjadi bila sebuah
komponen hilang atau dalam posisi yang salah?. Robot tentunya harus memiliki
sensor yang dapat mendeteksi ada tidaknya komponen, karena bila tidak ia akan
menyemprot tempat yang kosong. Meskipun tidak terjadi kerusakan, tetapi hal ini
bukanlah sesuatu yang diharapkan terjadi pada suatu pabrik.
Contoh kedua: sensor untuk penuntun
diharapkan cukup canggih dalam pengelasan. Untuk melakukan operasi dengan baik,
robot haruslah menggerakkan tangkai las sepanjang garis las yang telah
ditentukan, dan juga bergerak dengan kecepatan yang tetap serta mempertahankan
suatu jarak tertentu dengan permukaannya.
Sesuai dengan fungsi sensor sebagai pendeteksi sinyal dan
meng-informasikan sinyal tersebut ke sistem berikutnya, maka peranan dan fungsi
sensor akan dilanjutkan oleh transduser. Karena keterkaitan antara sensor dan transduser
begitu erat maka pemilihan transduser yang tepat dan sesuai juga perlu diperhatikan.
1.4. Klasifikasi Sensor
Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor
dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu:
a.
sensor thermal (panas)
b.
sensor mekanis
c.
sensor optik (cahaya)
Sensor
thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan
panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu.
Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda,
photo multiplier, photovoltaik, infrared pyrometer, hygrometer, dsb.
Sensor
mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti
perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan,
aliran, level dsb.
Contoh; strain gage, linear variable
deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb.
Sensor optic atau
cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya,
pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai benda atau ruangan.
Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo
multiplier, pyrometer optic, dsb.
1.5. Klasifikasi
Transduser (William
D.C, 1993)
a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri)
Self generating transduser
adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi.
Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb.
Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu
energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser
berperan sebagai sumber tegangan.
b. External power transduser (transduser daya dari luar)
External
power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu
keluaran.
Contoh:
RTD (resistance thermal detector),
Starin gauge, LVDT (linier variable
differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb.
Tabel
berikut menyajikan prinsip kerja serta pemakaian transduser berdasarkan sifat
kelistrikannya.
Tabel 1. Kelompok Transduser
Parameter listrik dan kelas transduser
|
Prinsip kerja dan sifat alat
|
Pemakaian alat
|
Transduser Pasif
|
||
Potensiometer
|
Perubahan nilai tahanan karena posisi kontak
bergeser
|
Tekanan, pergeseran/posisi
|
Strain gage
|
Perubahan nilai tahanan akibat perubahan
panjang kawat oleh tekanan dari luar
|
Gaya, torsi, posisi
|
Transformator selisih (LVDT)
|
Tegangan
selisih dua kumparan primer akibat pergeseran inti trafo
|
Tekanan, gaya, pergeseran
|
Gage arus pusar
|
Perubahan induktansi kumparan akibat
perubahan jarak plat
|
Pergeseran, ketebalan
|
Transduser Aktif
|
||
Sel fotoemisif
|
Emisi
elektron akibat radiasi yang masuk pada permukaan fotemisif
|
Cahaya dan radiasi
|
Photomultiplier
|
Emisi elektron sekunder akibat radiasi yang
masuk ke katoda sensitif cahaya
|
Cahaya,
radiasi dan relay sensitif cahaya
|
Termokopel
|
Pembangkitan ggl pada titik sambung dua logam
yang berbeda akibat dipanasi
|
Temperatur,
aliran panas, radiasi
|
Generator
kumparan putar (tachogenerator)
|
Perputaran sebuah kumparan di dalam medan magnit yang
membangkitkan tegangan
|
Kecepatan, getaran
|
Piezoelektrik
|
Pembangkitan ggl bahan kristal piezo akibat gaya dari luar
|
Suara,
getaran, percepatan, tekanan
|
Sel foto tegangan
|
Terbangkitnya tegangan pada sel foto akibat
rangsangan energi dari luar
|
Cahaya matahari
|
Termometer tahanan (RTD)
|
Perubahan nilai tahanan kawat akibat
perubahan temperatur
|
Temperatur, panas
|
Hygrometer tahanan
|
Tahanan sebuah strip konduktif berubah
terhadap kandungan uap air
|
Kelembaban relatif
|
Termistor (NTC)
|
Penurunan nilai tahanan logam akibat kenaikan
temperatur
|
Temperatur
|
Mikropon kapasitor
|
Tekanan suara mengubah nilai kapasitansi dua
buah plat
|
Suara, musik,derau
|
Pengukuran reluktansi
|
Reluktansi
rangkaian magnetik diubah dengan mengubah posisi inti besi sebuah kumparan
|
Tekanan,
pergeseran, getaran, posisi
|
Sumber: William D.C,
(1993)
Contoh Soal :
1.
Apa saja peranan dan fungsi sensor dalam sistem kendali industri ?
2.
Sebutkan syarat-syarat dalam memilih sensor yang baik ?
3.
Sebutkan beberapa jenis sensor yang ada pada sebuah robotik ?
Jawaban :
1. Sensor berperan untuk mendeteksi gejala
perubahan informasi sinyal dalam sistem kontrol, dan berfungsi sebagai umpan
balik pada sebuah sistem kendali otomatis.
2.
Syarat sebuah sensor adalah linearitas, sensitivitas dan respon time
3.
Jenis sensor pada robotik adalah: internal sensor dan eksternal sensor
Latihan :
1. Apa yang dimaksud dengan sensor, transduser
dan alat ukur
2. Jelaskan perbedaan ketiganya.
3. Persyaratan
umum sensor dan transduser adalah linearitas, sensitivitas dan tanggapan
respon. Jelaskan maksud dari masing-masing syarat tersebut.
4. Jelaskan
perbedaan antara transduser aktif dan transduser pasif.
Rangkuman :
Bab 1 ini
mejelaskan tentang; definisi-definisi, persyaratan, jenis-jenis dan klasifikasi
sensor dan transduser.
Review :
1. Jelaskan
dengan gambar yang dimaksud dengan tanggapan linear dan non linear ?
2. Adakah ketentuan lain yang harus diketahui
dalam memilih sensor dan transduser
3. Apa fungsi dan kegunaan external sensor pada sebuah robot ?
4. Sebutkan beberapa buah
transduser aktif dan transduser pasif yang anda ketahui ?
Bab 2
Sensor Thermal
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari
bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan tentang sensor thermal yang
banyak digunakan pada sistem pengontrolan di industri
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per
topik pada bab ini mahasiswa diharapkan :
1. Mengerti peranan dan fungsi
sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi
2. Mengerti tentang bimetal sebagai
sensor thermal
3. Mengerti tentang termistor
sebagai sensor thermal
4. Mengerti tentang RTD sebagai
sensor thermal
5. Mengerti tentang Termokopel
sebagai sensor thermal
6. Mengerti tentang Dioda (IC
Hybrid) sebagai sensor thermal
7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor
thermal
Pendahuluan
AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu
dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System).
Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada
suatu titik tetap triple point, dimana
fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah
273,16 oK ( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain
adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut:
oF = 9/5
oC + 32 atau
oC = 5/9 (oF-32) atau
oR = oF +
459,69
Yayan I.B, (1998),
mengatakan temperatur
adalah kondisi penting dari suatu substrat. Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang
diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel
dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah
yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran
perbandingan dari panas tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat
terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)
Aliran kalor substrat pada dimensi
padat, cair dan gas dapat terjadi secara :
1.
Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui
benda padat (penghantar) secara kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas
melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas
melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu,
dapat dipilih salah satu tipe sensor dengan pertimbangan :
1. Penampilan (Performance)
2. Kehandalan (Reliable) dan
3. Faktor ekonomis ( Economic)
Pemilihan Jenis Sensor Suhu
Hal-hal
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari
suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari
substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan
diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti
ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan
(instalasi), keamanan dan lain-lain.
Tempertur Kerja Sensor
Setiap
sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk pengukuran suhu
disekitar kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat
dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid. Untuk suhu menengah
yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih
thermocouple dan RTD. Untuk suhu yang lebih tinggi sampai 1500oC,
tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak langsung, maka teknis
pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk pengukuran suhu pada
daerah sangat dingin dibawah 65oK =
-208oC ( 0oC = 273,16oK ) dapat
digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon berlaku seperti
semikonduktor. Untuk suhu antara 65oK sampai -35oC dapat
digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.
2.1. Bimetal
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan
karena kesederhanaan yang dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika
listrik dan lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat
dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α)
yang direkatkan menjadi satu.
Bila suatu logam
dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari jenis
logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua lempeng logam
saling direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih
tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih
rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi muai tersebut maka
bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam aplikasinya
bimetal dapat dibentuk menjadi saklar
Normally Closed (NC) atau Normally
Open (NO).
dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;
di mana ρ = radius kelengkungan
t = tebal jalur total
n = perbandingan modulus elastis, EB/EA
m = perbandingan tebal, tB/tA
T2-T1 =
kenaikan temperature
αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B
2.2. Termistor
Termistor
atau tahanan thermal adalah alat
semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan
temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor pada
temperatur ruang dapat berkurang 6%
untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang
tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk
pengukuran, pengontrolan dan
kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor
terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn),
nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman
tahanannya adalah dari 0,5 W sampai 75 W dan tersedia dalam berbagai bentuk
dan ukuran. Ukuran
paling kecil berbentuk mani-manik (beads)
dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer)
dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel
guna memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien)
Ekspansi
Daerah Linier
Ekspansi daerah linear dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Menggunakan tegangan referensi untuk
kompensasi nonlinieritas
2. Melakukan kompensasi dengan umpan
balik positif
Gambar 2.13. Kompensasi non linier (a) Respon RTD non
linier; (b) Blok diagram rangkaian
koreksi
2.4. Termokopel
Pembuatan termokopel didasarkan atas
sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu
ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak
semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-elektron
saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan
demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.
Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari
jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian
dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan
bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian
terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak
disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback
(1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2)
dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E,
Peltir (1834), menemukan gejala
panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson, menemukan arah arus
mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya
menghasilkan rumus sbb:
E = C1(T1-T2) + C2(T12
– T22) (…)
Efek Peltier Efek Thomson
atau E =
37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T22) (
...)
di mana 37,5 dan 0,045
merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel
tembaga/konstanta.
Bila ujung logam
yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung panas ke
ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi
tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin
tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan
membuat termokopel menjadi pendingin.
Thermocouple sebagai sensor temperatur
memanfaatkan beda workfunction dua bahan metal
Gambar 2.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial
(b) daerah pengukuran dan titik referensi
Pengaruh sifat thermocouple pada wiring
Gambar
2.17. Tegangan referensi pada titik sambungan:
(a) Jumlah tegangan tiga buah metal (b)
Blok titik sambungan
Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :
Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple
diperlihat oleh gambar 2.18
Gambar 2.18. Rangkaian penguat tegangan junction
termokopel
Perilaku beberapa jenis thermocouple
diperlihatkan oleh gambar 2.19
|
Gambar 2.19. Karateristik beberapa
tipe termokopel
2.5.
Dioda sebagai Sensor Temperatur
Dioda dapat pula digunakan sebagai
sensor temperatur yaitu dengan
memanfaatkan sifat tegangan junction
Dimanfaatkan juga pada sensor
temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan kompensasi
dalam chip yang sama).
Contoh rangkaian dengan dioda sebagai
sensor temperature
Contoh rangkaian dengan IC sensor
Rangkaian alternatif
untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor temperature
Gambar 2.20. Rangkaian peubah arus ke tegangan untuk IC termo sensor
2.6.
Infrared Pyrometer
Sensor inframerah dapat pula digunakan
untuk sensor temperatur
Gambar 2.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur
Memfaatkan perubahan panas antara
cahaya yang dipancarkan dengan diterima yang diterima pyrometer terhadap objek
yang di deteksi.
Contoh Soal
1. Sebutkan beberapa macam jenis
sensor thermal yang anda ketahui
2. Jelaskan cara kerja sensor
bimetal dan contoh pemakaiannya.
3. Ada berapa jenis sensor termistor
yang anda ketahui
4. Jelaskan cara operasi sensor
termokopel dalam sistem pengukuran
Jawaban Soal
1.
Jenis-jenis sensor thermal antara lain : bimetal, termistor, RTD, Termokopel,
IC Hybrid, Infrared pyrometer.
2.
Sensor bimetal terdiri dari dua lempengan logam yang berbeda panas jensinya dan
disatukan. Bimetal bekerja apabila didekatkan dengan sumber panas yang
terkondisi, maka bimetal akan membengkok kearah bahan logam yang panas jenisnya
lebih rendah.
3. Jensi termistor ada 3 macam
antara lain : coated-bead, disk, dioda
case dan thin-film
4. Termokopel terdiri dari dua
buah logam yang berbeda panas jensinya yang salah satu ujungnya disatukan. Bila
ujung yang disatukan di panaskan maka sisi ujung lainnya akan menghasilkan
tegangan yang dapat di ukur.
Latihan
1. Sebutkan ada berapa
macam cara kalor subtract dapat mengalir dalam media padat, cair dan gas.
2. Sebutkan batas temperatur operasi kerja dari sensor thermal yang anda
ketahui
3. Sebutkan keunggulan sensor suhu jenis RTD dari pada sensor
termokopel.
Rangkuman
Pada bab 2 ini
dipelajari tentang; definisi-definisi,
persyaratan, jenis-jenis dan contoh sensor thermal yang banyak ditemui di
industri, labor.
Review
1. Gambarkan kontruksi dari sensor
bimetal, termokopel dan termistor
2. Kenapa sensor
RTD lebih diunggulkan pemakaiannya dari pada sensor thermal jenis lainnya.
3. Untuk mendeteksi suhu kerja dibawah nol darajat, sensor jenis mana yang
paling tepat digunakan.
4. Jelaskan cara kerja sensor
infrared pyrometer
Bab 3
Sensor Mechanics
Tujuan Umum
Setelah mahasiswa
mempelajarai bab ini, diharapkan dapat memahami fungsi dan peranan sensor
mekanik dalam teknik pengukuran dan pengontrolan sistem di dunia nyata dengan
baik.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari topik
demi topik dalam bab ini maka diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengerti tentang macam-macam dan
fungsi dari sensor posisi dengan baik.
2.
Mengerti tentang jenis, fungsi dan kegunaan dari sensor kecepatan dalam sistem
kendali berumpan balik dengan baik
3.
Mengerti jenis-jenis dan penerapan dari sensor tekanan dalam sistem pengaturan
berumpan balik dengan baik
4.
Mengerti macam, fungsi dan kegunaan dari sensor aliran fluida dengan baik
5.
Mengerti tentang macam, fungsi dan penerapan sensor level dalam sistem otomasi
industri dengan baik
Pendahuluan
Pergerakkan mekanis adalah tindakan yang
paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti perpindahan suatu
benda dari suatu posisi ke posisi lain, kecepatan mobil di jalan raya, dongrak
mobil yang dapat mengangkat mobil seberat 10 ton, debit air didalam pipa pesat,
tinggi permukaan air dalam tanki.
Semua
gerak mekanis tersebut pada intinya hanya terdiri dari tiga macam, yaitu gerak
lurus, gerak melingkar dan gerak memuntir. Gerak mekanis disebabkan oleh adanya
gaya aksi yang dapat menimbulkan gaya reaksi. Banyak cara dilakukan untuk
mengetahui atau mengukur gerak mekanis misalnya mengukur jarak atau posisi
dengan meter, mengukur kecepatan dengan tachometer, mengukur debit air dengan
rotameter dsb. Tetapi jika ditemui gerakan mekanis yang berada dalam suatu
sistem yang kompleks maka diperlukan sebuah sensor untuk mendeteksi atau
mengimformasikan nilai yang akan diukur. Berikut akan dijabarkan beberapa jenis
sensor mekanis yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari.
3.1. Sensor Posisi
Pengukuran posisi dapat
dilakukan dengan cara analog dan digital. Untuk pergeseran yang tidak terlalu
jauh pengukuran dapat dilakukan menggunakan cara-cara analog, sedangkan untuk
jarak pergeseran yang lebih panjang lebih baik digunakan cara digital.
Hasil sensor posisi atau perpindahan dapat
digunakan untuk mengukur perpindahan linier atau
angular. Teknis perlakuan sensor dapat dilakukan dengan cara terhubung langsung
( kontak ) dan tidak terhubung langsung ( tanpa kontak ).
3.1.1.
Strain gauge (SG)
Strain
gauge dapat dijadikan sebagai sensor posisi. SG dalam operasinya memanfaatkan
perubahan resistansi sehingganya dapat digunakan untuk mengukur perpindahan
yang sangat kecil akibat pembengkokan (tensile
stress) atau peregangan (tensile strain).
Definisi elastisitas (ε) strain gauge adalah perbandingan perubahan panjang (ΔL) terhadap panjang semula (L) yaitu:
Definisi elastisitas (ε) strain gauge adalah perbandingan perubahan panjang (ΔL) terhadap panjang semula (L) yaitu:
atau
perbandingan perubahan resistansi (ΔR) terhadap resistansi semula (R) sama dengan faktor gage (Gf) dikali elastisitas starin
gage (ε) :
Secara konstruksi SG terbuat dari
bahan metal tipis (foil) yang diletakkan diatas kertas. Untuk proses
pendeteksian SG ditempelkan dengan benda uji dengan dua cara yaitu:
1. Arah
perapatan/peregangan dibuat sepanjang mungkin (axial)
2. Arah
tegak lurus perapatan/peregangan dibuat sependek mungkin (lateral)
Gambar 3.1. Bentuk
phisik strain gauge
Faktor
gauge (Gf) merupakan
tingkat elastisitas bahan metal dari SG.
• metal incompressible Gf = 2
• piezoresistif Gf =30
• piezoresistif sensor digunakan
pada IC sensor tekanan
Untuk
melakukan sensor pada benda uji maka rangkaian dan penempatan SG adalah
• disusun dalam rangkaian jembatan
• dua strain gauge digunakan berdekatan,
satu untuk peregangan/perapatan , satu untuk
kompensasi temperatur pada posisi yang tidak terpengaruh peregangan/
perapatan
• respons frekuensi ditentukan masa tempat strain gauge ditempatkan
Gambar 3.2. Pemasangan strain gauge: (a) rangkaian jembatan
(b) gage1 dan gage 2 posisi 90
(c) gage 1 dan gage 2 posisi sejajar
3.1.2.
Sensor Induktif dan Elektromagnet
Sensor induktif memanfaatkan perubahan
induktansi
• sebagai akibat pergerakan
inti feromagnetik dalam koil
• akibat bahan feromagnetik yang mendekat
Gambar 3.3. Sensor posisi: (a) Inti bergeser
datar (b) Inti I bergser berputar,
(c)
Rangkaian variable induktansi
Rangkaian pembaca perubahan induktansi
• dua induktor disusun dalam rangkaian jembatan, satu sebagai dummy
• tegangan bias jembatan berupa sinyal ac
• perubahan induktasi
dikonversikan secara linier menjadi perubahan tegangan
KL = sensistivitas induktansi
terhadap posisi
• output tegangan ac diubah menjadi dc
atau dibaca menggunakan detektor fasa
Gambar 3.4. Rangkaian uji sensor posisi induktif
Sensor elektromagnetik memanfatkan
terbangkitkannya gaya emf oleh pada koil
yang mengalami perubahan medan magnit
• output tegangan sebanding dengan kecepatan perubahan posisi koil
terhadap sumber magnit
• perubahan medan
magnit diperoleh dengan pergerakan sumber medan
magnit atau pergerakan koilnya (seperti pada mikrofon dan loudspeaker)
Gambar 3.5.
Pemakaian sensor posisi: (a) pada microphone, (b) pada loudspeaker
3.1.3.
Linier Variable Differential Transformer (LVDT)
– memanfaatkan perubahan induksi magnit dari
kumparan primer ke dua kumparan sekunder
– dalam keadaan setimbang, inti magnet
terletak ditengah dan kedua kumparan sekunder menerima fluks yang sama
– dalam keadaan tidak setimbang, fluks pada
satu kumparan naik dan yang lainnya
turun
– tegangan yang dihasilkan pada sekunder
sebading dengan perubahan posisi inti magnetic
– hubungan linier bila inti masih disekitar posisi kesetimbangan
Gambar 3.6. LVDT sebagai sensor posisi: (a)
konstruksi LVDT, (b) Rangakaian
listrik, (c) rangkaia uji LVDT,
(d) Karakteristik LVDT
– rangkaian detektor sensitif fasa pembaca perpindahan dengan LVDT
Gambar 3.7. Rangkain
uji elektronik LVDT
3.1.4. Transduser Kapasitif
– memanfaatkan perubahan kapasitansi
• akibat perubahan posisi bahan
dielektrik diantara
kedua keping
• akibat
pergeseran posisi salah satu keping dan luas
keping yang berhadapan langsung
• akibat penambahan jarak antara kedua keeping
Gambar 3.8. Sensor posisi kapasitif: (a) pergeseran media mendatar,
(b) pergeseran berputar, (c) pergeseran
jarak plat
– nilai kapasitansi berbanding lurus dengan
area dan berbanding terbaik dengan jarak
– cukup sensitif tetapi linieritas buruk
– rangkaian jembatan seperti pada sensor
induktif dapat digunakan dengan kapasitor dihubungkan paralel dengan resistansi
(tinggi) untuk memberi jalur DC untuk input
opamp
– alternatif kedua mengubah perubahan
kapasitansi menjadi perubahan frekuensi osilator
• frekuensi tengah 1 - 10
MHz
• perubahan frekuensi untuk
perubahan kapasitansi cukup kecil dibandingkan kapasitansi Co
Gambar 3.9. Pemakaian sensor posisi pada
rangkaian elektronik:
(a)
kapasitansi menjadi frekuensi, (b) kapasitansi menjadi pulsa
– Solusi rangkaian murah dengan osilator
relaksasi dual inverter CMOS
3.1.5.
Transduser perpindahan digital optis
–
mendeteksi posisi melalui kode oleh pemantul atau pelalu transmisi cahaya
ke detektor foto
–
perpindahan (relatif) diukur berupa pulse train dengan
frekuensi yang sebanding kecepatan pergerakan
Gambar
3.10. Sensor posisi digital optis: (a)
dan (b) pergeseran berputar, TX-RX sejajar, (c) dan (d) pergeseran mendatar,
TX-RX membentuk sudut.
– deteksi arah gerakan memanfaatkan dua sinyal dengan saat pulsa
naik berbeda
Gambar 3.11. Rangakain
uji untuk menentukan arah gerakan/posisi
– posisi mutlak dideteksi menggunakan kode bilangan digital
•
untuk deteksi perubahan yang ekstrim satu kode digunakan sebagai sinyal
clock
•
alternatif lain memanfaatkan kode yang hanya mengijinkan satu perubahan
seperti pada kode Gray
•
kode angular lebih baik dari pada kode linier akibat arah ekpansi thermal
pada pelat kode
Gambar 3.12. Pulsa clock yang
dihasilkan berdasarkan bilangan biner
– pengukuran perpindahan posisi yang kecil dapat dilakukan dengan pola
Moire
• pola garis tegak dan miring memperkuat
(ukuran) pergeseran arah x ke pola garis pada arah y
• perubahan
dibaca dengan cara optis
Gambar 3.13. Perubahan posisi kecil menggunakan cara Moire
3.1.6.
Transduser Piezoelectric
Transduser Piezoelectric berkeja
memanfaatkan tegangan yang terbentuk saat kristal mengalami pemampatan
• ion positif dan negatif terpisah akibat struktur
kristal asimetris
• bahan kristal: kuarsa dan barium titanat, elektret polivilidin florida
• bentuk respons
Gambar 3.14. Transduser
Piezoelektrik: (a) konstruksi PE,
(b) rangkaian ekivalen PE
Gambar 3.15.
Respons Tegangan PE
Rangkaian pembaca tegangan pada piezoelektrik sensor
• kristal bukan konduktor (tidak mengukur
DC, rangkaian ekivalen) gunakan rangkaian Op-Amp dengan impedansi input tinggi
(FET, untuk frekuensi rendah)
• bila respons yang diukur dekat dengan
frekuensi resonansi kristal, ukur muatan sebagai ganti tegangan
di mana Qx = muatan
listrik kristal (coulomb)
Kqe
= konstanta kristal (coul/cm)
ε = gaya
tekan ( Newton)
• Gambar (a) R tinggi untuk alur DC, (b)
saklar untuk mengukur tegangan strain saat ON dan OFF dan (c) mengukur muatan,
tegangan (Vo)yang
dihasilkan adalah :
Gambar
3.16. Rangkaian pembacaan tegangan kristal
3.1.7. Transduser Resolver
dan Inductosyn
– berupa pasangan motor-generator: resolver
dan transmiter digunakan untuk mengukur sudut pada sebuah gerakan rotasi
– kumparan stator sebagai penerima ditempatkan pada sudut yang berbeda
• 3 stator: syncho
• 2 stator: resolver
– versi linier (inductosyn) perbedaan sudut
90 derajat diperoleh dengan perbedaan
1/4 gulungan
Gambar 3.17. Konstruksi Resolver - Inductosyn dan
sinyal yang dihasilkan
3.1.8.
Detektor Proximity
– (a) saklar reed yang memanfatkan saklar
yang terhubung atau terlepas berdasarkan
medan
magnet
–
(b) RF-lost akibat adanya bahan
metal yang menyerap medan
magnet (frekuensi 40-200 kHz) yang
mengakibatkan detector RF turun akibat pembebanan rangkaian resonansi LC pada
osilator
–
(c) Detector kapasitansi
mengamati perubahan kapasitansi oleh bahan nonkonduktor
–
(d) pancaran cahaya terfokus
Gambar 3.18. Beberapa
sensor proximity
3.1.8. Potensiometer
Potensiometer
yang tersedia di pasaran terdiri dari beberapa jenis, yaitu: potensiometer
karbon, potensiometer wire wound dan potensiometer metal film.
1. Potensiometer karbon adalah potensiometer yang terbuat dari bahan
karbon harganya cukup murah akan tetapi kepressian potensiometer ini sangat
rendah biasanya harga resistansi akan sangat mudah berubah akibat pergeseran
kontak.
2. Potensiometer gulungan kawat (wire wound) adalah potensiometer
yang menggunakan gulungan kawat nikelin yang sangat kecil ukuran penampangnya.
Ketelitian dari potensiometer jenis ini tergantung dari ukuran kawat yang
digunakan serta kerapihan penggulungannya.
3. Metal film adalah potensiometer yang menggunakan bahan metal yang
dilapiskan ke bahan isolator
Potensiometer
karbon dan metal film jarang digunakan untuk kontrol industri karena cepat aus.
Potensiometer wire wound adalah potensiometer yang menggunakan kawat halus yang
dililit pada batang metal. Ketelitian potensiometer tergantung dari ukuran
kawat. Kawat yang digunakan biasanya adalah kawat nikelin.
Penggunaan
potensiometer untuk pengontrolan posisi cukup praktis karena hanya membutuhkan
satu tegangan eksitasi dan biasanya tidak membutuhkan pengolah sinyal yang
rumit. Kelemahan penggunaan potensiometer terutama adalah:
1. Cepat aus akibat gesekan
2. Sering timbul noise terutama saat
pergantian posisi dan saaat terjadi lepas kontak
3.
Mudah terserang korosi
4.
Peka terhadap pengotor
Potensiometer
linier adalah potensiometer yang perubahan tahanannya sangat halus dengan
jumlah putaran sampai sepuluh kali putaran (multi turn). Untuk keperluan sensor
posisi potensiometer linier memanfaatkan perubahan resistansi, diperlukan
proteksi apabila jangkauan ukurnya melebihi rating, linearitas yang tinggi
hasilnya mudah dibaca tetapi hati-hati dengan friksi dan backlash yang
ditimbulkan, resolusinya terbatas yaitu 0,2 – 0,5%
Gambar 3.20. Rangkaian uji Potensiometer
3.1.9. Optical lever displacement
detektor
• memanfaatkan pematulan berkas cahaya
dari sumber ke detektor
• linieritas hanya baik untuk
perpindahan yang kecil
Gambar 3.21. Optical Lever
Displacement Detector
3.2. Sensor Kecepatan ( Motion Sensor )
Pengukuran
kecepatan dapat dilakukan dengan cara analog dan cara digital. Secara umum
pengukuran kecepatan terbagi dua cara yaitu: cara angular dan cara translasi.
Untuk mengukur kecepatan translasi dapat diturunkan dari cara pengukuran
angular. Yang dimaksud dengan pengukuran angular adalah pengukuran kecepatan
rotasi (berputar), sedangkan pengukuran kecepatan translasi adalah kecepatan
gerak lurus beraturan dan kecepatan gerak lurus tidak beraturan.
3.2.1. Tacho Generator
Sensor
yang sering digunakan untuk sensor kecepatan angular adalah tacho generator.
Tacho generator adalah sebuah generator kecil yang membangkitkan tegangan DC
ataupun tegangan AC. Dari
segi eksitasi tacho generator dapat dibangkitkan dengan eksitasi dari luar atau
imbas elektromagnit dari magnit permanent.
Tacho
generator DC dapat membangkitkan tegangan DC yang langsung dapat menghasilkan
informasi kecepatan, sensitivitas tacho generator DC cukup baik terutama pada
daerah kecepatan tinggi. Tacho generator DC yang bermutu tinggi memiliki
kutub-kutub magnit yang banyak sehingga dapat menghasilkan tegangan DC dengan
riak gelombang yang berfrekuensi tinggi sehingga mudah diratakan. Keuntungan
utama dari tacho generator ini adalah diperolehnya informasi dari arah putaran.
Sedangakan kelemahannya
adalah :
1. Sikat komutator mudah habis
2.
Jika digunakan pada daerah bertemperatur tinggi, maka magnet permanent akan
mengalami kelelahan, untuk kasus ini, tacho generator sering dikalibrasi.
3. Peka terhadap debu dan korosi
Tacho
generator AC berupa generator singkron, magnet permanent diletakkan dibagian
tengah yang berfungsi sebagai rotor. Sedangkan statornya berbentuk kumparan
besi lunak. Ketika rotor berputar dihasilkan tegangan induksi di bagian
statornya. Tipe lain dari tacho generator AC adalah tipe induksi, rotor dibuat
bergerigi, stator berupa gulungan kawat berinti besi. Medan magnet permanent dipasang bersamaan di
stator. Ketika rotor berputar, terjadi perubahan medan magnet pada gigi yang kemudian
mengimbas ke gulungan stator.
Kelebihan
utama dari tacho generator AC adalah relatif tahan terhadap korosi dan debu,
sedangkan kelemahannya adalah tidak memberikan informasi arah gerak.
Gambar 3.22. Kontruksi Tacho Generator DC
Gambar 3.23. Kontruksi Tacho Generator AC
Gambar 3.24. Kontruksi Tacho Generator AC dengan rotor bergerigi
3.2.2. Pengukuran Kecepatan Cara Digital.
Pengukuran
kecepatan cara digital dapat dilakukan dengan cara induktif, kapasitif dan
optik. Pengukuran dengan cara induksi dilakukan menggunakan rotor bergerigi,
stator dibuat dari kumparan yang dililitkan pada magnet permanen. Keluaran dari sensor ini berupa
pulsa-pulsa tegangan. Penggunaan cara ini cukup sederhana, sangat praktis tanpa
memerlukan kopling mekanik yang rumit, serta memiliki kehandalan yang tinggi,
tetapi kelemahannya tidak dapat digunakan untuk mengukur kecepatan rendah dan
tidak dapat menampilkan arah putaran.
Gambar 3.25. Sensor Kecepatan Digital Tipe Induktor
Tipe
lain sensor kecepatan adalah cara Optik. Rotor dibuat dari bahan metal atau
plastik gelap, rotor dibuat berlubang untuk memberi tanda kepada sensor cahaya.
Bila diinginkan informasi arah kecepatan, digunakan dua buah sensor yang
dipasang berdekatan. Informasi arah gerah dapat diperoleh dengan cara
mendeteksi sensor mana yang lebioh dahulu mendapat sinar (aktif). Sensor cahaya
sangat peka terhadap pengotor debu, olej karena itu keselurujan bagian sensor (stator
dan rotor) harus diletakkan pada kemasan
tertutup. Kelebihan sensor ini memiliki linearitas yang sangat tinggi untuk
daerah jangkauan yang sangat luas. Kelemahannya adalah masih diperlukan adanya
kopling mekanik dengan sistem yang di sensor.
Gambar 3.26. Sensor Kecepatan Cara Optik
Sensor
kecepatan digital lain adalah menggunakan kapsitf, yaitu rotor dibuat dari
bahan metal, bentuknya bulat. Rotor berputar dengan poros tidak sepusat atau
bergeser kepinggir sedikit. Stator dibuat dari bahan metal dipasang dengan
melengkung untuk memperbesar sensitivitas dari sensor. Ketika rotor diputar
maka akan terjadi perubahan kapasitansi diantara rotor dan stator karena
putaran rotor tidak simetris. Penerapan dari sensor ini teruatama jika
diperlukan pemasangan sensor kecepatan yang berada dilingkungan fluida.
Gambar 3.27. Sensor Kecepatan Cara Kapasitansi.
3.3. Sensor Tekanan ( Presure Sensor )
• Transduser tekanan dan gaya
(load cell)
– terdiri dari bahan elastis dan sensor perpindahan (displacement)
– besaran ukur (i) strain atau (ii) displacement
– pengelompokan: tipe absolute gauge dan diferensial
Gambar
3.28. Sensor tekanan diafragma: diafragma tipe datar, (b) diafragma bergelombang,
(c) media kapasistansi
• sensor tekanan
dengan diafragma reliable, sukar dibuat, reproducible
– besaran ukur
strain dengan strain gauge atau displacement dengan kapasitansi
– pengukuran dengan kapasitansi dalam rangkaian
jembatan sangat sensitif dan mahal
– Penempatan dan rangkaian
sensor
• rangkaian jembatan untuk
kompensasi temperatur
• resistor sensitif temperatur baik dalam
jembatan maupun pada regulator tegangan
Gambar 3.29. Rangkaian uji sensor tekanan strain gauge:
(a) rangakaian jembatan tanpa kompensator, (b) rangakaian jembatan dengan
kompensator
3.3.1. Transduser Tekanan
silikon
– memanfaatkan silikon sebagai bahan strain
ukur dan diafragmanya, rangkaian bisa terintegrasi
– lebih sensistif dari metal karena strain
(displacement) dan sifat piezoresistif muncul bersamaan
– selalu menggunakan
4 gauge dalam jembatan, masalah yang dihadapi
• gauge tidak identik
• sangat sensitif terhadap temperatur
– alternatif solusi:
• eksitasi arus
• kompensasi tegangan jembatan
• kompensasi penguatan amplifier
|
Gambar 3.30. Straingage piezoresistif: (a) phisik peizoresistif
straingage,
(b)
karakteristik peizoresistif sg, (c) respon temperatur pada konfigurasi jembatan
– konstruksi sensor
tekanan silikon
• diafragma dengan proses etsa
• strain gauge dengan difusi dopan
Gambar
3.31. Sensor tekanan jenis diafragma silicon: (a) diafragma datar, (b)
diafragma melingkar lebih sensitif
– konstruksi paket sensor tekanan
silikon dengan rangkaian kompensasi dan
penguat
Gambar 3.32. Sensor tekanan semikonduktor: (a) konstruksi sensor,
(b)blok diagram rangkaian sensor
3.3.2. Sensor Tekanan Tipe
Bourdon dan Bellow
– besaran ukur perpindahan (displacement)
memanfaatkan LVDT, sensor reluktansi-variabel, potensiometer
– konversi tekanan
ke perpindahan menggunakan tabung Bourdon atau Bellows
Gambar 3.33. Sensor tekanan tipe lain: (a)
dan (b) tipe Bourdon,
(c) dan (d) tipe bellow
3.3.3. Load cell
– cara kerja mirip dengan sensor tekanan
yaitu mengubah gaya
menjadi perpindahan
– menggunakan rangkaian jembatan untuk
pembacaan, kalibrasi dan kompensasi temperatur
– alternatif lain menggunakan kristal
piezoelektrik untuk mengukur perubahan gaya
– konfigurasi load cell
Gambar
3.34. Beberapa Contoh Konfigurasi Load Cell
• Spesifikasi Error dan Nonlinearitas pada Sensor
Gambar 3.35. Respon sensor secara
umum
(a) Simpangan dari
garis linear (b) Bentuk sinyal
terdefinisi
3.4. Sensor Aliran Fluida ( Flow
Sensor )
Pengukuran
aliran mulai dikenal sejak tahun 1732 ketika Henry Pitot mengatur jumlah fluida
yang mengalir. Dalam pengukuran fluida perlu ditentukan besaran dan vektor
kecepatan aliran pada suatu titik dalam fluida dan bagaimana fluida tersebut
berubah dari titik ke titik.
Pengukuran atau penyensoran aliran fluida dapat digolongkan sebagai
berikut:
1.
Pengukuran kuantitas
Pengukuran ini memberikan petunjuk
yang sebanding dengan kuantitas total yang telah mengalir dalam waktu tertentu.
Fluida mengalir melewati elemen primer secara berturutan dalam kuantitas yang
kurang lebih terisolasi dengan secara bergantian mengisi dan mengosongkan
bejana pengukur yang diketahui kapasitasnya.
Pengukuran kuantitas diklasifikasikan menurut :
a.
Pengukur gravimetri atau
pengukuran berat
b.
Pengukur volumetri untuk cairan
c.
Pengukur volumetri untuk gas
2.
Pengukuran laju aliran
Laju aliran Q merupakan fungsi luas pipa A
dan kecepatan V dari cairan yang mengalir lewat pipa, yakni:
Q = A.V
tetapi dalam praktek,
kecepatan tidak merata, lebih besar di pusat. Jadi kecepatan terukur rata-rata
dari cairan atau gas dapat berbeda dari kecepatan rata-rata sebenarnya. Gejala
ini dapat dikoreksi sebagai berikut:
Q = K.A.V
di mana K adalah konstanta untuk pipa tertentu
dan menggambarkan hubungan antara kecepatan rata-rata sebenarnya dan kecepatan
terukur. Nilai konstantaini bisa didapatkan melalui eksperimen.
Pengukuran
laju aliran digunakan untuk mengukur kecepatan cairan atau gas yang mengalir
melalui pipa. Pengukuran ini dikelompokkan lagi menurut
jemis bahan yang diukur, cairan atau gas, dan menurut sifat-sifat elemen primer
sebagai berikut:
a.
Pengukuran laju aliran untuk
cairan:
1)
jenis baling-baling defleksi
2)
jenis baling-baling rotasi
3)
jenis baling-baling heliks
4)
jenis turbin
5)
pengukur kombinasi
6)
pengukur aliran magnetis
7)
pengukur aliran ultrasonic
8)
pengukur aliran kisaran (vorteks)
9)
pengukur pusaran (swirl)
b.
Pengukuran laju aliran gas
1)
jenis baling-baling defleksi
2)
jenis baling-baling rotasi
3)
jenis termal
3. Pengukuran metoda diferensial
tekanan
Jenis pengukur aliran yang paling
luas digunakan adalah pengukuran tekanan diferensial. Pada prinsipnya beda luas penampang melintang
dari aliran dikurangi dengan yang mengakibatkan naiknya kecepatan, sehingga menaikan
pula energi gerakan atau energi kinetis. Karena energi tidak bisa diciptakan
atau dihilangkan ( Hukum perpindahan energi ), maka kenaikan energi kinetis ini
diperoleh dari energi tekanan yang berubah..
Lebih
jelasnya, apabila fluida bergerak melewati penghantar (pipa) yang seragam
dengan kecepatan rendah, maka gerakan partikel masing-masing umumnya sejajar
disepanjang garis dinding pipa. Kalau laju aliran meningkat, titik puncak
dicapai apabila gerakan partikel menjadi lebih acak dan kompleks.
Kecepatan kira-kira di
mana perubahan ini terjadi dinamakan kecepatan kritis dan aliran pada tingkat
kelajuan yang lebih tinggi dinamakan turbulen
dan pada tingkat kelajuan lebih rendah dinamakan laminer.
Kecepatan kritis dinamakan juga angka Reynold, dituliskan tanpa dimensi:
di mana : D = dimensi penampang
arus fluida, biasanya diameter
ρ = kerapatan fluida
V
= kecepatan fluida
μ = kecepatan absolut fluida
Batas kecepatan kritisuntuk pipa biasanya berada diantara
2000 dan 2300.
Pengukuran aliran metoda ini dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya: menggunakan pipa venturi, pipa pitot, orifice plat (lubang sempit), turbine flow meter, rotameter, cara thermal, menggunakan bahan radio aktif, elektromagnetik, ultar sonic dan flowmeter gyro. Cara lain dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan proses. Yang dibahas dalam buku ini adalah sensor laju aliran berdasarkan perbedaan tekanan.
3.4.1. Sensor Aliran Berdasarkan Perbedaan Tekanan
Metoda ini berdasarkan Hukum Bernoulli
yang menyatakan hubungan :
dimana: P =
tekanan fluida
ρ =
masa jenis fluida
v =
kecepatan fulida
g =
gravitasi bumi
h =
tinggi fluida (elevasi)
Gambar 3.36. Hukum Kontiunitas
Jika
h1 dan h2 dibuat sama tingginya maka
atau
Perhatian : Rumus diatas hanya berlaku untuk aliran Laminer, yaitu aliran yang memenuhi prinsip kontinuitas.
Pipa pitot, orifice
plate, pipa venturi dan flow Nozzle menggunakan hukum Bernoulli diatas. Prinsip dasarnya adalah membentuk
sedikit perubahan kecepatan dari aliran fluida sehingga diperoleh perubahan
tekanan yang dapat diamati. Pengubahan kecepatan aliran fluida dapat dilakukan
dengan mengubah diameter pipa, hubungan ini diperoleh dari Hukum kontiunitas
aliran fluida.
Perhatikan rumus berikut: , di
mana : A = luas penampang pipa,
B = debit fluida
Karena
debit fluida berhubungan langsung dengan kecepatan fluida, maka jelas kecepatan
fluida dapat diubah dengan cara mengubah diameter pipa.
3.4.1.1. Orifice Plate
Alat ukur terdiri dari pipa dimana
dibagian dalamnya diberi pelat berlubang lebih kecil dari ukuran diameter pipa.
Sensor tekanan
diletakan disisi pelat bagian inlet (P1) dan satu lagi dibagian sisi
pelat bagian outlet (P2). Jika terjadi aliran dari inlet ke outlet,
maka tekanan P1 akan lebih besar dari tekanan outlet P2.
Keuntungan utama dari Orfice plate
ini adalah dari :
1.
Konstruksi sederhana
2. Ukuran pipa dapat dibuat persis
sama dengan ukuran pipa sambungan.
3.
Harga pembuatan alat cukup murah
4.
Output cukup besar
Kerugian
menggunakan cara ini adalah :
1.
Jika terdapat bagian padat dari aliran fluida, maka padat bagian tersebut akan
terkumpul pada bagian pelat disisi inlet.
2. Jangkauan pengukuran sangat rendah
3.
Dimungkinkan terjadinya aliran Turbulen
sehingga menyebabkan kesalahan pengukuran jadi besar karena tidak mengikuti
prinsip aliran Laminer.
4. Tidak memungkinkan bila digunakan
untuk mengukur aliran fluida yang bertekanan rendah.
Gambar 3.37. Orifice Plate
Jumlah fluida yang mengalir per satuan waktu ( m3/dt) adalah :
di mana : Q =
jumlah fluida yang mengalir ( m3/dt)
K
= konstanta pipa
A2 = luas penampang pipa
sempit
P
= tekanan fluida pada pipa 1 dan 2
ρ
= masa jenis fluida
g
= gravitasi bumi
Rumus ini juga berlaku untuk pipa venturi
3.4.1.2. Pipa Venturi
Bentuk
lain dari pengukuran aliran dengan beda tekanan adalah pipa venture.
Pada pipa venture, pemercepat aliran
fluida dilakukan dengan cara membentuk corong sehingga aliran masih dapat
dijaga agar tetap laminar. Sensor tekana pertama (P1) diletakkan
pada sudut tekanan pertama dan sensor tekanan kedua diletakkan pada bagian yang
plaing menjorok ke tengah. Pipa venturi biasa dipergunakan untuk mengukur
aliran cairan.
Keuntungan
dari pipa venturi adalah:
1.Partikel
padatan masih melewati alat ukur
2.
Kapasitas aliran cukup besar
3. Pengukuran tekana lebih baik
dibandingkan orifice plate.
4.
Tahan terhadapa gesakan fluida.
Kerugiannya
adalah:
1.
Ukuiran menjadi lebih besar
2.
Lebih mahal dari orifice plate
3.
Beda tekanan yang ditimbulkan menjadi lebih kecil dari orifice plate.
Gambar 3.38. Pipa Venturi
3.4.1.3. Flow Nozzle
Tipe Flow Nozzle menggunakan sebuah
corong yang diletakkan diantara sambungan pipa sensor tekanan P1
dibagian inlet dan P2 dibagian outlet. Tekanan P2 lebih
kecil dibandingkan P1. Sensor jenis ini memiliki keunggulan
diabnding venture dan orifice plate yaitu:
1.
Masih dapat melewatkan padatan
2. Kapasitas aliran cukup besar
3.
Mudah dalam pemasangan
4.
Tahan terhadap gesekan fluida
5.
Beda tekanan yang diperoleh lebih besar daripada pipa venturi
6.
Hasil beda tekanan cukup baik karena aliran masih laminer
Gambar 3.39. Flow Nozzle
3.4.1.4. Pipa Pitot
Konstruksi
pipa ini adalah berupa pipa biasa sedang di bagian tengah pipa diselipkan pipa
kecil yang dibengkokkan ke arah inlet. Jenis pipa ini jarang dipergunakan di
industri karena dengan adanya pipa kecil di bagian tengah akan menyebabkan
benturan yang sangat kuat terhadap aliran fluida. Alat ini hanya dipergunakan
untuk mengukur aliran fluida yang sangat lambat.
Gambar 3.40. Pipa Pitot
3.4.1.5. Rotameter
Rotameter
terdiridari tabung vertikal dengan lubang gerak di mana kedudukan pelampung
dianggap vertical sesuai dengan laju aliran melalui tabung (Gambar 3.41). Untuk
laju aliran yang diketahui, pelampung tetap stasioner
karena gaya
vertical dari tekanan diferensial, gravitasi, kekentalan, dan gaya-apung akan
berimbang. Jadi kemampuan menyeimbangkan diri dari pelampung yang digantung
dengan kawat dan tergantung pada luas
dapat ditentukan. Gaya kebawah (gravitasi dikurangi gaya
apung) adalah konstan dan demikian pula gaya keatas (penurunan
tekanan dikalikan luas pelampung) juga harus konstan. Dengan mengasumsikan
aliran non kompresif, hasilnya adalah sebagai berikut:
Di mana, Q
= laju aliran volume
C =
koefisien pengosongan
At = luas tabung
Af = luas pelampung
Vf = volume pelampung
Wf = berat jenis pelampung
Wff = berat jenis fluida yang
mengalir
Gambar 3.41. Rotameter
Pelampung dapat
dibuat dari berbagai bahan untuk mendapatkan beda kerapatan yang diperlukan (Wf-Wff)
untuk mengukur cairan atau gas tertentu. Tabung sering dibuat dari gelas
berkekuatan tinggi sehingga dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap
kedudukan pelampung.
3.4.2. Cara-cara Thermal
Cara-cara
thermal biasanya dipergunakan untuk mengukur aliran udara. Pengukuran dengan menggunakan
carathermal dapat dilakukan dengan cara-cara :
- Anemometer kawat panas
- Teknik perambatan panas
- Teknik penggetaran
3.4.2.1. Anemometer Kawat Panas
Metoda ini cukup sederhana yaitu
dengan menggunakan kawat yang dipanaskan oleh aliran listrik, arus yang
mengalir pada kawat dibuat tetap konstan menggunakan sumber arus konstan. Jika
ada aliran udara, maka kawat akan mendingin (seperti kita meniup lilin) dengan
mendinginnya kawat, maka resistansi kawat menurun. Karena dipergunakan sumber
arus konstan, maka kita dapat menyensor tegangan pada ujung-ujung kawat. Sensor
jenis ini memiliki sensitivitas sangat baik untuk menyensor aliran gas yang
lambat. Namun sayangnya penginstalasian keseluruhan sensor tergolong sulit.
Disini berlaku rumus :
di mana : I = arus kawat
Rw =
resistansi kawat
Kc = faktor konversi, panas ke daya
listrik
Tw = temperatur kawat
Tt = temperatur fluida yang
mengalir
Hc
= koefisien film (pelapis) dari perpindahan panas
A
= luas perpindahan panas
Gambar 3.42. Kontruksi Anemometer Kawat Panas
3.4.2.2. Perambatan Panas
Pada
teknik perambatan panas, pemanas dipasang pada bagian luar pipa, pipa tersebut
terbuat dari bahan logam. Di kiri dan kanan pemanas, dipasang bahan isolator
panas, dan pada isolator ini dipasang sensor suhu. Bila udaramengalir dari kiri
ke kanan, maka suhu disebelah kiri akan terasa lebih dingin dibanding suhu
sebelah kanan.
Gambar 3.43. Flowmeter Rambatan Panas
Sensor
suhu yang digunakan dapat berupa sensor resistif tetapi yang biasa terpasang
adalah thermokopel karena memiliki respon suhu yang cepat. Sensor aliran
perambatan panas tipe lama, memanaskan seluruh bagian dari saluran udara,
sehingga dibutuhkan pemanas sampai puluhan kilowatt, untuk mengurangi daya
panas tersebut digunakan tipe baru dengan membelokkan sebagian kecil udara
kedalam sensor.
3.4.3. Flowmeter Radio Aktif
Teknik
pengukuran aliran dengan radio aktif adalah dengan menembakkan partikel netron
dari sebuah pemancar radio aktif. Pada jarak tertentu kea rah outlet, dipasang
detector. Bila terjadi aliran, maka akan terdeteksi adanya partikel radio
aktif, jumlah partikel yang terdeteksi pada selang tertentu akan sebanding
dengan kecepatan aliran fluida.
Teknik
lain yang masih menggunakan teknik radio aktif adalah dengan cara mencampurkan
bahan radio aktif kedalam fluida kemudian pada bagian-bagian tertentu dipasang
detector. Teknik ini dilakukan bila terjadi kesulitan mengukur misalnya karena
bahan aliran terdiri dari zat yang
berada pada berbagai fase.
Teknik radio aktif ini juga biaa
dipergunakan pada pengobatan yaitu mencari posisi pembuluh darah yang macet
bagi penderita kelumpuhan.
Gambar 3.44. Flowmeter Cara Radiasi Nuklir
3.4.4. Flowmeter Elektromagnetis
Flowmeter jenis ini biasa digunakan
untuk mengukur aliran cairan elektrolit. Flowmeter ini menggunakan prinsip Efek
Hall, dua buah gulungan kawat tembaga dengan inti besi dipasang pada pipa agar
membangkitkan medan
magnetik. Dua buah elektroda dipasang pada bagian dalam pipa dengan posisi
tegak lurus arus medan
magnet dan tegak lurus terhadap aliran fluida.
Bila
terjadi aliran fluida, maka ion-ion posistif dan ion-ino negatif membelok ke arah
elektroda. Dengan demikian terjadi beda
tegangan pada elektroda-elektrodanya. Untuk menghindari adanya elektrolisa
terhadap larutan, dapat digunakan arus AC sebagai pembangkit medan magnet.
Gambar 3.45. Prinsip Pengukuran Aliran menggunakan Efek Hall
3.4.5. Flowmeter Ultrasonic
Flowmeter
ini menggunakan Azas Doppler.Dua pasang ultrasonic transduser dipasang pada
posisi diagonal dari pipa, keduanya dipasang dibagian tepi dari pipa, untuk
menghindari kerusakan sensor dantyransmitter, permukaan sensor dihalangi oleh
membran. Perbedaan lintasan terjadi karena adanya aliran fluida yang
menyebabkan pwerubahan phase pada sinyal yang diterima sensor ultrasonic
Gambar 3.46. Sensor Aliran Fluida Menggunakan Ultrasonic
3.5. Sensor Level
Pengukuran
level dapat dilakukan dengan bermacam cara antara lain dengan:
pelampung atau displacer, gelombang
udara, resistansi, kapasitif, ultra sonic, optic, thermal, tekanan, sensor
permukaan dan radiasi. Pemilihan
sensor yang tepat tergantung pada situasi dan kondisi sistem yang akan di
sensor.
3.5.1. Menggunakan Pelampung
Cara yang paling sederhana dalam
penyensor level cairan adalah dengan menggunakan pelampung yang diberi gagang.
Pembacaan dapat dilakukan dengan memasang sensor posisi misalnya potensiometer pada bagian engsel gagang
pelampung. Cara ini cukup baik diterapkan untuk tanki-tanki air yang tidak
terlalu tinggi.
Gambar 3.47. Sensor Level Menggunakan Pelampung
3.5.2. Menggunakan Tekanan
Untuk mengukur level cairan dapat
pula dilakukan menggunakan sensor tekanan yang dipasang di bagian dasar dari
tabung. Cara ini cukup praktis, akan tetapi ketelitiannya sangat tergantung
dari berat jenis dan suhu cairan sehingga kemungkinan kesalahan pembacaan cukup
besar.
Sedikit modifikasi dari cara diatas
adalah dengan cara mencelupkan pipa berisi udara kedalam cairan. Tekanan udara
didalam tabung diukur menggunakan sensor tekanan, cara ini memanfaatkan hukum
Pascal. Kesalahan
akibat perubahan berat jenis cairan dan suhu tetap tidak dapat diatasi.
Gambar 3.48. Sensor Level Menggunakan Sensor Tekanan
3.5.3. Menggunakan Cara Thermal
Teknik ini didasarkan pada fakta
penyerapan kalor oleh cairan lebih tinggi dibandingkan penyerapan kalor oleh
uapnya, sehingga bagian yang tercelup akan lebih dingin dibandingkan bagian
yang tidak tercelup. Kontruksi dasar sensor adalah terdidiri dari sebuah elemen
pemanas dibentuk berliku-liku dan sebuah pemanas lain dibentuk tetap lurus. Dua
buah sensor diletakkan berhadapan dengan bagian tegakdari pemanas, sebuah
sensor tambahan harus diletakkan selalu berada dalam cairan yang berfungsi
untuk pembanding. Kedua sensor yang berhadapan dengan pemanas digerakkan oleh
sebuah aktuator secara perlahan-lahan dengan perintah naik atau turun secara
bertahap. Mula-mula sensor diletakkan pada bagian paling atas, selanjutnya
sensor suhu digerakkan ke bawah
perlahan-lahan, setiap terdeteksi adanya perubahan suhu pada sensor yang
berhadapan pada pemanas berliku, maka dilakukan penambahan pencacahan terhadap
pencacah elektronik. Pada saat sensor yang berhadapan dengan pemanas lurus
mendeteksi adanya perubahan dari panas ke dingin, maka hasil pencacahan
ditampilkan pada peraga.
Sensor
level cairan dengan cara thermal ini biasanya digunakan pada tanki-tanki
boiler, karena selain sebagai sensor level cairan, juga dapat dipergunakan
untuk mendeteksi gradien perubahan suhu dalam cairan.
Gambar 3.49. Teknik Penyensoran Level Cairan Cara Thermal
Gambar 3.50. Blok Diagram Pengolahan dan Pendisplayan Sensor Level
Menggunakan Cara Thermal
3.5.4. Menggunakan Cara Optik
Pengukuran
level menggunakan optic didasarkan atas sifat pantulanpermukaan atau pembiasan
sinar dari cairan yang disensor. Ada
beberapa carayang dapat digunakan untuk penyensoran menggunakan optic yaitu:
1. Menggunakan sinar laser
2. Menggunakan prisma
3. Menggunakan fiber optik
3.5.4.1. Menggunakan Sinar Laser
Sinar
laser dari sebuah sumber sinar diarahkan ke permukaan cairan, kemudian
pantulannya dideteksi menggunakan detector sinar laser. Posisi pemancar dan
detector sinar laser harus berada pada bidang yang sama. Detektor dan umber sinar laser
diputar. Detektor diarahkan agar selalu berada pada posisi menerima sinar. Jika
sinar yang datang diterima oleh detektor, maka level permukaan cairan dapat
diketahui dngan menghitung posisi-posisi sudut dari sudut detektor dan sudut
pemancar.
Gambar 3.51. Sensor Level menggunakan Sinar Laser
3.5.4.2. Menggunakan Prisma
Teknik
ini memanfaatkan harga yang berdekatan antara index bias air dengan index bias
gelas. Sifat pantulan dari permukaan prisma akan menurun bila prisma dicelupkan
kedalam air. Prisma yang digunakan adalah prisma bersudut 45 dan 90 derajat. Sinar diarahkan ke prisma, bila
prisma ditempatkan di udara, sinar akan dipantulkan kembali setelah melewati
permukaan bawah prisma. Jika prisma ditempatkan di air, maka sinar yang dikirim
tidak dipantulkan akan tetapi dibiaskan oleh air, Dengan demikian prisma ini
dapat digunakan sebagai pengganti pelampung. Keuntungan yang diperoleh ialah
dapat mereduksi ukuran sensor.
Gambar 3.52. Sensor Level menggunakan Prisma
3.5.4.3. Menggunakan Fiber Optik
Teknik ini tidak jauh berbeda dengan
teknik penyensoran permukaan air menggunakan prisma, yaitu menggunakan prinsip
pemantulan dan pembiasan sinar. Jika fiber optic diletakan di udara, sinar yang
dimasukan ke fiber optic dipantulkan oleh dinding fiber optic, sedangkan bila
fiber optic telanjang dimasukan ke air, maka dinding fiber optic tidak lagi
memantulkan sinar
Gambar 3.53. Sensor Level menggunakan Serat Optik
Contoh Soal:
1. Sebutkan beberapa macam sensor
mekanik yang anda ketahui
2. Jelaskan cara kerja straingauge
yang digunakan sebagai sensor posisi
3. Ada berapa macam tachogenerator
yang dapat digunakan sebagai sensor kecepatan
4. Sebutkan beberapa jenis sensor
tekanan yang anda ketahui
5. Pipa venturi dapat digunakan
sebagai sensor aliran bagaimana caranya
6. Ada berapa cara dapat dilakukan
untuk penyensoran level cairan.
Jawab:
1. Sensor mekanik antara lain: sensor posisi,
sensor kecepatan, sensor tekanan, sensor aliran dan sensor level
2. Straingauge adalah sensor posisi yang
terbuat dari elemen kawat tahanan.
Bekerja berdasarkan perubahan panjang dari kawat tahanan akibat tekanan
atau regangan. Perubahan panjang menyebakan perubahan nilai tahanan yang
dimanfaatkan sebagai sensor.
3. Tachogenerator berfungsi sebagai sensor
kecepatan ada 3 macam yaitu: tg DC, tg AC dan tg AC bergerigi
4. Sensor tekanan adalah: 1] Transduser
Tekanan silicon, 2] Sensor Tekanan Tipe Bourdon dan Bellow dan 3] Load cell
5. Cara kerja
pipa venturi sebagai sensor aliran berdasarkan perbedaan tekanan P1
dan P2 yang dipasang pada pipa.
6. Ada 4 cara yaitu : menggunakan pelampung,
tekanan, thermal dan optik
Latihan:
1. Jelaskan cara kerja LVDT yang digunakan
sebagai sensor posisi.
2. Rancanglah sebuah sistem kontrol level cairan
yang menggunakan potensiometer sebagai sensor.
3. Dapatkah sensor ultrasonic
digunakan untuk mengukur kedalaman laut? Jelaskan
Kegiatan :
- Diskusi kelompok yaitu
merancang sistem kendali dengan memanfaatkan sensor posisi, sensor thermal,
sensor mekanik dan sensor aliran fluida. Buat laporkan hasil diskusi kelompok
masing-masing.
Rangkuman.
Pada
bab ini mempelajari tentang sensor posisi, sensor kecepatan, sensor tekanan, sensor aliran fluida dan sensor
level yang banyak ditemui dalam kehidupan nyata dilapangan atau industri.
Review :
1. Sebutkan contoh-contoh dari sensor posisi atau displacement.
2. Sebutkan beberapa contoh sensor kecepatan
3. Jelaskan salah satu prinsip operasi dari sensor tekanan
4. Sensor mana yang
tepat dan sesuai digunakan sebagai pengontrol aliran fluida laminer
5. Apakah sinar LASER dapat digunakan sebagai sensor level ? Jelaskan.
Bab 4
Sensor
Cahaya
Tujuan Umum
Setelah selesai mempelajari bab ini
mahasiswa diharapkan dapat mengetahui tentang spektrum warna gelombang
elektromagnetis dan memanfaatkannya untuk sistem pengontrolan berbagai plant
industr dengan baik
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari
topik demi topik dalam bab ini mahasiswa
mengerti tentang :
1.
Karakteristik divais elektrooptis dengan baik
2. Bermacam jenis sensor cahaya dan
memanfaatkannya untuk keperluan kontrol industri dengan baik.
3. Rangkaian-rangakaian aplikasi sensor cahaya
untuk teknik pengukuran, pengontrolan dan teknik kompensasi dengan baik.
Pendahuluan
Elemen-elemen
sensitive cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata
manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah
ultraviolet dan infra merah.
Energi cahaya bila
diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk
teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.
Penggunaan praktis alat sensitif
cahaya ditemukan dalam berbagai pemakaian teknik seperti halnya :
§ Tabung cahaya atau fototabung vakum
(vaccum type phototubes), paling
menguntungkan digunakan dalam pemakaian yang memerlukan pengamatan pulsa cahaya
yang waktunya singkat, atau cahaya yang dimodulasi pada frekuensi yang relative
tinggi.
§ Tabung cahaya gas (gas type phototubes), digunakan dalam
industri gambar hidup sebagai pengindra suara pada film.
§ Tabung cahaya pengali atau
pemfotodarap (multiplier phottubes),
dengan kemampuan penguatan yang sangat tinggi, sangat banyak digunakan pada
pengukuran fotoelektrik dan alat-alat kontrol dan juga sebagai alat cacah
kelipan (scientillation counter).
§ Sel-sel fotokonduktif (photoconductive cell), juga disebut
tahanan cahaya (photo resistor) atau
tahanan yang bergantung cahaya (LDR-light
dependent resistor), dipakai luas dalam industri dan penerapan pengontrloan
di laboratorium.
§ Sel-sel foto tegangan (photovoltatic cells), adalah alat
semikonduktor untuk mengubah energi radiasi daya listrik. Contoh yang sangat
baik adalah sel matahari (solar cell)
yang digunakan dalam teknik ruang angkasa.
4.1.
Divais Elektrooptis
Cahaya merupakan
gelombang elektromagnetis (EM) yang memiliki spectrum warna yang berbeda satu
sama lain. Setiap warna
dalam spectrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda.
Hubungan spektrum optis dan energi dapat dilihat pada formula dan gambar
berikut.
Energi
photon (Ep) setiap warna dalam spektrum cahaya nilainya adalah:
Dimana :
Wp =
energi photon (eV)
h =
konstanta Planck’s (6,63 x 10-34 J-s)
c =
kecepatan cahaya,
Electro Magnetic (2,998 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (Hz)
Frekuensi foton bergantung pada energi yang
dilepas atau diterima saat elektron berpindah tingkat energinya. Spektrum
gelombang optis diperlihatkan pada gambar berikut, spektrum warna cahaya
terdiri dari ultra violet dengan
panjang gelombang 200 sampai 400 nanometer (nm),
visible adalah spektrum warna cahaya yang dapat dilihat oleh mata dengan
panjang gelombang 400 sampai 800 nm yaitu warna violet, hijau dan merah,
sedangkan spektrum warna infrared
mulai dari 800 sampai 1600 nm adalah warna cahaya dengan frekuensi terpendek.
Gambar 4.1. Spektrum
Gelombang EM
Densitas
daya spektral cahaya adalah:
Gambar 4.2. Kurva Output Sinyal Optis
Sumber-sumber
energi photon:
Bahan-bahan yang dapat dijadikan sumber energi
selain mata hari adalah antara lain:
§
Incandescent Lamp yaitu lampu yang menghasilkan
energi cahaya dari pijaran filament bertekanan tinggi, misalnya lampu mobil,
lampu spot light, lampu flashlight.
§
Energi Atom, yaitu memanfaatkan loncatan atom dari
valensi energi 1 ke level energi berikutnya.
§
Fluorescense, yaitu sumber cahaya yang berasal dari
perpendaran bahan fluorescence yang terkena cahaya tajam. Seperti Layar
Osciloskop
§
Sinar LASER adalah sumber energi mutakhir yang
dimanfaatkan untuk sebagai cahaya dengan kelebihannya antara lain : monochromatic
(cahaya tunggal atau membentuk garis lurus), coherent (cahaya
seragam dari sumber sampai ke beban sama), dan divergence (simpangan
sangat kecil yaitu 0,001 radians).
4.2.
Photo Semikonduktor
Divais
photo semikonduktor memanfaatkan efek kuantum pada junction, energi yang
diterima oleh elektron yang memungkinkan elektron pindah dari ban valensi ke
ban konduksi pada kondisi bias mundur.
Bahan semikonduktor seperti
Germanium (Ge) dan Silikon (Si) mempunyai 4 buah electron valensi,
masing-masing electron dalam atom saling terikat sehingga electron valensi
genap menjadi 8 untuk setiap atom, itulah sebabnya kristal silicon memiliki
konduktivitas listrik yang rendah, karena setiap electron terikan oleh
atom-atom yang berada disekelilingnya. Untuk membentuk semikonduktor tipe P
pada bahan tersebut disisipkan pengotor dari unsure golongan III, sehingga
bahan tersebut menjadi lebih bermuatan positif, karena terjadi kekosongan
electron pada struktur kristalnya.
Bila
semikonduktor jenis N disinari cahaya, maka elektron yang tidak terikat pada
struktur kristal akan mudah lepas. Kemudian bila dihubungkan semikonduktor
jenis P dan jenis N dan kemudian disinari cahaya, maka akan terjadi beda
tegangan diantara kedua bahan tersebut. Beda potensial pada bahan ilikon umumnya
berkisar antara 0,6 volt sampai 0,8 volt.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.3.
Konstruksi Dioda Foto (a) junction harus
dekat permukaan (b) lensa untuk memfokuskan
cahaya (c) rangkaian dioda foto
Ada
beberapa karakteristik dioda foto yang perlu diketahui antara lain:
§ Arus bergantung linier pada
intensitas cahaya
§ Respons frekuensi bergantung pada
bahan (Si 900nm, GaAs 1500nm, Ge 2000nm)
§
Digunakan sebagai sumber arus
§
Junction capacitance turun menurut tegangan bias mundurnya
§
Junction capacitance menentukan respons frekuensi arus
yang diperoleh
Gambar 4.4. Karakteristik Dioda Foto
(a) intensitas cahaya (b) panjang gelombang
(c)
reverse voltage vs arus dan (d) reverse voltage vs kapasitansi
•
Rangkaian pengubah arus ke tegangan
Untuk
mendapatkan perubahan arus ke tegangan yang dapat dimanfaatkan maka dapat
dibuat gambar rangkaian seperti berikut yaitu dengan memasangkan resistor dan
op-amp jenis field effect transistor.
Gambar 4.5. Rangkaian
pengubah arus ke tegangan
4.3. Photo Transistor
Sama
halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai sensor
cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto dengan
transistor foto dalam satu rangkain.
– Karakteristik transistor foto yaitu
hubungan arus, tegangan dan intensitas foto
– Kombinasi dioda foto dan transistor dalam
satu chip
– Transistor sebagai penguat arus
– Linieritas dan respons frekuensi tidak
sebaik dioda foto
Gambar 4.6.
Karakteristik transistor foto, (a) sampai (d) rangkaian uji transistor foto
4.4.
Sel Photovoltaik
Efek sel photovoltaik terjadi akibat
lepasnya elektron yang disebabkan adanya cahaya yang mengenai logam.
Logam-logam yang tergolong golongan 1 pada sistem periodik unsur-unsur seperti
Lithium, Natrium, Kalium, dan Cessium sangat mudah melepaskan elektron
valensinya. Selain karena reaksi redoks, elektron valensilogam-logam tersebut
juga mudah lepas olehadanya cahaya yang mengenai permukaan logam tersebut.
Diantara logam-logam diatas Cessium adalah logam yang paling mudah melepaskan
elektronnya, sehingga lazim digunakan sebagai foto detektor.
Tegangan yang dihasilan oleh sensor
foto voltaik adalah sebanding dengan frekuensi gelombang cahaya (sesuai
konstanta Plank E = h.f). Semakin kearah warna cahaya biru, makin tinggi
tegangan yang dihasilkan. Tingginya intensitas listrik akan berpengaruh
terhadap arus listrik. Bila foto voltaik diberi beban maka arus listrik dapat
dihasilkan adalah tergantung dari intensitas cahaya yang mengenai permukaan
semikonduktor.
Gambar 4.7.
Pembangkitan tegangan pada Foto volatik
Berikut
karakteristik dari foto voltaik berdasarkan hubungan antara intensitas cahaya
dengan arus dan tegangan yang dihasilkan.
Gambar 4.8. (a) & (b)
Karakteristik Intensitas vs Arus dan Tegangan
dan (c) Rangakain penguat tegangan.
4.5. Light Emitting Diode (LED)
– Prinsip kerja kebalikan dari dioda foto
– Warna (panjang gelombang) ditentukan oleh band-gap
– Intensitas cahaya hasil berbanding lurus dengan arus
– Non linieritas tampak pada arus rendah dan tinggi
– Pemanasan sendiri (self heating) menurunkan efisiensi
pada arus tinggi
Gambar 4.9. Karakteristik LED
• Karakteristik Arus Tegangan
– Mirip dengan dioda biasa
– Cahaya biru nampak pada tegangan 1,4 – 2,7
volt
– Tegangan threshold
dan energi foton naik menurut energi band-gap
– Junction mengalami kerusakan pada tegangan 3 volt
– Gunakan resistor seri untuk
membatasi arus/tegangan
4.6. Photosel
– Konduktansi sebagai fungsi intensitas
cahaya masuk
– Resistansi berkisar dari 10MW (gelap)
hingga 10W (terang)
– Waktu respons lambat hingga 10ms
– Sensitivitas dan stabilitas tidak sebaik
dioda foto
– Untuk ukuran besar lebih murah dari sel
fotovoltaik
– Digunakan karena biaya murah
Gambar 4.10. Konstruksi dan Karakteristik Fotosel
4.7. Photomultiplier
– Memanfaatkan efek fotoelektrik
–
Foton dengan nergi lebih tinggi dari workfunction melepaskan elektron
dari permukaan katoda
–
Elektron dikumpulkan
(dipercepat) oleh anoda dengan tegangan (tinggi)
– Multiplikasi arus (elektron) diperoleh dengan dynode bertingkat
– Katoda dibuat dari
bahan semi transparan
Gambar 4.11. Konstruksi Photomultiplier
• Rangkaian untuk Photomultiplier
– Perbedaan tegangan (tinggi) tegangan katoda (negatif) dan
dynode(positif)
– Beban resistor terhubung pada dynoda
– Common (ground) dihubungkan dengan terminal tegangan positif catu daya
– Rangkaian koverter arus-tegangan dapat digunakan
– Dioda ditempatkan sebagai surge protection
Gambar 4.12. Rangkaian Ekivalen dan uji Photomultiplier
• Pemanfaatan
– Sangat sensitif, dapat digunakan sebagai penghitung pulsa
– Pada beban resistansi rendah 50-1000 W,
lebar pulsa tipikal 5-50 ns
– Gunakan peak
detektor untuk mengukur tingat energi
•
Kerugian
– Mudah rusak bila terekspos pada cahaya
berlebih (terlalu sensitif)
– Perlu catu tegangan tinggi
– Mahal
4.8.
Lensa Dioda Photo
– Lensa dimanfaatkan untuk memfokuskan atau
menyebarkan cahaya
–
Lensa detektor cahaya sebaiknya ditempatkan dalam selonsong dengan filter sehingga
hanya menerima cahaya pada satu arah dan panjang gelombang tertentu saja (misal
menghindari cahaya lampu TL dan sinar matahari)
– Gunakan modulasi bila interferensi tinggi dan tidak diperlukan
sensitivitas tinggi
Gambar 4.13. Kontruksi dan karakteristik lensa dioda foto
4.9.
Pyrometer Optis dan Detektor Radiasi Thermal
– Salah satu sensor radiasi elektro
magnetik: flowmeter
– Radiasi dikumpulkan dengan lensa untuk
diserap pada bahan penyerap radiasi
–
Energi yang terserap menyebabkan pemanasan pada bahan yang kemudian diukur temperaturnya menggunakan thermistor,
termokopel dsb
–
Sensitivitas dan respons waktu buruk, akurasi baik karena mudah dikalibrasi
(dengan pembanding panas standar dari
resistor)
– Lensa dapat digantikan dengan cermin
Gambar 4.14. Instalasi Pyrolektrik
– Detektor sejenis: film pyroelektrik
– Dari bahan sejenis piezoelektrik yang
menghasilkan tegangan akibat pemanasan
– Hanya ber-respons pada perubahan bukan DC
– Pirometer
optik dapat diguanakanuntuk mengukur atau mendeteksi totalradiation dan monochromatic
radiation.
4.10. Isolasi Optis dan Transmiter-Receiver
serat optik
–
Cahaya dari LED dan diterima oleh dioda foto digunakan sebagai pembawa
informasi menggantikan arus listrik
– Keuntungan: isolasi listrik antara dua
rangkaian (tegangan tembus hingga 3kV)
– Dimanfaatkan untuk
safety dan pada rangkaian berbeda ground
– Hubungan input-output cukup linier, respons frekuensi hingga di atas 1
MHz
Gambar 4.15. Kontruksi dan karakteristik lensa dioda foto
• Rangkaian untuk isolasi elektrik
– Driver: konverter tegangan ke arus, receiver: konverter arus ke
tegangan
– Hanya sinyal positif yang ditransmisikan
– Dioda dan resistor digunakan untuk membatasi arus
– Penguatan keseluruhan bergantung temperatur (tidak ada umpan balik)
– Untuk komunikasi dengan serat optik media antara LED dan dioda foto dihubungan dengan serat
optik
Gambar 4.16.
Rangkaian isolasi elektrik menggunakan serat optik
4.11.
Display Digital dengan LED
– Paling umum berupa peraga 7 segmen dan
peraga heksadesimal , masing-masing segmen dibuat dari LED
– Hubungan antar segmen tersedai dalam anoda
atau katoda bersama (common anode atau common cathode)
– Resistor digunakan sebagai pembatas arus 100-470 W
– Tersedia pula dengan dekoder terintegrasi
Gambar 4.17. Seven segment dan
rangkaian uji
Gambar 4.18. LED bar display pengganti VU meter pada
amplifier
• Peraga Arus dan Tegangan Tinggi
– Peraga 7 segmen berupa gas discharge, neon
atau lampu pijar
– Cara penggunaan mirip dengan peraga 7 segmen
LED tetapi tegangan yang digunakan tinggi
– Untuk neon dan lampu
pijar dapat digunakan transistor dan resistor untuk membatasi arusnya
– Untuk lampu pijar arus
kecil diberikan pada saat off untuk mengurangi daya penyalaan yang tinggi
– Vacuum fluorecent display
(VFD) menggunakan tegangan 15-35 volt di atas tegangan filament
– Untuk LED dengan arus
tinggi dapat digunakan driver open collector yang umunya berupa current
sink
Gambar 4.19. Seven segment neon
menggunakan tegangan tinggi
4.12.
Liquid Crystal Display (LCD)
– Menggunakan molekul asimetrik dalam cairan organic transparan
– Orientasi molekul diatur dengan medan
listrik eksternal
– Polarizer membatasi
cahaya lewat hanya untuk polarisasi optik tertentu saja, cahaya ini dapat
kembali lolos setelah dipantulkan bila polarisasinya tidak berubah
– Medan listrik pada liquid crystal mengubah polarisasi 90o,
sehingga pantulan tidak dapat melewati polarizer
(tampak gelap).
Gambar 4.20. Kontruksi Liquid
Crystal Display (LCD)
– Tegangan pembentuk medan
listrik dibuat intermiten untuk memperpanjang umur pemakaian
Gambar 4.21. Rangkaian uji Liquid Crystal Display (LCD)
Contoh Soal
1. Sebuah sumber gelombang mikro menghasilkan
pulsa radiasi 1 GHz dan total energi 1
Joule. Tentukan berapa energi per photon dihasilkan, dan jumlah photon dalam
pulsa.
Jawab:
(a) Energi per photon : Wp = h.f (J)
Wp = (6,63 x 10-34 J/s)
(109/s)
= 6,63 x 10-25 J
(b) Jumlah photon :
2. Apa
yang dimaksud dengan spektrum warna yang visible.
Jawab:
Spektrum warna gelombang EM (cahaya)
yang visible adalah spektrum warna cahaya yang dapat dilihat oleh mata biasa,
warna ini berada pada daerah panjang gelombang () = 500 nm dengan
energi photon 2,48 eV.
3. Sebutkan
beberapa buah contoh sensor cahaya yang anda ketahui
Jawab:
Sensor cahaya antara lain: Dioda
foto, transistor foto, foto cell, photovolatik, photo multiplier, LED, LDR,
pirometer optik
4.
Bagaimana merubah arus menjadi tegangan pada sensor dioda foto
Jawab:
Rangkaian untuk merobah arus menjadi tegangan
pada dioda foto adalah:
|
5. Apa
kekurangan yang ada pada photomultiplier
Jawab:
• Kerugian
– Mudah rusak bila terekspos pada cahaya
berlebih (terlalu sensitif)
– Perlu catu tegangan tinggi
– Mahal
Latihan
1. Apa kelebihan foto transistor dibandingkan foto dioda, jelaskan
2. Bagaimana proses
perubahan energi cahaya menjadi energi listrik pada photomultiplier, jelaskan
3. Apa yang dimaksud dengan pirometer optik
4. Apakah fiber optic dapat
digunakan sebagai saluran energi photon dari sumber ke beban,jelaskan
Kegiatan
Diskusikan bersama
kelompok masing untuk merancang suatu sistem kendali menggunakan photon energi
sebagai input kendali. Selanjutnya buat laoprannya.
Rangkuman
Pada bab sensor cahaya ini
dipelajari tentang; divais elektrooptis, Dioda Foto, Transistor Foto, Sel Fotovoltaik, Light
Emitting Diode (LED), Fotosel Semikonduktor,
Photomultiplier, Lensa
Dioda Foto, Pirometer Optis dan Detektor Radiasi Thermal, Isolasi Optis dan Transmiter-Receiver Serat
Optik, Display Digital dengan LED,
Liquid Crystal Display (LCD) dengan contoh-contoh rangkaiannya.
Review
1. Sebutkan spektrum warna cahaya yang anda ketahui
2. Satu spectrum warna cahaya memiliki apa saja
3. Apa sebabnya bahan
semikonduktor dapat dijadikan sebagai bahan dasar sensor cahaya seperti dioda,
transistor dsb.
4. Apa kelebihan pirometer optik digunakan sebagai sensor cahaya
5. Apa saja yang dapat
dijadikan sebagai sumber-sumber cahaya untuk pengukuran, pengontrolan dan
teknik kompensasi
Post a Comment