Resensi Buku Aku karya Chairil Anwar, Sjuman Djaya

Buku ini merupakan buku karya Sjuman Djaya yang menceritakan perjalan hidup dan karya penyair Chairil Anwar. Buku ini sangat menarik, bagi kamu yang suka dengan sajak, sastra, dan seni sangat cocok untuk kamu. Karena bagian ceritanya selalu menyertakan sajak yang sangat memanjakan pembaca.
Bagian awal dari buku bercerita tentang seekor kuda yang mengamuk ditengah peron sebuah stasiun kereta api. Lalu penulis dengan lihai memaparkan alinea – alinea puisi berjudul “AKU” karya Chairil Aawar. Dengan menggunakan kuda ini penulis mencoba untuk mendomenstrasikan makna dari puisi “AKU” tersebut. Sunggu sangat menarik sekali, karena makna yang diberikan disitu sangat kena dan mudah untuk dimengerti. Saat Chairil masih muda, ayahnya menikah lagi dengan perempuan muda, itu terjadi ketika dia usai memenangkan pertandingan badminton dan mencium seorang gadis bernama Ida si gadis impiannya. Kemenangan tersebut seakan sirna karena mengetahui sang ayah menikah lagi, lalu sang ayah pindah ke Medan meninggalkan Chairil dengan ibunya. Chairil dewasa mulai mengembara keberbagai tempat, dengan membawa buku di tangannya kemana pun ia pergi. Bahkan ia pernah mencuri ditoko buku hanya ingin membaca. Karena ia suka pergi sampai beberapa hari tidak pulang kerumah, ibunya Chairil mencarinya sampai ke rumah saudaranya. Ibunya sekaligus membawa surat untuk Chairil, ia juga titip pesan bahwa neneknya meninggal. Saat Chairil mendengar neneknya sudah meninggal, ia sangat terpukul, karena sejak kecil neneknyalah yang merawat dia. Lalu ia membuat sajak yang berbunyi
“ Bukan kematian benar menusuk kalbu
Kerelaanmu menerima segala iba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta”

Syair ini kemudian menyebar luas, dalam buku disebutkan sair ini dibuat dalam majalah yang diterbitkan  oleh “Balai Pustaka” waktu itu. Seluruh redaksi majalah seni, seluruh seniman dari segala kategori secara berantai membaca beberapa potong sajakyang terasa bernafas baru hangat, kuat, kental dan sangat bersemangat. Dari syair ini nama Chairil Anwar menjadi terkenal dan dibicarakan oleh banyak penyair lainya. Para penyair merasa sangat kagum, karena pada saat itu jarang bahkan belum ada yang membuat syair memulai sajak-sajaknya langsung kepada subjeknya. Mereka berkesimpulan akan kedatangan penyair jenius. Ia bertemu dengan para seniman dari berbagai kategori bersama lelaki yang bernama Qodrad. Ia datang waktu Sri membacakan sajak romantis, ia hanya tersenyum dan tertawa dengan sangat khas. Lalu ia membacakan sajaknya yang berjudul “AKU” untuk menunjukan rasa semangat untuk semua yang ada disana. Chairil Anwar sudah tertarik oleh satu orang gadi bernama Dien Tamaela. Ia lalu makan dengan Dien disebuah restoran, dan ia membuat pidato untuk dibacakan pada sebuah acara.  Api Chairil tidak datang membacakan pidato tersebut, karena ia berurusan dengan tentaran jepang atas tuduhan mencuri sprei, tetapi ia ditolong oleh seorang jaksa tua yang pernah ketemu dengannya di sebuah pantai. Si jaksa tua memiliki seorang adik perempuaan yang suka dengan Chairi. Setelah bebas dari penjara Chairil pulang menemui ibunya. Ia makan begitu lahap, disajikannya paha ayam kesukaannya. Ia diberitahu kepada ibunya bahwa teman-temannya menjenguknya kerumah juga Ida. Ia kaget sewaktu mendengar nama Ida. Ia pun lantas pergi menghiraukannya lagi. Beberapa hari kemudian ia pergi ke tempat jaksa tua. Ia membawa sebuah koper yang setelah dibuka sama saudara jaksa tua, isinya hanyalah buku dan handuk tua. Ia bahkan tidak membawa baju sama sekali. Ia bermain dengan adik jaksa tua yang menyukainya. Saat itu hujan deras, ia bersama sang gadis berhenti disebuah gazebo tua dekat dengan danau. Lantas ia berdua saja disana, gadis itupun suka denganya, ia mencuri cium dari gadis itu. Malam harinya berkumpulah keluarga jaksa sumirat. Ia lantas menanyai beberapa hal ke pada Chairil. Tetapi jawaban Chairil membuat jaksa marah dan kecewa, apa lagi dia juga langsung melamar gadis itu. Pak jaksa ingin bertemu dengan Qodrat teman Chairil. Ia ingin Chairil pulang karena dianggap menggangu. Chairil pulang dengan sebuah kereta, didalam kereta ia bersama dengan banyak macam manusia, tetapi dia hanyalah Chairil yang hanya bisa tenggelam bersama buku-bukunya. Ia menulis beberapa sajak didalam kereta itu.



Ia melihat lapangan Ikada, yang masih dipenuhi oleh orang-orang yang memakai pakaian merah putih. Seseorang dengan kopiah memeritahkan mereka untuk bubar. Dan mereka satu per satu bubar dengan wajah yang kecewa. Chairil lalu melihat para seniman membuat poster-poster kemerdekaan, karena keadaan saat itu mulai genting. Jepang akan berperang dengan pemuda tetapi belanda juga ikut menyusup bersama dengan tentara jepang. Chairil diminta untuk membantu membuat poster-poster kemerdekaan. Ia lalu melepas bajunya dan mencucinya disumur dan menjemurnya. Dengan tanpa memakai baju, ia membantu melukis poster-poster itu yang bunyi nya “Bung, ayo bung”. Tindakan Chairil melukis tanpa mengenakan baju itu pun membuat Dien dan teman-teman perempuanya jadi buang muka dengannya. Lalu ia bersepeda dekat dengan rel kereta, ia menuju tempat Syahrir yang sudah dijaga oleh polisi republik dan pemuda-pemuda. Seorang pelisi mengejar Chairil supaya tidak masuk ke rumah Syahrir, tetapi seorang pemuda mengatakan bahwa Chairil masih seorang keponakan dari Syahrir. Di dalam rumah sudah ada pemuda-pemuda, dan juga Qyu, seorang wartawan sekaligus pejuang.
 

Post a Comment

 
Top