|
|||
2.1.
Pengertian
Sol-Gel
Kata
sol-gel digunakan secara luas untuk
menjelaskan proses kimia dalam pembuatan
material seperti keramik dan gelas. Sol adalah
partikel koloid yang tersebar dalam bentuk larutan dari suatu molekul. Kata gel mengacu kepada bahan yang semi rigid
(pejal) yang terbentuk ketika partikel koloid berikatan akibat gaya pada
permukaan yang membentuk jaringan ketika
molekul berikatan. Dalam mensintesis material melalui proses
sol-gel terdiri dari bentuk koloid dan polimer. Dengan
kata lain, proses sol-gel merupakan proses pencampuran pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi secara kimia dalam
larutan pada suhu rendah, dimana proses tersebut terjadi proses perubahan fasa
dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel). Metode sol-gel
memiliki keuntungan diantaranya (i) tingkat stabilitas termal yang baik, (ii)
stabilitas mekanik yang baik, (iii) daya tahan pelarut yang baik, dan (iv)
modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan mudah. Prekursor
yang biasa digunakan umumnya logam-logam anorganik atau senyawa logam organik
yang dikelilingi oleh ligan yang reaktif seperti logam alkoksida (M(OR)z), dimana R menunjukkan gugus alkil
(CnH2n+1). Logam alkoksida banyak digunakan karena sifatnya yang mudah bereaksi
dengan air.
2.2.
Metode Sol-Gel
Metode sol gel berkembang
dengan pesat karena memungkinkan sintesis padatan pada temperatur ruang. Secara
umum, sintesis padatan ini diawali dengan pembentukan sol, kemudian
pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan yang diikuti
pemanasan hingga proses pemadatan (densification). Proses sol-gel
didefinisikan sebagai pembentukan jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi
yang progresif dari molekul precusor pada medium cair. Proses sol-gel
ini dapat menghasilkan material keramik yang memiliki kemurnian dan kekuatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan yang menggunakan metode
lain. Sol merupakan
suspensi partikel koloid dalam suatu zat cair atau molekul-molekul polimer yang
melibatkan evolusi jaringan-jaringan anorganik melalui polimerisasi, kondensasi
(penggabungan) dan hydrolysis dari senyawa hidroksida atau senyawa oksida
logam. Sedangkan gel dibentuk
ketika partikel-partikel koloid bergabung
akibat gaya permukaan yang membentuk
suatu jaringan dan molekul-molekul polimer saling bersilangan.
2.3 Type Gel
Dari penjelasan diatas, proses sol-gel dapat
dibedakan dua jenis gel yaitu tergantung apakah struktur gel yang terdiri
dari partikel koloid atau molekul-molekul polimer.
2.3.1 Koloid Gel
oloid gel memiliki jaringan skeletal yang terdiri dari jaringan
tulang dari partikel-partikel anhydrous yang terbentuk akibat gaya permukaan. Pada umumnya, struktur dari partikel
cenderung pada fasa padatan dengan komposisi
yang sama. Sebagai contoh, partikel koloid SiO2 mempunyai struktur yang
sama dengan gelas silika yang dihasilkan dengan cara pelelehan (melting).
Pada proses pembakaran,
kelompok hidroksil hanya ada pada permukaan.
Pori-pori koloid gel lebih besar dari polimer gel. Karena
pori-pori yang lebar, tekanan kapiler meningkat selama cairan keluar dari
pori-pori pada saat pengeringan, sehingga terjadi penyusutan (shinkage). Selain itu, akibat pori-pori
lebar, permeabilitas koloid gel tinggi, yang diikuti dengan tekanan kapiler menyebabkan koloid gel retak
selama pengeringan
Pembuatan koloid gel dapat dilakukan dengan metode
kondensasi dan dispersi. Metode kondensasi adalah partikel-partikel kecil
bergabung membentuk partikel-partikel koloid. Proses ini melibatkan
penggabungan partikel-partikel atom, ion melalui reaksi kimia yaitu
dekomposisi, hidrolisis, redoks dan pertukaran pelarut. Adapun
contoh-contoh reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
(i)
Reaksi Dekomposisi
As2O3 + H2S ® As2S3
(koloid) + 3H2O 2.1
AgNO3
+ HCl ®
AgCl (koloid) + HNO3 2.2
(ii)
Hidrolisis
AlCl3 + 3H2O (mendidih) ® Al(OH3) (koloid)
+ HCl 2.3
FeCl3 +
3H2O (mendidih) ® Fe(OH3) (koloid)
+ 3HCl 2.4
(iii)
Redoks
AuCl3 + 3HCHO
+ 3H2O ® 2Au (koloid)
+ 6HCl + 3HCOOH
2.5
(iv)
pertukaran pelarut
Belerang sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam
alkohol, ethanol dan methanol. Metode dispersi adalah partikel-partikel besar
diuraikan menjadi partikel-partikel kecil berukuran koloid melalui medium
pendispersinya melalui mekanik dan pengendapan (peptisasi).
(i)
mekanik
adalah proses penguraian partikel-partikel besar/kasar dari zat padat dengan
penggilingan untuk membentuk partikel-partikel menjadi koloid. Partikel
besar dimasukkan kedalam ruang antara dua pelat dan selanjutnya diputar. Partikel yang berukuran koloid didispersikan
dalam medium pendispersinya seperti koloid grafit, tinta cetak, dan belerang.
(ii)
peptisasi
adalah proses pengendapan dengan menambahkan zat pemecah seperti elektrolit,
atau pelaut tertentu. Sebagai contoh endapan Fe(OH)3
ditambahkan elektrolit FeCl3 (ion Fe+3 maka Fe(OH)3
mengadsorpsi ion-ion Fe+3.
2.3.2 Polimer Gel
Polimer gel adalah gel yang dipreparasi secara reaksi kimia dengan melalui proses
hidrolisis, kondensasi, dan polimerisasi dari bahan larutan logam alkoksida. Gel dibentuk melalui ikatan elemen dan jaringan silang dalam rantai polimer atau sekelompok/tumpukan polimer. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan,
struktur polimer gel dapat bervariasi, tergantung dari kondisi preparasi yang
digunakan. Dalam proses
preparasi, polimer gel terdiri dari struktur padat, amorph, lemah, yang saling kontak dalam jaringan dari pori-pori
kecil yang mengisi larutan. Volume dari pori sangat tinggi, (90-95%) dari total volume
dan diameter dari pori pada umumnya dalam ukuran 2-1 nm. Gelasi dari polimer gel diikuti
dengan meningkatnya secara drastis viskositas akibat penguapan
dalam struktur polimer. Bagaimanapun, penguapan dalam struktur polimer dapat berubah selama proses penuaan
dan penguapan gel, dari fasa larutan menjadi gel. Pada kondisi tertentu, penuaan (aging)
dari gel dapat menyusut signifikan ketika larutan keluar. Karena pori sangat kecil, tekanan kapiler
yang besar dan tekanan dari luar sangat diperlukan untuk penguapan
larutan. Pengurangan larutan berguna untuk menghilangkan
jaringan polimer yang lemah dan menghasilkan ikatan silang pada struktur
polimer.
2.4 Logam Alkoksida (Metal-Organic Compound)
Bahan dasar untuk produksi
keramik dan gelas melalui polimer gel
adalah logam alkoksida, yang dikenal sebagai kelompok
metal-organic compound. Logam alkoksida mempunyai rumus umum M(OR)z,
dimana M adalah logam bervalensi z dan R adalah gugus alkyl. Logam alkoksida dapat juga merupakan
turunan dari salah satu alkohol dalam ikatan hidrogen dengan logam hidroksida,
dimana hidrogen termasuk dalam gugus alkyl. Dengan kata lain, kimia logam alkoksida terdiri dari ikatan logam-oksigen-karbon. Umumnya, metode yang digunakan untuk preparasi logam alkoksida mengunakan
sifat kelektronegatifan logam. Metode ini dapat dibagi dalam dua kelompok,
yakni:
(i)
reaksi antara logam dengan
alkohol untuk meningkatkan
elektropositif
(menurunkan ke elektronegatifan) dan
(ii)
rekasi logam klorida untuk
menurunkan elektropositip logam
(meningkatkan ke elektronegatifan).
Selain itu, metode miscellaneous dapat digunakan untuk sintesis beberapa alkosida dengan
penambahan alkohol antar muatan atau reaksi alkoholisasi, transesterifikasi
antara alkoksida dan ester, dan reaksi esterifikasi antara
oksida dengan hidroksida dan alkohol.
2.4.1 Metode
Reaksi Penambahan Alkohol
Alkoksida logam lebih elektropositip dengan logam valensi
3 dengan reaksi sebagai berikut:
M + zROH ® M(OR)z
+ z/2H2 2.6
Sifat alami alkohol juga memiliki efek signifikan
pada reaksi dengan methanol dan etanol, namun laju reaksi lambat untuk logam
logam alkali (Li, Na dan K), dan alkalitana (Ca, Sr, dan Ba), dimana proses
reaksi terjadi tanpa katalis.
Bagaimanapun jenis Be, Mg, Al lantanida, dan yttrium memerlukan katalis untuk dapat bereaksi dengan alcohol, namun dengan menambahkan katalis dapat mengakibatkan
pembentukan endapan lapisan oksida pada logam lebih cepat.
2.4.2 Metode
Reaksi Penambahan Klorida
Pada logam elektropositip rendah atau elemen elektronegatip, alkoksida dapat diperoleh melalui logam klorida anhydrous. Untuk beberapa logam yang mempunyai
elektronegatip tinggi seperti boron, silikon, phospor, reaksi langsung antara
logam dengan klorida dan alkohol sangat efektif :
MClz +
zROH ® M(OR)z
+ zHCl 2.7
Bagaimanapun, reaksi dalam logam harus ditambahkan
dengan bantuan basa seperti ammonia:
MClz +
zROH + NH3 ® M(OR)z
+ zNH4Cl 2.8
Reaksi yang ditunjukkan pada persamaan 2.8 merupakan bentuk petunjuk yang berguna untuk
preparasi beberapa alkoksida seperti Zr, Hf, Si, Ti Fe, Nb, Ge, V, Ta, Th, Sb,
U dan Pu dan sudah digunakan dan diproduksi secara kommersial, Reaksi antara
anhydrous logam klorida dan sodium alkoksida dalam lingkungan alkohol dan pelarut inert seperti benzene, toluene
juga merupakan metode yang berguna:
MClz +
zNaOH
® M(OR)z + zNaCl 2.9
Kehadiran alkohol mempunyai pengaruh yang signifikan dalam preparasi alkosida dengan melibatkan reaksi logam klorida dan alkohol.
Untuk ikatan rantai yang lemah seperti methanol dan ethanol, alkohol
lebih kuat dan mempercepat reaksi dengan logam klorida dan basa. Untuk alkohol, disamping reaksi mungkin dominan, sehingga besar produksi alkoksida biasanya rendah.
2.4.3 Metode
Miscellaneous
Beberapa alkoksida dari logam-logam alkali dapat juga dipreparasi
dengan melarutkan logam hidroksida di dalam alkohol. Sebagai contoh, sodium
ethoxide dapat diproduksi/dihasilkan dari sodium hydroksida dan ethanol dengan
reaksi:
NaOH
+ C2H5OH ® NaOC2H5
+ H2O 2.10
Alkoksida dari beberapa elemen elektronegatip tinggi (B,
Si, Ge, Sn, Pb, As, se, v dan Hg) dapat dipreparasi dengan reaksi esterifikasi
melalui oksida dan alkohol:
MOz2 +
zROH ® M(OR)z
+ z/2H2O 2.11
Reaksi-reaksi yang disajikan pada persamaan 2.10 dan 2.11 adalah reaksi yang dapat balik (reversible), sehingga air yang
dihasilkan harus dikeluarkan. Secara praktis, reaksi ini dapat terjadi dengan
menambahkan
pelarut dalam campuran seperti benzene atau
xylene, yang berbentuk azeotrop dengan air. Campuran azetrop adalah campuran yang mempunyai sifat zat tunggal hasil penguapan dengan
distilasi, yang mempunyai komposisi sebagai larutan sehingga dapat dipisahkan secara distilasi.
Logam alkoksida mempunyai
kemampuan mengubah gugus alkosida dengan alkohol,
dan sudah banyak digunakan dalam preparasi alkosida baru untuk berbagai logam, seperti Zn, Be, B, Al, Si, Sn, Ti, Zr,
Ce, Nb, Nd, Y dan Yb. Reaksi ini disebut alkoholisasi atau alkoholisis. Bentuk reaksi umum
dapat dituliskan:
M(OR)z +
zR’OH
® M(OR’)z + zROH 2.12
Untuk menyempurnakan reaksi, alkohol ROH yang
dihasilkan dalam reaksi dikeluarkan dengan distilasi. Benzene atau xylene,
yang berbentuk azeotrop dengan alkohol digunakan untuk tujuan memindahkan alkohol dengan distilasi.
Sebagai contoh, proses alkoholisis aluminium isopropoxide dengan nbutanol
dapat dipergunakan untuk mempersiapkan aluminium n-butoxide:
Al(O-iC3H7)3 + 3n-C4H9OH ® Al(O-nC4H9)3 + 3 i-C3H7OH
2.13
Dimana i dan n adalah secondary
dan normal rantai alkyl.
Logam alkosida terjadi melalui tranesterifikasi dengan karbosilik ester dan ini
mendukung konversi dari satu alkosida ke yang lain. Reaksi ini adalah dapat balik
dan dapat dituliskan:
(MOR)z +
zCH3COOR’ ® M(ORz)z
+ CzCH3COOR 2.14
2.5 Sifat
Dasar Logam Alkoksida
Sifat fisika dari logam alkoksida terutama tergantung dari, keelektronegatifan, valensi,
jari-jari atom, dan bilangan koordinasi serta karakteristik
gugus alkyl seperti bentuk dan ukuran. Logam ion nonvolatile padat alkosida
dari logam-logam alkali dapat berubah
menjadi elemen larutan kovalen volatile seperti La, dan Y yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel
2.1 Sifat
Fisika Alkoksida Dari beberapa Logam Dengan Kelektronegatifan Berbeda
Alkosida
Material
|
Kondisi
|
Na(OC2H5)
|
padat
|
Ba(O-iC3H7)2
|
padat
|
Al(O-
iC3H7)3
|
larutan
|
Si(OC2H5)4
|
larutan
|
Ti(O-
iC2H5)4
|
larutan
|
Zr(O-
iC3H7)4
|
larutan
|
Sbl(OC2H5)3
|
larutan
|
Te(OC2H5)4
|
larutan
|
Y(O-
iC3H7)3
|
padat
|
Logam alkoksida dapat dengan mudah
dikarakterisasi dengan menggunakan hidrolisis.
Dalam banyak aspek, alkosida sangat sensitif terhadap kelembaman yang
harus di atasi melalui penyimpanan yang baik dengan menggunakan material inert, udara kering, (glove box) dan pelarut adalah sangat
penting. Mekanisme hidrolisis dari logam
alkosida adalah sangat komplex dan bergantung pada kondisi eksperimen. Bagaimanapun, langkah awal molekul air
berinteraksi dengan alkoksida
dan diikuti dengan penyusunan
molekul alkohol:
M(OR)z
+ H2O
® M(OH)(OR)z-1 + ROH 2.15
Logam alkoksida hidroksi
yang dihasilkan dari persamaan reaksi 2.15 mungkin selanjutnya
dengan kondensasi untuk membentuk spesies polimerisasi:
M(OH)(OR)z-1 + M(OR)z ® (RO)z-1 MOM)(OR)z-1 + ROH 2.16
2M(OH)(OR)z-1 ® (RO)z-1 MOM)(OR)z-1 + H2O 2.17
Reaksi-reaksi yang ditunjukkan pada persamaan 2.15, 2.16 dan 2.17 harus dalam bentuk sederhana dari logam alkoksida yang berisi gugus alkil alipatic yang dinyatakan molekul koodinat
komplex dan molekul tunggal. Kecepatan hidrolisis dari logam alkoksida tergantung pada
karakteristik logam dan gugus alkyl. Pada umumnya, hidrolisis silikon alkoksida adalah paling lambat untuk
dihidrolisis, dan dengan memberikan
logam alkosida mengakibatkan kecepatan hidrolisis meningkat, sebaliknya panjang gugus alkyl
berkurang. Kelebihan air, logam alkoksida membentuk hidrosida tak
larut (insoluble) atau hidrate oksida
logam. Aluminium alkoksida
dapat terkonversi menjadi trihidroksida
(bayerite) :
Al(OR)3 + 2H2O
® AlO(OH) + 3ROH 2.18
AlO(OH) + 2H2O
® AlO(OH)3
+ 2.19
Boron alkoksida terbentuk oksida asam
boric ketika bereaksi dengan air. Formasi oksida dapat dituliskan
sebagai
2B(OR) 3 + 3H2O
® B2O3 + 6ROH 2.20
Kita akan lihat selanjutnya
formasi endapan yang tak larut seperti yang ditunjukkan pada persamaan reaksi 2.18, 2.19 dan 2.20 yang membuat polimerisasi
tidak terjadi. Dalam pembuatan keramik dan gelas dengan gel polimer, kita akan
mencegah terjadinya endapan tak larut tersebut.
Silikon alkosida menunjukkan tipe
reaksi yang berlainan yakni membentuk silanol (gugus Si-OH), di dalam air
lebih insoluble atau hidroksida. Sebagai
contoh, komponen (Si(OR)4-x(OH) terdiri dari gugus silanol. Reaksi hirdolisis
dapat ditulis sebagai berikut:
Si(OR) 4 + xH2O ® Si(OR)4-x(OH)x + xROH 2.21
Hirolisis yang sempurna akan menghasilkan
formasi asam silika monomer Si(OH)4 yang umumnya tidak terjadi pada
pH rendah dan konsentrasi air yang tinggi.
Pada umumnya, bahan yang
digunakan dalam proses sol-gel adalah senyawa silikon alkosida yaitu tetrametil
orthosilikat (TMOS), dan tetretil orthosilikat (TEOS) dihidrolisis dengan
menambah sejumlah tertentu pelarut organik seperti methanol atau ethanol. Hidrolisis berlanjut dengan pembentukan
silanol sebagai intermediet. Gugus silanol tersebut
terkondensasi membentuk gugus siloksan Si-O-Si. Reaksi hidrolisis dan
kondensasi berlanjut hingga viskositas meningkat yang membentuk gel.
Si(OCH3)
4 + 4H2O ® Si(OH)4 + 4CH3 OH 2.22
nSi(OH)4 ® nSiO2 + 2nH2 O 2.23
Selain menggunakan
senyawa silikon alkosida, larutan garam natrium silikat (Na2SiO3), dan natrium
otrhosilikat (Na2SiO4) dapat dimanfaatkan sebaga bahan
silika melalui proses solgel. Sebagai contoh larutan garam silikat
diasamkan dengan reaksi sebagai berikut:
Na2SiO3 + 2HCl
® 2NaCl + O=Si (OH)2 2.24
O=Si (OH) 2 + H2
O ® Si(OH)4 2.25
Na2SiO4 + 4HCl
® 4NaCl + Si(OH)4 2.26
Asam orthosilikat {Si(OH)4} atau H4SiO4 mempunyai empat gugus hidroksil dan dua
molekul Si(OH)4 yang dapat mengalami
kondensasi dalam membentuk ikatan siloksan (Si-O-Si).
2.6 Tahapan Proses Sol-Gel
Proses sol-gel telah banyak dikembangkan terutama dalam pembuatan hibrida yakni kombinasi oksida
anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini didasarkan pada
prekursor molekular yang dapat mengalami hidrolisis, terutama alkoksida logam
atau semi logam. Proses sol-gel merupakan
suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke bentuk padatan.
Menurut Rahaman (1995) suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau
molekul polimer disebut sol. Proses sol-gel dapat digambarkan sebagai
pembentukan suatu jaringan oksida melalui reaksi polikondensasi yang progresif
dari molekul prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk
material melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya membentuk
gel. Proses sol-gel berlangsung melalui beberapa
tahapan sebagai berikut (i) hidrolisis (ii)kondensasi, (iii)gelation (transisi
sol-gel), (iv) aging (pematangan gel)
dan (v) drying (pengeringan).
Hidrolisis
Pada
tahap pertama logam prekursor (alkoksida) dilarutkan dalam alkohol dan
terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa
menghasilkan koloid sol. Hidrolisis menggantikan ligan (-OR) dengan gugus hidroksil (-OH) dengan reaksi sebagai
berikut:
M(OR)z +
H2O ® M(OH)(OR)z-1
+ ROH 2.27
Faktor yang sangat berpengaruh
terhadap proses hidrolisis adalah rasio air/prekursor dan jenis katalis
hidrolisis yang digunakan. Peningkatan pelarut/prekursor akan meningkatkan
reaksi hidrolisis yang mengakibatkan reaksi berlangsung cepat sehingga waktu
gelasi lebih cepat. Katalis yang digunakan pada proses hidrolisis adalah jenis
katalis asam/basa, namun proses hidrolisis juga dapat berlangsung tanpa
menggunakan katalis. Dengan adanya
katalis maka proses hidrolisis akan berlangsung lebih cepat dan konversi lebih
tinggi. Sebagai contoh, umumnya bahan dasar yang digunakan untuk
membuat sol dapat berupa logam alkoksida pada proses sol-gel adalah TEOS (Gambar 2.2). TEOS memiliki sifat yakni, mudah terhidrolisis oleh air
dan mudah digantikan oleh gugus OH. TEOS mengalami hidrolisis ketika bercampur
dengan air seperti persamaan reaksi berikut:
≡Si-OR + H-O-H → ≡Si-OH + ROH 2.28
Kondensasi
Pada tahap ini terjadi proses
transisi sol menjadi gel. Reaksi kondensasi melibatkan ligan hidroksil untuk
menghasilkan polimer dengan ikatan M-O-M akan terbentuk
dimer, trimer, dan seterusnya sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada
ukuran tertentu (diameter sekitar 1,5 nm) disebut sebagai partikel silika
primer. Proses kondensasi terjadi pada gugus silanol (Si-OH) permukaan partikel
bola polimer yang berdekatan disertai pelepasan air sampai terbentuk partikel
sekunder dengan diameter sekitar 4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai
menjadi gel ditandai dengan bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan masih
sangat lunak dan tidak kaku yang disebut alkogel. Pada berbagai kasus, reaksi ini
juga menghasilkan produk samping berupa air atau alkohol dengan reaksi secara
umum :
M-OH + HO-M ® M-O-M+ H2O (kondensasi air) 2.29
M-O-R + HO-M ® M-O-M+ R-OH (kondensasi alkohol) 2.30
Sebagai contoh dapat kita lihat
dalam reaksi TEOS untuk mendapatkan partikel silika melalui proses hirolisis
dan kondensasi yakni:
Si(OC2H5)4 +H2O hidrolisis −−−−−→ Si(OC2H5)3OH + C2H5OH
≡ Si − O −H + H− O − Si ≡
kondensasi air−−−−−→ ≡ Si − O − Si ≡ + H2O
≡ Si − OC2H5 +H− O − Si ≡
kondensasi alkohol −−−−−→ ≡ Si − O − Si ≡ +C2H5OH
Pematangan gel (Aging)
Setelah reaksi hidrolisis dan
kondensasi, dilanjutkan dengan pematangan gel yang terbentuk. Proses ini
dikenal dengan proses aging. Pada proses pematangan ini terjadi reaksi
pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat dan menyusust dalam larutan. Pada tahap ini, kondensasi antara bola-bola polimer terus
berlangsung membentuk ikatan siloksan(Si-O-Si) menyebabkan menurunnya jari-jari
partikel sekunder dari 4,5 nm menjadi 4 nm dan akan teramati penyusun alkogel
yang diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam. Selanjutnya, silanol direaksikan dengan gugus alkoksida
non-hidrolisis untuk membentuk ikatan siloksan dan mulailah terbentuk jaringan
silika.
Pengeringan
Tahap terakhir adalah proses
penguapan larutan dan cairan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan struktur
sol-gel yang memiliki luas permukaan yang tinggi. Tahap akhir pembentukan silika gel adalah xerogel
yang merupakan fasa silika yang telah mengalami pencucian dan pemanasan.
Pemanasan pada temperatur 1100C mengakibatkan dehidrasi pada hidrogel
dan terbentuknya silika gel dengan struktur SiO2.xH2O. Produk akhir yang
dihasilkan berupa bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering.
2.7 Aplikasi Sol-Gel
Metode sol-gel berkembang dengan pesat karena
memungkinkan sintesis padatan pada temperatur rendah (ruang), dan sudah diaplikasikan
dalam pembuatan beberapa material yakni, keramik atau gelas. Keuntungan pada proses ini adalah dapat
menghasilkan partikel yang halus dan seragam serta peralatan yang digunakan
cukup sederhana. Selain untuk
menghasilkan serbuk, metode sol gel
sudah banyak diaplikasikan untuk mensintesis lapisan tipis (thin film), pelapisan (coating), dan serat (fiber). Pada umumnya, metode sol-gel
diaplikasikan dalam pembuatan lapisan tipis dan pelapisan, karena sulit membuat
lapisan gel dengan ketebalan 1 mm. Material dasar
dalam pembuatan larutan pelapis pada umumnya menggunakan larutan logam alkosida, dengan cara
reaksi hidrolisis dan kondensasi . Ada dua teknik
yang dapat dilakukan dalam pembuatan lapisan tipis, yakni (i) dip coating (pencelupan), dimana material
yang akan dilapisi dicelupkan ke dalam larutan dengan perlahan-lahan, dan (ii) spin coating (pemutaran), dimana larutan
ditetesi ke dalam material yang berputar dengan kecepatan tinggi. Dari kedua teknik tersebut, yang sudah sering
digunakan adalah dengan cara pencelupan.
Salah satu yang perlu diperhatikan adalah sudut antara larutan dengan
permukaan material harus kecil sehingga larutan akan membasahi
secara merata pada permukaan material. Untuk dip coating, ketebalan film tergantung dari viskositas
larutan dan kecepatan gerak dari material. Menurut
Hukum Landau dan Levich, untuk aliran yang lambat, dimana bilangan kapiler
adalah:
Nca = hU/g 2.30
dimana h adalah viskositas dinamik, U adalah kecepatan dan g adalah tegangan permukaan larutan, sehingga
ketebalan lapisan film dapat ditentukan dengan persamaan:
t = 0,944 N ca1/6 ( hU/rg)1/2 2.31
dimana
r adalah masa jenis larutan, g adalah percepatan grafitasi.
Dari persamaan 1.30 dan 1.31 ketebalan film
diprediksi tergantung dari (hU)2/3
Bila film akhir dipadatkan dengan densitas maksimum (rf), maka ketebalan akhir dari lapisan dapat dihitung
dengan:
tf
= 0,944 (r-rs /rf - rs)N ca1/6 (hU/rg)1/2 2.32
dimana r adalah densitas pelarut.
Sebagai contoh, SiO2 film dipreparasi dari larutan TEOS di dalam ethanol,
dimana r = 2,2 gr/cm3 dan r = 0,8 gr/cm3,
sehingga dengan menggunakan persamaan 1.31 dan 1.32 didapatkan ketebalan yang sesuai dengan data eksperimen. Menurut teori menunjukkan bahwa viskositas larutan logam
alkosida meningkat dengan waktu reaksi
hidrolisis dan kondensasi. Pada
viskositas lebih besar 1 Pa larutan menjadi kental
dan serat dapat terbentuk, dan dengan waktu yang lebih lama mengakibatkan
viskositas menjadi terlalu tinggi dan otomatis kecepatan putar menurun. Dengan kata lain viskositas bukan hanya parameter yang mengontrol kecepatan putar. Faktor penting yang lain adalah spesies
polimer yang digunakan. Telah diperoleh bahwa larutan yang hanya terdiri dari
polimer sulit dipilin ke dalam bentuk
serat. Ada beberapa larutan logam alkosida yang digunakan dalam pembuatan lapisan dan pelapis yang
dipreparasi dengan menggunakan metode sol-gel, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2.2
Tabel 2.2 Aplikasi Film dari Larutan Logam Alkosida
Aplikasi
|
Contoh
|
Komposisi
|
Mekanik
|
Pelindung
|
SiO2
|
Kimia
|
pelindung
|
SiO2
|
Optik
|
adsorben
|
TiO2- SiO2, SiO2-RO
|
|
reflektor
|
In2O3-SnO2
|
|
Anti refletor
|
Na2O-B2O3-SiO2
|
listrik
|
ferroelektrik
|
BaTiO3,
KTaO3
|
|
Elektrik konduktor
|
In2O3-SnO2, CdO-SnO2
|
|
Ion konduktor
|
b-alumina
|
katalis
|
fotokatalis
|
TiO2
|
|
Pembawa katalis
|
TiO2, SiO2, Al2O3
|
Post a Comment