Spektrometri Serapan Atom
( Tugas
Praktikum Fisika Eksperimen)
Disusun oleh
Fransiskus Armato
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS
MATTEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUUAN ALAM
U
NIVERSITAS LAMPUNG
2014
A. Pengertian Spektrometri
Serapan Atom (SSA)
Sejarah singkat tentang
serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat
itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak
tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa
cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode
tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri Serapan
Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam
keadaan bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat
pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain dengan metode
serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis
dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk
unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur
optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur
optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis
kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS
memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS
merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu
proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat
dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama
lainnya.
Absorpsi atom dan
spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan spektrometri
molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan
energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan
memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi
atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi atom
merupakan proses di mana atom dalam keadaan energy rendah menyerap radiasi dan
kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya
interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor listrik dari radiasi
elektromagnetik.
Ketika menyerap
radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi tertentu ke
keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi
ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi
tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan
melepaskan foton pada energy yang sama. Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi
sebagai foton hanya jika energy foton (hν) tepat sama dengan perbedaan energi
antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti Gambar di bawah
ini:
Gambar.1.
Diagram absorpsi dan emisi atom
Absorpsi dan emisi
dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui lompatan tingkatan
energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara bertahap dari G �� E1 �� E2 , tetapi dapat
terjadi juga tanpa melalui tahapan tersebut G �� E2. Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama
dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi,
apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah
yang yang berlawanan. Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan
sangat sempit jika masing-masing atom yang mengabsorpsi atau memancarkan
radiasi mempunyai energi transisi yang sama.
Lebar Pita Spektra Atom
Berdasarkan hukum
ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4 – 10-5
nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran pita
hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. . Efek
Doppler Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang pengamat,
maka pengamat akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek dari yang
diemisikan tersebut. Jika tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka panjang
gelombang seolah menjadi lebih panjang. Fenomena ini disebut efek Doppler dan
dapat menyebabkan pelebaran pita karena adanya pergerakan termal (panas). Hal
yang sama juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom, beberapa
atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor ketika emisi
terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih besar.
Efek ini akan semakin
besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan semakin meningkat yang
menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi. Pelebaran tekanan (Pressure
Broadening) Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi
bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang
gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam
yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang terjadi antara suatu
atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut
dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi
dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark
(Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi temperatur, maka
tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi pelebaran pita yang
disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).
Spektrometer Serapan Atom
Secara umum,
komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan
spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber
cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan
melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan
menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan
tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada
absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber
cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama
sebagai berikut:
(a)
Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari
pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya
kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang di berikan oleh monokromator jauh
lebih lebar dari pada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak
mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau
kepekaan SSA menjadi jelek.
(b)
Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom,
maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan
energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau
perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor
fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal ini tidak efektif
sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer
tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita absorpsi.
Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk mendeteksi
sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar.2 menunjukkan
perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang
dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya tidak
berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan dapat dikatakan
bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau menyimpang.
Gambar. 2. perbandingan pita absorpsi atom dan
pita spektrum sumber cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator
Masalah ini dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan
menggunakan sumber cahaya tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya
kontinyu. Sebagian besar sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari
lampu katode berongga (hollow chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi
atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katode berongga Zn digunakan untuk
menganalis Zn. Gambar 3a dan 3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah
yang telah diuraikan di atas.
Gambar. 3. Pengaruh sumber cahaya tunggul
terhadap pita absorpsi
Spektrum
Zn diamati pada panjang gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi
melalui monokromator konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak
lebih kecil dari sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam
daerah panjang gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung
analit yang diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang
digunakan sama dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti
bahwa semua radiasi yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel
dan hukum Beer dapat di gunakan. Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal,
monokromator konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra
saja yang biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini
menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang
biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur (Adam Wiryawan.,
dkk, 2007)
Lampu Katode Berongga (Hollow Cathode Lamp)
Bentuk lampu katode
dapat dilihat pada gambar. 4.
Ciri utama lampu ini
adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu.
Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang mengandung
gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial
500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Gambar. 4. Lampu Katode
Adapun
gas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang dihasilkan dipercepat
menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom logam
menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses ini
disebut dengan percikan atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini
menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan kemudian kembali pada keadaan dasar
dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan
komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat
dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat
menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.
Nyala
Fungsi nyala adalah
untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan
oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk
mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang di hubungkan
dengan pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat pada Gambar. 5.
Sebelum menuju nyala, sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi
oleh aliran gas pengoksidasi sehingga menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol
yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju ke burner. Sample yang
menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat
pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk ”U” untuk menghindari gas
keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala
kemudian diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui nyala.
Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.
Gambar. 5 Nebuliser pada spektrometer
serapan atom (SSA)
Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
(a)
Udara – Propana
Jenis nyala ini relatif
lebih dingin (1800oC) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini
akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah
terionisasi seperti Na, K, Cu.
(b)
Udara – Asetilen
Jenis nyala ini adalah
yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar
2300oC yang dapat mengatomisasi hamper semua elemen. Oksida-oksida
yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini
dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
(c)
Nitrous oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling
panas (3000oC), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel
yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Metode AAS berprinsip
pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap
pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
gelombang ini mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik
suatu atom. Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy,
suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi.
Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor
atom 11 mempunyai konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6
3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki
kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2
eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara
panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan
intensitas maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang
bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal
dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan
panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom
bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan
intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam
yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan
dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium
yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum
tersebut diperoleh suatu persamaan intensitas cahaya:
It = I0e -abc
A= -log [It / I0] = Ebc
Dimana: I0 = intensitas sumber sinar
It= intensitas sinar yang
diteruskan
E= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas,
dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi
atom (Day & Underwood, 1989).
Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Telah
dijelaskansebelumnya bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi
absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam
keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra
violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya
sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar
(Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet,
sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom
(SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan
spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri
atas tiga komponen yaitu:
1.
Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
2.
Sumber radiasi
3.
Sistem pengukur fotometri
Sistem Atomisasi dengan
nyala
Setiap alat
spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampeldan
sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi
ini adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk
ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer
(pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi
nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian
yang saat ini menonjol dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik
adalah udara asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala
ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang
dianalisis) dapat sintetikan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi
dan juga fluoresensi.
Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi
pilihan untuk analisis menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah
mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar
pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai
untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal
ini disebabkan temperature nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur
tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W.
Sistem Atomisasi tanpa
Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini
lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem
nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap
atomisasi dengan metode ini yaitu:
1.
Tahap pengeringan atau penguapan larutan
2.
Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
3.
Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat
dianalisis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat
dianalisis dengan GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W,
Y dan Zr. Hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan
graphit.
Petunjuk praktis
penggunaan GFAAS:
1.
Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2.
Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel
ditempatkan dalam tungku.
3.
Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada
sampel dan standar.
4.
Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan
energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati
agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini
dapat terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator
dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke
pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang
ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur
sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan
lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan
seksama.
5.
Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum
yang dapat tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya
digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot
balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses
atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel
sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau
pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat
dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap,
untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala
lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode
tanpa nyala haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem
dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar
dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber
yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu
dikenal sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki dua
elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama
dengan unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan
rendah, dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan
atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
Post a Comment